Cerita Rudianto Lallo 10 Tahun di DPRD Makassar, Redam Ego Parpol demi Rakyat

Cerita Rudianto Lallo 10 Tahun di DPRD Makassar, Redam Ego Parpol demi Rakyat

Andi Nur Isman Sofyan - detikSulsel
Senin, 09 Sep 2024 18:40 WIB
Rudianto Lallo dan istri, Irnawati Astuti.
Rudianto Lallo dan istri, Irnawati Astuti. Foto: (dok. istimewa)
Makassar -

Rudianto Lallo telah mengakhiri masa jabatannya sebagai Ketua DPRD Makassar Periode 2019-2024. Selama dua periode atau 10 tahun sebagai legislator Makassar, yakni 2014-2019 dan 2019-2024, Rudianto Lallo mengaku melewati banyak rintangan yang tidak mudah.

Pria yang juga akrab disapa RL ini awalnya menceritakan pengalamannya menjadi legislator Makassar sejak periode pertamanya. Pada periode pertama, Rudianto Lallo sempat menjadi anggota DPRD biasa sebelum akhirnya diberi amanah menjadi wakil ketua DPRD Makassar pada tahun 2018.

Sementara pada periode keduanya, legislator NasDem ini dipercaya menduduki pucuk kepemimpinan sebagai Ketua DPRD Makassar. Dia pun menilai perjalanan itu adalah hal yang tidak mudah untuk didapatkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu pengalaman paling berharga karena saya bisa menduduki tiga status keanggotaan dalam 10 tahun. Dan itu menurut saya susah menemukan itu, kan. Dari anggota, wakil ketua, jadi ketua DPR," ujar Rudianto Lallo saat berbincang detikSulsel, Senin (9/9/2024).

Dia menuturkan, pada periode pertama tidak begitu banyak dinamika yang ia lalui. Menurutnya, dinamika terberat saat periode pertamanya ialah saat menghadapi pemilihan wali kota (Pilwalkot) Makassar 2018. Kala itu, kontestasi dimenangkan oleh kotak kosong sehingga pemerintahan diisi oleh penjabat (Pj) wali kota.

ADVERTISEMENT

"Periode pertama tentu dinamika pemerintahan. Posisi DPR dia kan adalah penyelenggara pemerintahan bersama kepala daerah. Tentu tantangannya tidak seperti 2019-2024. Kalau di 2014-2019, yang paling ini kita menghadapi pemilu yang pemenangnya adalah kotak kosong. Kemudian terjadi kekosongan kekuasaan diisi oleh pj wali kota," tuturnya.

Pada periode kedua 2019-2024, Rudianto Lallo yang ditunjuk sebagai ketua DPRD Makassar lantas menghadapi banyak dinamika. Kala itu, terjadi beberapa kali pergantian pj wali kota hingga akhirnya kembali terpilih wali kota dan wakil wali kota definitif, Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto-Fatmawati Rusdi.

"Masuk 2019 pj wali kota berganti jadi tiga. Iqbal Suhaeb, Prof Yusran, kemudian Prof Rudy Jamaluddin. Lalu kemudian barulah kemudian ada pemimpin baru (hasil Pilwalkot 2020). Jadi kurang lebih dua tahun Makassar transisi diisi oleh penjabat wali kota," katanya.

"Artinya dinamika politik Kota Makassar lumayan tinggi karena sempat terjadi penggantian penjabat wali kota," imbuh Rudianto Lallo.

Rudianto Lallo juga menuturkan, pada periode kedua ia menghadapi bencana alam yang besar hingga berbagai sektor terdampak, yakni pandemi COVID-19. Dia mengaku bekerja keras selama pandemi itu terjadi sebab harus memikirkan cara agar keuangan daerah tidak kolaps.

"Anda bisa bayangkan PAD kita anjlok karena COVID, dan bagaimana kemudian kita mensiasati untuk keluar dari bencana tersebut. Itulah kerja pemerintahan yang berjalan kurang lebih dua tahun. Nanti betul-betul suasana bagus pada 2023 agak stabil, COVID kita lewati, kemudian anggaran normal kembali sampai 2024 ini," ucapnya mengenang.

Adopsi Kegiatan DPR RI ke DPRD Makassar

Rudianto Lallo mengatakan, di bawah kepemimpinannya sebagai Ketua DPRD Makassar pada periode keduanya banyak mengadopsi kegiatan-kegiatan DPR RI. Mulai dari konsultasi publik sebelum membuat peraturan daerah (perda), kunjungan daerah pemilihan (dapil) untuk mengecek program pemerintah, hingga sosialisasi peraturan daerah (sosper) untuk mengedukasi masyarakat.

"Apa outputnya? Anggota DPR bisa berjumpa, bertemu langsung dengan konstituennya. Yang kita harapkan bisa mendengar aspirasi masyarakat lewat pertemuan tadi. Ada kesempatan rakyat bertemu dengan wakilnya," ungkap RL.

"Karena kan selama ini kita mendengar keresahan masyarakat bahwa DPRD ini nanti mau pemilihan baru datang lagi. Setelah terpilih tidak ada kabarnya lagi. Nah kita coba menjahit itu lewat kegiatan kedewanan," tambahnya.

Atas adopsi kegiatan itu, Rudianto Lallo menyebut DPRD Makassar kerap menjadi daerah percontohan bagi DPRD di daerah lain di Indonesia. Mereka disebut kerap datang untuk belajar menjalankan kegiatan kedewanan.

"Akhirnya DPRD Makassar menjadi lembaga yang paling banyak dikunjungi oleh DPRD se-Indonesia. Kalau di Indonesia timur DPRD Makassar menjadi tujuan utama DPRD belajar dari DPRD Makassar, bagaimana menjalankan kegiatan DPR yang adalah fungsi representasinya, keterwakilannya," terangnya.

Redam Ego Parpol demi Rakyat

Rudianto Lallo lalu menuturkan, di awal periode keduanya sebagai Ketua DPRD Makassar, ia langsung mengajak seluruh fraksi untuk rapat bersama. Kala itu, ia meminta seluruh legislator untuk berkomitmen melepaskan kepentingan partai politiknya dalam menjalankan fungsi kedewanan.

"Saya bilang mari kita lepaskan kepentingan politik kita di partai. Kepentingan itu nanti di pemilihan baru kita bisa berbeda. Kalau sebagai anggota DPRD kita harus bersatu karena kita penyelenggara pemerintahan. Ngapain ribut-ribut, justru kita harus harmoni. Karena kalau ribut maka yang rugi adalah masyarakat," kata Rudianto Lallo.

Dia mengaku mendorong semangat kekitaan dalam memimpin DPRD Makassar. Semangat itu, kata dia, dilakukan untuk meredam perbedaan-perbedaan yang muncul atas dasar kepentingan partai masing-masing.

"Alhamdulillah karena selama ini semangat kekitaannya. Bukan semangat kepentingan partai. Sehingga ketika ada perbedaan pendapat cepat kita redam sehingga tidak terjadi apa-apa lagi. Betul-betul suasana kebersamaan itu nomor satu," tuturnya.

Bahkan, lanjut dia, DPRD Makassar menerapkan pengambilan keputusan harus disetujui semua fraksi. Rudianto Lallo mencontohkan, jika ada satu dari sembilan fraksi yang menolak keputusan, maka DPRD Makassar akan mengikuti suara minoritas tersebut.

"Malah kita di DPRD Makassar, kan biasanya suara terbanyak yang kita pilih. Justru kita di DPRD Makassar dalam pengambilan kebijakan kalau ada yang nolak satu fraksi misalkan, justru yang kita ikuti yang menolak satu fraksi itu," bebernya.

"Selama ada yang menolak satu kita tidak jalankan kebijakan itu. Sehingga harus betul-betul setuju semua baru kita laksanakan. Bisanya kan devoting suara terbanyak, kalau tidak ikut ditinggal. Misalkan, waktu perubahan, anggota dewan menolak. Satu saja menolak kita tidak laksanakan," imbuhnya.




(asm/nvl)

Hide Ads