Sidang perkara makar terhadap empat petinggi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) kembali bergulir hari ini. Sidang akan digelar dengan agenda pembacaan surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum.
"Pembacaan surat tuntutan jaksa (agenda sidang hari ini)," kata penasihat hukum terdakwa, Yan Christian Warinussy saat dikonfirmasi detikSulsel, Kamis (30/10/2025).
Sidang tuntutan sedianya digelar di Ruang Harifin A Tumpa, PN Makassar, hari ini. Keempat terdakwa ialah Abraham Goram Gaman selaku Staf Khusus Presiden NFRPB Bidang Kemitraan dan Mendagri, Nikson May selaku Tentara Nasional Papua Barat, Piter Robaha selaku Wakapol Domberai, dan Maksi Sangkek selaku Kasat Reskrim Poldis Sorong Kota.
Untuk diketahui, keempat terdakwa sebelumnya didakwa melakukan makar dengan ingin memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dakwaan makar tersebut bermula ketika Presiden NFRPB Forkorus Yaboisembut memerintahkan Terdakwa Abraham untuk mengantar surat resmi ke seluruh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sorong Raya pada Selasa (25/3) lalu.
"Surat tersebut memuat pernyataan dan klaim politik NFRPB, termasuk surat perundingan damai kepada Presiden Republik Indonesia, dan sejumlah dokumen lampiran yang mengisyaratkan struktur kenegaraan tandingan," ujar jaksa membacakan dakwaannya dalam persidangan di PN Makassar, Senin (8/9).
Abraham kemudian menghubungi rekannya, Terdakwa Piter Robaha dan Terdakwa Nikson May pada Rabu (9/4), untuk hadir dalam rapat koordinasi yang bertempat di kediamannya. Rapat koordinasi tersebut berlangsung pada Kamis (10/4), dihadiri oleh beberapa anggota NFRPB lainnya, termasuk Terdakwa Maksi Sangkek dan Yuliana Suruwe.
"Dalam rapat tersebut, Abraham menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan, serta menetapkan tugas masing-masing peserta. Ia menyatakan bahwa pengantaran surat-surat akan dilakukan secara serentak ke sejumlah kantor pemerintahan di Kota Sorong pada hari Senin, tanggal 14 April 2025, dengan titik kumpul di kediaman terdakwa," jelas jaksa.
Dokumen yang akan disebar tersebut berisi surat ajakan perundingan damai dengan pemerintah RI terkait pengakuan dan peralihan kedaulatan Papua Barat. Selain itu, surat tersebut juga memuat rencana penataan struktur organisasi negara, termasuk lembaga pemerintahan, militer, dan kepolisian NFRPB.
"Selaku Presiden NFRPB telah mengeluarkan suatu Instruksi Presiden NFRPB untuk diketahui dan diberikan toleransi yang sejuk dan damai dari pihak pemerintah Republik Indonesia dalam implementasinya," terangnya.
"Sebagai dua negara bangsa yang merdeka dan bermartabat. Walau pun pengakuan secara terbuka terhadap eksistensi NFRPB oleh pemerintah Indonesia belum ada, sesuai sejumlah hukum internasional yang sudah saya tulis di dalam Instruksi Presiden NFRPB beserta lampiran Instruksi Presiden NFRPB dan press release resmi yang secara substansial memuat narasi pemisahan Papua dari Republik Indonesia," sambungnya.
Jaksa menyebut perbuatan keempat terdakwa melanggar Pasal 110 ayat 1 KUHP juncto Pasal 106 KUHPidana pada dakwaan kesatu. Kemudian pada dakwaan kedua, perbuatan para terdakwa diatur dalam Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Para terdakwa turut didakwa Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 53 KUHPidana juncto Pasal 87 KUHPidana pada dakwaan ketiga.
Simak Video "Video: Simpatisan Terdakwa Makar di Sorong Ricuh, Kantor Gubernur Dirusak"
(ata/hmw)