4 Petinggi NFRPB Didakwa Makar Mau Pisahkan Papua Barat dari NKRI

Andi Sitti Nurfaisah - detikSulsel
Senin, 08 Sep 2025 13:51 WIB
Foto: Empat anggota NRFB, terdakwa kasus makar menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. (Sitti Nurfaisah/detikSulsel)
Makassar -

Empat anggota Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) (sebelumnya disebut NRFPB) di Sorong, Papua Barat Daya, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka didakwa melakukan makar memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan tersebut berlangsung di Ruangan Arifin A Tumpa, PN Makassar, Senin (8/9/2025) sekitar pukul 11.45 Wita. Keempat terdakwa antara lain Abraham Goram Gaman, Piter Robaha, Maksi Sangkek, dan Nikson May.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan dugaan makar ini bermula ketika terdakwa Abraham mendapatkan perintah dari Forkorus Yaboisembut, selaku Presiden NFRPB pada Selasa (25/3) lalu. Abraham diminta untuk mengantarkan surat resmi NFRPB kepada seluruh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sorong Raya.


"Surat tersebut memuat pernyataan dan klaim politik NFRPB, termasuk surat perundingan damai kepada Presiden Republik Indonesia, dan sejumlah dokumen lampiran yang mengisyaratkan struktur kenegaraan tandingan," ujar jaksa membacakan dakwaannya dalam persidangan.

Abraham kemudian menghubungi rekannya, terdakwa Piter Robaha dan terdakwa Nikson May pada Rabu (9/4). Dia meminta keduanya untuk hadir dalam rapat koordinasi yang bertempat di kediamannya pada Kamis (10/4).

"Sekitar pukul 10.00 WIT, berlangsunglah rapat tersebut yang juga dihadiri oleh beberapa anggota NFRPB lain, termasuk Saksi Maksi Sangkek dan saudari Yuliana Suruwe. Dalam rapat tersebut, Abraham menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan, serta menetapkan tugas masing-masing peserta," jelas jaksa.

"Ia menyatakan bahwa pengantaran surat-surat akan dilakukan secara serentak ke sejumlah kantor pemerintahan di Kota Sorong pada hari Senin, tanggal 14 April 2025, dengan titik kumpul di kediaman terdakwa," lanjutnya.

Lebih lanjut, dokumen yang akan disebarkan tersebut mulai dicetak dan dikumpulkan oleh terdakwa Abraham. Dalam dokumen tersebut juga berisi surat ajakan perundingan damai dengan pemerintah RI terkait pengakuan dan peralihan kedaulatan Papua Barat.

Selain itu, surat tersebut juga memuat rencana penataan struktur organisasi negara, termasuk lembaga pemerintahan, militer, dan kepolisian NFRPB. Jaksa menyebut jika pihak NFRPB juga menyampaikan bahwa akan membuka dan memasang papan nama di Kantor Sekretariat NFRPB secara bertahap, mulai dari tingkat pusat hingga kampung-kampung.

"Selaku Presiden NFRPB telah mengeluarkan suatu Instruksi Presiden NFRPB untuk diketahui dan diberikan toleransi yang sejuk dan damai dari pihak pemerintah Republik Indonesia dalam implementasinya," terangnya.

"Sebagai dua negara bangsa yang merdeka dan bermartabat. Walau pun pengakuan secara terbuka terhadap eksistensi NFRPB oleh pemerintah Indonesia belum ada, sesuai sejumlah hukum internasional yang sudah saya tulis di dalam Instruksi Presiden NFRPB beserta lampiran Instruksi Presiden NFRPB dan press release resmi yang secara substansial memuat narasi pemisahan Papua dari Republik Indonesia," sambungnya.

Presiden NFRPB Forkorus Yaboisembut pun menunjuk para Terdakwa sebagai pengawal dan pendamping dalam kegiatan tersebut. Masing-masing orang mengenakan atribut resmi dari NFRPB seperti seragam dinas, baret, hingga kartu identitas palsu yang menyerupai simbol kenegaraan.



Simak Video "Video: Simpatisan Terdakwa Makar di Sorong Ricuh, Kantor Gubernur Dirusak"


(sar/ata)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork