2 Guru Terdakwa Penyerobotan Lahan Protes Dieksekusi Usai Divonis Percobaan

2 Guru Terdakwa Penyerobotan Lahan Protes Dieksekusi Usai Divonis Percobaan

Ahmad Al Qadri - detikSulsel
Senin, 23 Des 2024 12:20 WIB
Hands of the prisoner on a steel lattice close up
Ilustrasi. Foto: Getty Images/iStockphoto/bortn76
Luwu -

Dua guru sekolah dasar (SD) bersaudara bernama Muh Nur Alamsyah dan Muh Israfil di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel), protes dieksekusi jaksa usai sebelumnya divonis hukuman percobaan selama 10 bulan dalam kasus penyerobotan lahan. Salah satu terdakwa, Alamsyah mengaku dijemput paksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu bersama sejumlah personel kepolisian.

"Saya ditarik dan diseret depan ibu dan anak saya. (Sempat) saya tanya, tunggu dulu saya punya pengacara. Hargai saya punya pendamping, saya jaminkan diriku bilang saya tidak akan lari," kata Alamsyah saat ditemui di Lapas Palopo, Sabtu (21/12/2024).

Alamsyah mengatakan penjemputan paksa tersebut terjadi di Jalan Nonci, Kelurahan Batupasi, Kecamatan Wara Utara, Palopo pada Jumat (20/12) sekitar pukul 13.00 Wita. Guru tersebut kemudian dibawa oleh pihak kejaksaan untuk dilakukan penahanan di Lambaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palopo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan saat penjemputan paksa dia sempat melakukan keberatan. Hal ini lantaran surat yang dibawa oleh kejari Luwu tertanggal 23 Desember sedang penjemputan lebih cepat 3 hari.

"Kenapa saya harus dipaksa diangkat sekarang? Dia bilang katanya ini eksekusi. Nah saya jelaskan kan saya sudah dieksekusi tanggal 7 November itu, bapak sendiri yang tanda tangan, kenapa tiba-tiba ada eksekusi seperti ini. Aneh kenapa tiba-tiba ada dua keputusan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Pihak kejaksaan, kata dia, berdalih keputusan eksekusi pertama yang dikeluarkan Kejari Luwu berdasarkan surat perintah kepala Kejaksaan tanggal 7 November 2024 No.PRINT-1196/P.4.35.3/Eoh.3/11/2024 merupakan kekeliruan.

"Masa segampang itu berita acara eksekusi keliru-keliru. Saya ditarik paksa depan semua keluarga dan keempat anak saya, bahkan masih ada yang usia 4 tahun," sesalnya.

Alamsyah merasa kasus yang menimpanya sangatlah janggal. Menurutnya, pihak Kejari Luwu tidak memperlihatkan adanya surat mengenai pembatalan putusan eksekusi pertama.

"Tidak ada surat putusan pembatalan eksekusi pertama, kemudian tidak ada surat putusan yang berbunyi kami harus ditahan," pungkas Alamsyah.

Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum terdakwa, Kristianus Welly Edyson menuding ada kejanggalan atas kejadian yang menimpa kliennya. Dia mengklaim Pengadilan Tinggi Makassar juga telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Belopa.

"Keputusan PN Belopa itu dia dipidana tapi tidak dipenjara, dan diberi percobaan selama 10 bulan, kemudian putusan PT Makassar menguatkan putusan PN Belopa, artinya poin tadi tetap berlaku kepada kedua terdakwa," kata Kristianus Welly Edyson, Senin (23/12).

Namun setelah itu pihak Kejari Luwu meminta tafsir atas keputusan tersebut yakni Pengadilan Tinggi Makassar dan hasilnya menghilangkan salah satu poin, mengenai masa percobaan selama 10 bulan. Edyson merasa keputusan tersebut sangat aneh.

"Kedua terdakwa sudah dieksekusi pada tanggal 7 November 2024, artinya sudah menjalani hukuman percobaan namum kenapa harus dilakukan eksekusi kedua kalinya hanya berdasarkan surat dari Ketua Pengadilan Tinggi Makassar yang menafsirkan lain dari Amar Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor : 896/PID/2024/PT.MKS Jo. Putusan Pengadilan Negeri Belopa Nomor : 14/Pid.B/2-24/PN.Blp. Eksekusi untuk kedua kalinya tidak ada diatur dalam KUHAPidana maupun peraturan perundangan lainnya di Indonesia ini," ungkapnya.

Edyson juga meminta agar pihak Lapas Kelas II A Palopo melakukan kajian hukum terhadap putusan pengadilan. Termasuk mempelajari dari berita acara eksekusi pertama dan kedua yang dikeluarkan pihak kejaksaan agar tidak terlihat bersekongkol dengan hasil produk hukum dari Kejari Luwu yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Ini jelas pelanggaran HAM, produk hukum mana yang membolehkan jaksa penuntut umum melakukan eksekusi dua kali padahal kasusnya inkrah. Satu-satunya jalan yah PK jika ada putusan memenjarakan klien kami. Itu baru sah dan kami terima untuk dilakukan eksekusi ulang," ucapnya.

Penjelasan Kejari Luwu

Humas Kejaksaan Negeri Luwu, Andi Ardi Aman menjelaskan dalam proses peradilan, kasus ini telah melalui tiga tingkat pengadilan. Awalnya, jaksa menuntut kedua terdakwa dengan pidana 5 bulan penjara pada Mei 2024.

Selanjutnya, atas surat tuntutan jaksa maka Majelis Hakim PN Belopa menjatuhkan pidana terhadap Muh Nur Alamsyah dan Muh Israfil Nurdin selama 5 bulan penjara. Namun dalam putusan hakim, keduanya tidak perlu menjalani pidana tersebut dengan masa percobaan selama 10 bulan.

"Setelahnya, JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar yang kemudian memperberat vonis menjadi 1 tahun penjara pada Agustus 2024. Upaya kasasi diajukan oleh pihak terdakwa sehingga JPU juga mengajukan ke Mahkamah Agung namun MA menolak permohonan kasasi pihak pemohon I dan pihak pemohon II pada Oktober 2024, sehingga putusan PT Makassar berkekuatan hukum tetap," ucap Ardi dalam keterangannya, Senin (23/12).

Ardi menjelaskan terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 406 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang tindak pidana secara bersama-sama dengan sengaja dan melawan hukum menghilangkan hewan yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.

"Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sudah tidak dapat diganggu gugat lagi, mengikat, dan harus dilaksanakan meskipun tidak dikehendaki oleh terdakwa. Selain itu dalam putusan inkrah terdapat upaya paksa apabila pihak terdakwa tidak kooperatif melaksanakan putusan tersebut," tutupnya.

Untuk diketahui, kasus ini bermula dari perusakan tambak gono-gini yang dijual sepihak oleh ayah kandung kedua terdakwa. Karena tidak mengetahui tambak tersebut telah terjual, kedua kakak beradik itu kemudian menguras tambak dan menangkap ikan di dalamnya. Kasus ini lah yang kemudian dilaporkan oleh pihak pembeli.




(asm/sar)

Hide Ads