Seorang santri berusia 15 tahun di Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) ditemukan tewas tergantung di kolong rumah. Polisi kini mendalami dugaan santri tersebut awalnya berniat membuat prank gantung diri berujung kebablasan.
Kasat Reskrim Polres Bantaeng AKP Akhmad Marzuki mengakui ada sejumlah informasi beredar terkait kematian korban. Salah satunya adanya dugaan korban membuat prank berujung gantung diri tersebut.
"Anak-anak kita tau bersama, bisa jadi dia iseng-iseng kah, atau dia mencoba membuat prank kepada teman-temannya tetapi kebablasan, atau ada rekan-rekannya yang menyuruhnya tahan napas berujung pada over (betulan meninggal)," ujar AKP Marzuki kepada detikSulsel, Selasa (26/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Marzuki menegaskan dugaan tersebut perlu pembuktian lebih lanjut. Tim penyidik sedang mendalami keterangan tak kurang dari 10 orang saksi sembari menunggu hasil autopsi jenazah korban.
"Itulah tadi saya katakan menunggu hasil autopsi kemudian kita sandingkan dengan saksi-saksi dan alat bukti yang ada," kata AKP Marzuki.
Lebih lanjut dia menjelaskan alasan pihaknya mendalami dugaan korban membuat prank berujung kebabalasan. Menurutnya, tim penyidik tidak menutup mata terhadap sejumlah dugaan yang muncul.
"Kita memperluas penyelidikan ini, apakah faktor kesengajaan atau ketidaksengajaan atau kah seperti apa. Itulah kita tunggu hasil autopsi," katanya.
Polisi Klarifikasi Soal Tanda Kekerasan di Tubuh Korban
AKP Akhmad Marzuki juga mengklarifikasi informasi beredar soal adanya tanda kekerasan di tubuh korban berdasarkan pernyataan medis. Menurutnya, tanda kekerasan yang dimaksud ialah tanda kekerasan yang merujuk pada istilah medis.
"Jadi begini, saya sudah melihat video live-nya dokter Denny tidak ada satu pun mengatakan kekerasan seksual. Kalau berbicara ada tanda kekerasan, betul, dan itu merupakan bahasa medis," katanya.
"Perlu dipahami tanda kekerasan bukan cuma satu sumber, bisa tanda kekerasan muncul akibat tindakan orang lain, ada juga karena tindakan diri sendiri. Gantung diri misalnya. Itu bahasa medis, beda dengan kami bahasa hukum (arahnya pidana) berbicara perbuatan yang mengakibatkan orang mengalami kerugian secara fisik," sambungnya.
AKP Marzuki pun kembali menegaskan pihaknya masih mendalami lebih lanjut kasus kematian korban. Dia meminta semua pihak menunggu proses penyelidikan yang sedang berjalan.
"Kami masih melakukan pendalaman atau penyelidikan secara maksimal di samping menunggu hasil dari autopsi itu, nanti kami sandingkan hasil autopsi dengan keterangan saksi-saksi yang ada dan alat bukti," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, peristiwa santri tewas tergantung itu terjadi di Dusun Tanetea, Desa Nipa-Nipa, Kecamatan Pajukukang, Bantaeng, Sabtu (23/11) sekitar pukul 20.00 Wita. Saat itu, santri berinisial DP yang melihat korban tergantung sempat mengabaikan karena mengira korban hanya main-main.
(hmw/sar)