Ditresnarkoba Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) menangkap dua pria berinisial WM (30) dan AY (39) terkait kasus peredaran gelap narkoba jenis sabu di Banjarmasin dan Banjar. Sabu seberat 49,6 kilogram juga disita.
"Total barang bukti yang berhasil diamankan dari 2 pengungkapan ini yakni 49,6 Kilogram serta 15.571 butir pil ekstasi dan 173,07 (gram) serbuk ekstasi," ujar Kapolda Kalsel Irjen Pol Winarto dalam keterangannya, Selasa (6/8/2024).
Pengungkapan tersebut dilakukan di sebuah kamar hotel di Kota Banjarmasin pada Senin (29/7). Direktur Reserse Narkoba Polda Kalsel Kombes Kelana Jaya melalui Kasubdit 1 AKBP Deddi Daniel awalnya meringkus WM warga asal Bandung dengan barang bukti 20 paket sabu dengan kemasan teh China berwarna emas seberat 19,7 kilogram dan 10.839 butir pil ekstasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Narkotika ini dibawa oleh WM dari Surabaya, masuk melalui Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin," terangnya.
Usai pengungkapan itu, Ditresnarkoba Polda Kalsel melalui Kasubdit III AKBP Ade Harri kembali mengamankan AY pada Jumat (2/8). AY diamankan saat mengendarai motor di Jalan Gubernur Soebarjo Desa Tambak Sirang Darat, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar.
"Saat dilakukan penggeledahan ditemukan 29,9 gram sabu, serta 4.832 butir ekstasi serta satu bungkus serpihan ekstasi berat bersih 13,91 gram. Narkotika itu diikat di atas jok sepeda motor bagian belakang," ungkapnya.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui keduanya bukan merupakan satu jaringan. Namun dari karakteristik barang bukti dan hasil interogasi, WM merupakan jaringan Fredy Pertama, sementara AY mengaku mendapatkan sabu tersebut dari Malaysia.
"Ini kemungkinan jaringan Internasional, Malaysia serta jaringan Fredy. Tapi masih didalami," ujar Winarto.
Saat ini WM dan AY telah ditahan di Mako Polda Kalsel guna proses lebih lanjut. Atas perbuatannya keduanya dijerat Pasal 114 ayat 2 Subsider Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup.
"Pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun," pungkasnya.
(ata/asm)