Kejaksaan Negeri (Kejari) Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengusut dugaan pungutan liar (pungli) kenaikan jabatan di lingkup Kemenag Soppeng. Pegawai Kemenag Soppeng diduga dimintai uang hingga Rp 750 ribu jika ingin mengurus kenaikan pangkat.
Kasi Intel Kejari Soppeng Musdar mengatakan ada dua kasus yang tengah diusut di Kemenag Soppeng. Dua kasus itu mencuat dari aduan masyarakat terkait adanya dugaan pungli dan penyimpangan bantuan afirmasi.
"Ada dua yang laporan masuk, satunya afirmasi dan satunya lagi pungli. Untuk pemeriksaan hari ini kasus punglinya," ungkap Musdar kepada detikSulsel, Senin (11/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus dugaan pungli, kata Musdar, jaksa sudah memeriksa 8 orang saksi. Salah satu saksi yang diperiksa ialah Kepala Kemenag Soppeng Afdal.
"Iya, ada 8 orang diperiksa dari Kemenag semua. Termasuk Kepala Kemenag (Soppeng)," ujarnya.
Musdar mengatakan pemeriksaan tersebut berkaitan dengan dugaan pungli untuk pengajuan kenaikan pangkat golongan III/a hingga golongan IV. Pegawai yang hendak mengurus kenaikan pangkat diharuskan membayar.
"Pungli yang kenaikan pangkat yang biaya pengurusannya sebesar Rp 500 ribu sampai dengan Rp 750 ribu per orang. Pemeriksaan dilakukan sejak pukul 10.00 Wita hingga pukul 15.00 Wita," sebutnya.
Dugaan Penyimpangan Bantuan Afirmasi
Kejari Soppeng juga mengusut dugaan penyimpangan dana bantuan kinerja atau bantuan afirmasi (BKBA) dan bantuan ruang kelas baru (RKB) di Kemenag Soppeng. Dalam kasus ini, 20 kepala madrasah diperiksa.
"Kami sudah melakukan penyelidikan terkait BKBA dan RKB pada Kemenag Soppeng tahun anggaran 2022. Untuk bantuan BKBA ada 10 sekolah madrasah, dan bantuan RKB juga 10 sekolah madrasah," ujar Musdar, Kamis (7/9).
Semula, kasus ini diselidiki oleh bidang intelijen Kejari Soppeng. Namun penyelidik kemudian melimpahkan kasusnya ke bidang tindak pidana khusus (pidsus).
"Berdasarkan hasil ekspose kami dari tim penyelidik bidang intelijen Kejari Soppeng telah melimpahkan dugaan perbuatan melawan hukum tersebut ke bidang tindak pidana khusus," sebutnya.
"Kami lidik ini kasus sejak bulan Juni 2023. Saat ini sudah diperiksa 20 saksi yang berlatar belakang kepala madrasah," bebernya.
Namun Musdar belum menjelaskan penyimpangan yang terjadi dalam kasus ini. Dia mengaku hal itu merupakan ranah Pidsus.
"Nanti di Pidsus baru bisa ketahuan. Kami cuma cari perbuatan melawan hukumnya," pungkasnya.
(asm/sar)