Kasus anggota Brimob Polda Papua Barat Brigadir Yones Fernando Siahaan tewas dibunuh istri dan selingkuhan terkuak melalui kesaksian anaknya yang masih bocah. Sang anak bahkan menjadi saksi kunci di kasus ini.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengungkap alasan sang anak bisa menjadi saksi kunci dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir Yones. Saksi anak disebut layak jadi saksi kunci karena menyaksikan langsung pembunuhan tersebut.
"Kejahatan pembunuhan, dia (Olan) menyaksikan sendiri apa yang terjadi pada saat masih umur 6 tahun," ujar Arist Merdeka Sirait kepada detikcom, Rabu (28/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Arist menegaskan keterangan saksi anak sangat layak didengarkan karena keterangannya konsisten. Konsistensi ini juga dibenarkan oleh psikolog.
"Keterangan dari saksi anak itu adalah konsisten. Bahkan menurut psikolog juga konsisten, sehingga itu yang bisa menguatkan JPU menggunakan keterangan anak sebagai saksi," ungkapnya.
Arist mengakui keterangan anak digunakan sebagai saksi kunci hanya terjadi di Pengadilan Negeri Sorong. Oleh sebab itu dia menilai hal ini bisa menjadi contoh di tempat lain.
"Kalau anak sebagai pelaku maupun korban pada umumnya sudah biasa. Tapi, kali ini anak sebagai saksi, itu sangat luar biasa dan hanya terjadi di Pengadilan Negeri Sorong," kata Arist.
"Ini juga menjadi yurisprudensi terhadap kasus-kasus yang sama di tempat yang lain supaya anak itu didengar pendapatnya sebagai saksi," tutupnya.
Saksi Anak Saksikan Pembunuhan Ayahnya
Korban Brigadir Yones dengan Ardilla sempat terlibat pertengkaran hebat pada Selasa, 28 Agustus 2018 akibat sang istri ketahuan selingkuh. Pertengkaran tersebut terjadi hanya hitungan jam sebelum terjadinya pembunuhan.
Terungkap pertengkaran tersebut disaksikan oleh anak Brigadir Yones dan Ardilla. Saksi anak masih berusia 6 tahun pada saat itu.
Pertengkaran hebat kedua orang tuanya membuat saksi anak gelisah di kamarnya. Kegelisahan itu membuat saksi anak tak bisa memejamkan matanya hingga malam hari.
Anak Brigadir Yones yang gelisah dan tak bisa memejamkan matanya sejak Selasa (28/8/2018) malam itu kemudian mencoba untuk mengintip dari balik gorden kamarnya, Rabu (29/8/2018) dini hari. Sang anak sebenarnya ingin mengetahui kondisi ayah ibunya usai pertengkaran hebat tersebut.
Namjn saat mengintip dari balik gorden, saksi anak justru dikejutkan oleh kehadiran paman dari ibunya, Andi Abdullah Pongoh. Andi Abdullah saat itu ditemani 3 orang pria yang tidak diketahui identitasnya.
"(Saksi anak-anak korban) yang gelisah dan belum tidur lalu melihat dari balik gorden kamarnya yaitu terdakwa II Andi Abdullah dan 3 pelaku lainnya yang tidak dikenali identitasnya sudah berada di rumah," ujar jaksa dalam dakwaannya.
Rupanya Andi Abdullah dan tiga pria tak dikenal itu sedang menunggu Brigadir Yones yang sedang berada di dalam kamar mandi. Selanjutnya mereka mengeroyok Brigadir Yones sesaat setelah keluar dari kamar mandi.
"Terdakwa Andi Abdullah Pongoh bersama dengan 3 pelaku yang tidak diketahui identitasnya memegang tangan, kaki dan mencekik leher korban Yones Siahaan dengan cara 1 orang pelaku memegang kedua tangan dari arah depan korban," kata jaksa.
Selanjutnya, satu orang pelaku memegang kedua kaki Brigadir Yones. Sementara satu pelaku lainnya mencekik leher korban dari arah belakang.
"Korban sudah tidak bisa bergerak lagi kemudian dari arah belakang terdakwa II Andi Abdullah melayangkan kepal tinju (memukul) dari arah kepala belakang korban hingga korban terjatuh ke lantai dapur dan tidak berdaya lagi," kata jaksa.
Saksi anak kian terkejut karena ibunya tiba-tiba datang membawa kabel berwarna merah. Sang ibu bersama-sama dengan pelaku lainnya menggantung ayahnya sebagai skenario kematian ayahnya karena bunuh diri.
"Dengan cara memindahkan korban di bawah pintu dapur dengan tetap terlilit kabel Eterna warna merah di leher korban Yohanes Fernando Siahaan," ungkap jaksa.
Hingga akhirnya aksi saksi anak mengintip dari balik gorden ketahuan oleh ibunya. Ardilla yang panik lantas mendatangi saksi anak atau putranya itu.
"Terdakwa I mengancam korban dengan mengatakan, kalau kamu bilang siapa-siapa, kubikin kayak bapakmu, mendengar hal tersebut membuat anak saksi anak menjadi ketakutan dan trauma terhadap terdakwa I. (Saksi anak) langsung naik ke tempat tidurnya lalu pura-pura tidur dan tidak mau melihat lagi terdakwa I," kata jaksa.
(hmw/hmw)