Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 46,8 miliar. Lukas Enembe langsung melawan dengan mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.
Dilansir dari detikNews, salah satu pengacara Lukas, OC Kaligis, meminta hakim untuk memberikannya waktu bertemu dengan Lukas usai persidangan. Dia mengatakan sebelum sidang dimulai pihaknya tidak bisa bertemu dengan Lukas.
"Setelah sidang untuk bisa ketemu, jadi jangan dihalang-halangi, Yang Mulia," kata OC Kaligis dalam persidangan di PN Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petrus Bala Pattiyona selaku pengacara Lukas membacakan surat keberatan itu. Dalam surat tersebut Lukas membantah dirinya menerima suap dan merasa difitnah.
"Keberatan pribadi Lukas Enembe, saya difitnah, saya dizalimi, saya dimiskinkan," kata Petrus Bala.
Dalam penyelidikan kasus ini, KPK dinilai mencari-cari kesalahannya. Sehingga dia membantah menerima suap dan gratifikasi.
"Saya Lukas Enembe, tidak pernah merampok uang negara, tidak pernah menerima suap. Tapi, tetap saja KPK menggiring opini publik seolah-olah saya penjahat besar. Saya dituduh penjudi, sekalipun itu memang benar, hal itu merupakan tindak pidana umum. Bukan KPK yang mempunyai kuasa melakukan penyelidikan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dalam bentuk uang tunai dan pembangunan perbaikan aset pribadinya.
"Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp 45.843.485.350 (Rp 45,8 miliar)," kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/6).
Jaksa menyebut suap yang diterima Lukas berasal dari Piton Enumbi dan Rijatono Lakka. Piton Enumbi sebagai pemilik PT Melonesia Mulia memberi uang ke Lukas Enembe sebesar Rp 10,4 miliar. Sementara Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo memberikan Rp 35,4 miliar.
Suap itu terjadi pada tahun 2018 lalu. Piton Enumbi dan Rijantono memberikan suap ke lukas dengan tujuan Gubernur Papua ini memenangkan perusahaannya dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua.
Jaksa mengungkap suap dari Rijatono itu terbagi dalam uang Rp 1 miliar dan Rp 34,4 miliar dalam bentuk pembangunan atau renovasi aset Lukas. Aset itu antara lain hotel, dapur katering, kosan hingga rumah.
Lukas juga didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar. Duit itu diterima Lukas dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun. Jaksa mengatakan Lukas tidak melaporkan penerimaan uang itu ke KPK sehingga harus dianggap suap.
Atas perbuatannya, Lukas didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi.
(asm/asm)