Sopir Teman Bus Mamminasata bernama Abdul Sikki (33) memperkosa seorang pelajar yang masih berusia 15 tahun di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Direktur Yayasan Rumah Mama Sulawesi Selatan (Sulsel) Lusia Palulungan meminta pengelola tidak lepas tangan atas insiden itu.
"Yang harus diperhatikan oleh pengelola adalah petugas-petugas bus, apakah dia sopir atau kondektur, itu memang harus diberi pemahaman tentang prinsip-prinsip pencegahan kekerasan, khususnya kekerasan seksual," kata Lusia kepada detikSulsel, Kamis (9/3/2023).
Lusia pun menekankan agar pelaku dikenakan sanksi sesuai aturan berlaku. Pelaku pemerkosaan mesti diberi efek jera agar insiden ini tidak terulang lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi ini kan anak di bawah umur yah. Dobel sanksinya, UU pidana kekerasan seksual dan juga UU perlindungan anak," jelasnya.
Lusia juga meminta perlunya ada pengawas khusus yang melakukan pantauan berkala saat bus beroperasi. Menurutnya, pemantauan seperti itu untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
"Kan saya lihat memang kan bus itu kadang penumpangnya minim yah, sehingga memang butuh pengawas, misalnya di setiap halte. Itu juga penting untuk meminimalisir (kejadian serupa)," tegasnya.
Dia menganggap fungsi pengawasan itu dititikberatkan pada pengelola layanan. Lusia menegaskan layanan yang disiapkan pengelola tidak hanya seputar keamanan bus, juga hal lain seperti keamanan dari pelecehan dan kekerasan lainnya.
"Yah artinya pengelola harus memastikan aman dan nyaman yah. Aman itu tidak hanya terkait fasilitas (kebersihan, keamanan mobil, safety sopir). Tapi itu tadi, bagaimana kekerasan bisa dicegah," tegas Lusia.
Selain regulasi dan pengawas, Lusia juga meminta agar dibuat kode etik khusus bagi para sopir bus agar tidak berinteraksi berlebihan kepada penumpangnya. Menurutnya, interaksi antara sopir dan penumpang yang berlebihan bisa berbuah kesalahan.
"Selain itu juga perlu dibuat kode etik yah, bahwa sopir tidak bisa berinteraksi dengan penumpang. Yah interaksi ini maksudnya seperti tadi, dia antar kan," kata Lusia.
"Yah artinya untuk sampai di rumah kostnya kan tidak diantar lagi pakai bis. Artinya ada proses misalnya di bisnya sendiri perkenalan awal, lalu kemudian menjadi akrab, dan ada kejadian itu berarti sudah beberapa kali pertemuan. Itu yang harus ada dalam kode etik," sambungnya.
Lusia menyebut para penumpang bus pun perlu diberikan edukasi saat menggunakan layanan. Dia menyebut edukasi terhadap pengguna layanan bisa berupa imbauan lewat peringatan tulisan-tulisan di dalam bus.
"Di dalam bis mungkin ada tulisan-tulisan, edukasi, supaya orang selalu mengingat. Untuk menghindarkan dirinya dari kekerasan atau menjadi pelaku kekerasan," paparnya.
Lusia juga berpesan kepada para orang tua anak agar intens berkomunikasi dengan anaknya saat telah di rumah. Dia juga meminta agar para orang tua meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap anaknya.
"Jadi pengawasan orang tua itu harus intens. Misalnya menanyai anak saat pulang, apa yang terjadi dan seterusnya. Dan anak juga harus diberikan pengetahuan tentang bentuk-bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual," paparnya.
Untuk diketahui, sopir Teman Bus Trans Mamminasata, Abdul Sikki (31) memperkosa penumpangnya yang masih berusia 15 tahun pada Rabu (1/3). Korban yang awalnya hendak pulang, justru dibawa pelaku ke kosannya.
"Korban diminta diantar untuk pulang ke rumah, akan tetapi pelaku tidak membawanya ke rumah akan tetapi membawa ke kosnya," terang Kasubnit Jatanras Polrestabes Makassar Ipda Nasrullah kepada detikSulsel, Rabu (8/3).
Saat di kosan, pelaku awalnya memberikan makan kepada korban. Tak berselang lama, pelaku kemudian memperkosa korban.
"Setelah sampai di kos, korban diberikan makanan setelah itulah pelaku melakukan aksinya," kata Nasrullah.
(sar/sar)