Profesor Papua Kritik Lukas Minta Diperiksa di Lapangan: Tak Ada di Sistem

Papua

Profesor Papua Kritik Lukas Minta Diperiksa di Lapangan: Tak Ada di Sistem

Andi Nur Isman - detikSulsel
Minggu, 09 Okt 2022 18:22 WIB
Guru besar FH Uncen Papua, Prof Melkias Hetharia
Guru besar FH Uncen Papua, Prof Melkias Hetharia (Istimewa)
Jayapura -

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua, Prof Melkias Hetharia mengkritisi permintaan massa simpatisan Gubernur Papua Lukas Enembe terkait pemeriksaan yang akan dilakukan KPK. Simpatisan meminta Lukas Enembe diperiksa di Jayapura, Papua dan dilakukan di lapangan terbuka.

"Untuk mengadili seseorang di lapangan seperti itu, saya kira dalam sistem hukum kita tidak mengenal itu. Jadi itu harus dilakukan berdasarkan aturan hukum acara," ujar Prof Melkias dalam keterangan yang diterima detikcom, Minggu (9/10/2022).

Pernyataan Melkias menyikapi pihak Lukas Enembe yang memastikan Gubernur Papua tersebut tidak akan ke Jakarta untuk diperiksa KPK karena sakit. Kemudian kuasa hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona menyebut, massa pendukung Lukas Enembe meminta pemeriksaan terhadap kliennya dan keluarga oleh KPK dilakukan di lapangan terbuka agar bisa disaksikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prof Melkias menjelaskan, Indonesia memiliki hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Sehingga menurutnya, poses hukum yang berlangsung dalam rangka penyelesaian masalah korupsi di Papua, termasuk kasus Lukas Enembe semuanya berjalan menurut hukum acara yang ada.

Maka dari itu, dia meminta KPK untuk bekerja secara profesional dan menyidik perkara ini sesuai dengan hukum yang ada. Kemudian juga menegaskan bahwa semua prosedur itu bisa menjamin keadilan bagi tersangka.

ADVERTISEMENT

"Biarlah aturan hukum ditaati oleh semua pihak, karena kita hidup dalam suatu negara dan negara ini adalah negara hukum sehingga semua orang harus mematuhi hukum," kata Melkias.

Menurutnya, jika semua pihak tunduk dan taat pada hukum, maka akan membawa berdampak pada keadilan hukum dan kesejahteraan. Hal ini disebutnya berlaku untuk semua baik hukum positif, agama, adat, maupun internasional.

"Kita semua harus tunduk kepada aturan-aturan itu. Dan semua aturan itu tanpa kecuali berada dalam kehidupan kita secara simultan, berlaku secara bersama-sama. Maka mau tidak mau kita harus mentaati semua hukum yang ada," ucapnya.

Dia juga menegaskan bahwa korupsi adalah sebuah tindakan tercela yang harus dihukum dan dihindari karena menyebabkan kesengsaraan dan kehancuran suatu bangsa. Namun dalam penanganannya, hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan universal disebutnya harus dijunjung tinggi.

"Silakan KPK melaksanakan tugasnya, namun harus dijalankan secara profesional sehingga dalam penegakan itu ada keadilan prosedural yang perlu diperhatikan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan," imbuhnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya..

Lebih lanjut Melkias berbicara soal gonjang-ganjing para pemimpin di pusat dengan penasihat hukum Lukas Enembe. Dia mengimbau agar masing-masing pihak harus bekerja secara profesional.

"Kalau masalah gratifikasi Rp 1 miliar, ya itu saja yang dibicarakan, kenapa melebar ke mana-mana. Penasihat hukum harusnya fokus ke Rp 1 miliar itu. Komentari itu saja. Tidak usah bawa ke ranah politik. (Mereka) bukan penasihat politik, tapi penasehat hukum, supaya tidak menimbulkan gesekan-gesekan ke mana-mana," sebut Melkias.

Sementara itu, Melkias juga berbicara soal alasan kesehatan yang menjadi dalih Lukas Enembe tidak dapat memenuhi panggilan KPK. Dia menyebut KPK memiliki akses untuk mempelajari rekam medis Lukas Enembe di rumah sakit di Singapura.

Dokter yang menangani Lukas Enembe di Singapura tersebut bisa menjadi mediator untuk menengahi persoalan yang belakangan ini terus mencuat antara KPK dan kuasa hukum Lukas Enembe.

"Saya kira jalan yang terbaik adalah KPK dapat bekerja sama dengan tim dokter di Singapura yang mengetahui rekam medis Lukas Enembe secara pasti. Kalu dokter yang masuk di tengah mungkin kita akan terlepas dari kepentingan-kepentingan lainnya," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kepala Daerah Nyeletuk Gaji Tak Cukup Bikin Pimpinan KPK Marah"
[Gambas:Video 20detik]
(asm/tau)

Hide Ads