Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menyesalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengarsipkan laporannya terhadap Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep. Laporan Ubedillah terkait dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) terhadap kedua anak presiden tersebut.
"Saya menyayangkan argumen komisioner tersebut yang menyatakan bahwa tidak ada kaitannya dengan pejabat negara karena dinilai bukan penyelenggara negara," sesal Ubedillah kepada wartawan dilansir dari detikNews, Minggu (21/8/2022).
Diketahui Gibran dan Kaesng dilaporkan atas dugaan tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan. Dosen UNJ melaporkan dugaan kasus korupsi tersebut ke KPK pada 10 Januari 2022 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal secara nyata-nyata Gibran dan Kaesang adalah putra dari penyelenggara negara (Presiden Republik Indonesia). Selain itu Gibran adalah penyelenggara negara karena saat dilantik sebagai wali kota ternyata Gibran masih menjabat sebagai komisaris utama perusahaan yang saya sebut dalam laporan," sambung Ubedilah.
Lebih jauh dirinya menjelaskan, Gibran dilantik menjadi Wali Kota Solo pada 26 Februari 2021. Sementara saat itu Gibran juga masih terdaftar sebagai pemilik saham di sejumlah perusahaan.
"Pada saat yang sama Gibran juga masih terdaftar (belum mundur) sebagai komisaris di PT. Siap Selalu Mas (memiliki 47 % saham PT.Harapan Bangsa Kita), dan Komisaris utama PT Wadah Masa Depan (memegang 19,7 % saham)," urai dia.
Menurutnya, korupsi bukan hanya mengambil uang negara (APBN/APBD) yang bukan haknya. Ubedillah lantas mengutip buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, definisi korupsi telah gamblang dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam pasal-pasal tersebut, lanjut Ubedillah, tindak pidana korupsi dirumuskan ke dalam 30 jenis, salah satunya memberi hadiah atau gratifikasi.
"Perlu diingat juga bahwa dalam kasus yang saya laporkan juga ada pengangkatan penyelenggara negara yaitu pengangkatan Duta Besar yang sebelumnya ia sebagai Managing Director di PT. SM. Ia bukan diplomat karir. Di mana putra dari Duta Besar yang diangkat pada tanggal 17 November 2021 tersebut diketahui menjalin kerjasama bisnis yang sangat intens dengan Gibran dan Kaesang, ada peralihan kepemilikan saham, hingga bisnis putra Presiden tersebut mendapat kucuran dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura," ungkap Ubedillah.
Selain itu dirinya menyebut ada 20 perusahaan yang dimiliki putra Jokowi itu. Perusahaan-perusahaan itulah yang menurutnya perlu ditelusuri KPK terkait adanya potensi KKN.
"Termasuk misalnya pembelian saham 40% PT. Persis Solo Saestu oleh Kaesang bersama Erik Thohir. Apakah benar pembelian saham itu berasal dari uang pribadi atau perusahaan milik Kaesang? Tugas mulia KPK merupakan Amanat Reformasi 1998 yang tertuang dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN," bebernya.
Ubedillah juga membantah alasan KPK yang mengarsipkan laporannya lantaran tidak ada data pendukung yang diberikan. Padahal dirinya mengklaim sudah menyampaikan data yang diminta KPK saat Ubedillah diperiksa KPK pada 26 Januari 2022.
"Terkait pernyataan Nurul Ghufron yang menyatakan belum adanya data dukung, sebenarnya telah dijawab pada tanggal 26 Januari 2022 saat saya dipanggil KPK selama dua jam dengan menyampaikan data-data awal dan penjelasan hukum yang lebih detail kepada KPK pada saat itu," tegasnya.
Menurut Ubedillah, KPK semestinya bisa menelusuri data-data awal tersebut hingga menemukan peluang untuk mengusut tuntas dugaan TPPU berkaitan dugaan
KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan tersebut.
"Jadi urusan penelusuran itu urusan KPK yang memiliki wewenang atas nama Undang-undang, bukan saya, itu tugas KPK," pungkasnya.
Simak alasan KPK di halaman berikutnya.