Polisi Sulsel AKBP Mustari menyatakan banding setelah disanksi pemecatan tidak hormat atau PTDH dalam sidang kode etik Propam Polda Sulsel. Oknum perwira Polda Sulsel itu diberi waktu 14 hari mengajukan memori banding.
"Yang bersangkutan (nyatakan) banding," ujar ketua sidang kode etik Kombes Ai Afriandi kepada wartawan, Jumat (11/3/2022).
Afriandi mengatakan, putusan PTDH dalam sidang kode etik pada prinsipnya bersifat rekomendasi. Polda Sulsel rencananya akan mengirimkan rekomendasi pemecatan tidak hormat tersebut ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo apabila putusan banding nanti menyatakan AKBP Mustari tetap di-PTDH.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena yang bersangkutan AKBP (perwira menengah) maka keputusan tetap (harus melalui) Pak Kapolri," kata Afriandi.
Sementara itu, Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Agoeng Adi Koerniawan menilai AKBP Mustari memang memiliki hak untuk banding.
"Terhadap putusan tadi memang benar yang bersangkutan mengajukan banding. Banding akan kami sidangkan setelah bersangkutan melalui sekretaris mengajukan memori bandingnya," ujar Kombes Agoeng dalam wawancara terpisah.
Untuk sidang banding disebut tidak perlu lagi menghadirkan terduga pelanggar. Kombes Agoeng juga mengatakan sidang banding bakal segera digelar.
"Akan secepatnya kita laksanakan setelah yang bersangkutan dalam waktu yang ditentukan mengajukan memori banding kita bentuk perangkat bandingnya," tutur Agoeng.
Diberitakan sebelumnya, AKBP Mustari menjalani sidang kode etik pemecatan pada pukul 08.45 Wita, pagi tadi. AKBP Mustari dihadirkan bersama korban dan tujuh orang lainnya sebagai saksi.
AKBP Mustari dalam sidang kode etik dijatuhi sanksi pemecatan tidak hormat. AKBP Mustari dinyatakan melanggar Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri.
"Hasilnya menjatuhkan sanksi berupa sanksi yang sifatnya tidak administratif berupa perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela," kata ketua sidang kode etik Kombes Ai Afriandi di Mapolda Sulsel, Jumat (11/3).
"Kemudian kedua, sanksi yang sifatnya administratif berupa direkomendasikan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia," sambung Afriandi.
(hmw/nvl)