Makassar - Korban 40.000 Jiwa merupakan tragedi pembantai rakyat Sulawesi Selatan (Sulsel) oleh tentara Belanda yang dipimpin oleh Raymond Westerling pada 1946-1947.
Peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa
Melihat Lagi Jejak Kekejaman Westerling dalam Tragedi Korban 40.000 Jiwa
Raymond Paul Pierre Westerling merupakan Kapten Depot Pasukan Khusus Atau Depot Speciale Troepen (DST). Ia diutus pemerintah Belanda ke Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk mengatasi pemberontakan rakyat Sulsel yang pro Republik dan menolak rencana pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT). (Foto: Repro buku "Sulawesi Selatan Berdarah")
Aksi "bersih-bersih" mulai dilakukan Westerling dan pasukannya setelah pemerintah kolonial Belanda menetapkan status keadaan darurat perang atau Staat van Oorlog en Beleg (SOB) pada tanggal 11 Desember 1946 untuk Afdeling Makassar, Afdeling Bonthain (sekarang Bantaeng), Afdeling Parepare, dan Afdeling Mandar. (Foto: Repro buku 'Sulawesi Selatan Berdarah')
Ditetapkannya status SOB, maka wilayah-wilayah yang masuk dalam 4 afdeling tersebut berlaku Stand Retch, yakni tentara dan polisi Belanda berhak menembak setiap orang yang dicurigai di tempat tanpa suatu proses hukum. (Foto: Repro buku 'SOB 11 Desember sebagai Hari Korban 40.000 Sulawesi Selatan')
Operasi dimulai dari wilayah Makassar. Desa Batua dan kampung-kampung di sekitarnya menjadi sasaran pertama pada 11 Desember 1946. (Foto: Repro buku 'Sulawesi Selatan Berdarah')
Westerling memulai operasi dengan mengepung desa sejak pukul empat pagi. Penduduk digiring ke Desa Batua, rumah-rumah digeledah, dan 9 orang yang mencoba melarikan diri langsung ditembak mati. Dilanjutkan dengan mencari kaum ekstremis, perampok, penjahat, dan pembunuh berbekal nama-nama pemberontak yang sebelumnya disusun oleh Vermeulen, anak buahnya yang telah tiba di Makassar lebih dulu. (Foto: Beeldbank WO2)
Sebanyak 35 orang yang dituduh sebagai kaum pemberontak langsung dieksekusi di tempat. Westerling menyebutkan bahwa 35 orang yang dihukum itu terdiri dari 11 ekstremis, 23 perampok dan seorang pembunuh. (Foto: Beeldbank WO2)
Pembantaian berlanjut pada 12–13 Desember di Desa Tanjung Bunga. Sebanyak 61 orang dieksekusi, disusul aksi pembakaran kampung-kampung kecil di sekitarnya sehingga total korban mencapai 81 orang. (Foto: Beeldbank WO2)
Pada malam 16 menuju 17 Desember, pembantaian dilakukan di Desa Jongaya, bagian tenggara Makassar. Di wilayah ini, sebanyak 33 orang dieksekusi. Setelah menyelesaikan gelombang pertama di Makassar, Westerling memimpin operasi tahap kedua keluar kota pada 19 Desember 1946 di wilayah Takalar. Kemudian dilanjutkan ke Gowa pada 26 Desember 1946. (Foto: Beeldbank WO2)
Pada Februari 1947, Westerling menyasar wilayah Parepare dan Pinrang. Puncak tragedi terjadi di Mandar (kini Sulawesi Barat), yang saat itu masih bagian dari Sulawesi Selatan. Tokoh-tokoh perjuangan seperti M Ma’roef Imam Baroega, H Ma'roef Imam Baroega, Soelaiman Kapala Baroega, Daaming Kapala Segeri, H Nuhung Imam Segeri, H Sanoesi, H Dunda, H Hadang, dan Muhamad Saleh menjadi korban yang dieksekusi secara massal. (Foto: Beeldbank WO2)











































