9 Contoh Kearifan Lokal Sulawesi Selatan, Mulai dari Sikap hingga Tradisi

Nur Ainun - detikSulsel
Sabtu, 18 Feb 2023 12:10 WIB
Ilustrasi kearifan lokal Sulawesi Selatan (Foto: Dok. Reuters)
Makassar -

Sulawesi Selatan memiliki beragam kearifan lokal. Contoh kearifan lokal Sulawesi Selatan telah dirangkum di bawah ini.

Kearifan lokal merupakan kebudayaan suatu daerah atau tempat, yang masyarakatnya memiliki kebiasaan atau adat istiadat. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun, diakui, dan dilaksanakan sebagai sebuah tradisi.

Nah, Sulawesi Selatan adalah salah satu daerah yang masih sangat kental dengan kearifan lokalnya. Terlebih lagi, Sulawesi Selatan memiliki beragam suku atau etnis besar yakni Makassar, Bugis, Toraja, dan juga Mandar yang saat ini sudah berada di wilayah Sulawesi Barat.


Berikut 10 contoh kearifan lokal yang ada di Sulawesi Selatan seperti dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber:

1. Budaya Tabe'

Budaya tabe merupakan sikap sopan santun dan saling menghargai sesama. Nilai yang terkandung dalam budaya tabe adalah, sipakatau (tidak membeda-bedakan), sipakalebbi (salig menghormati), dan sipakainge (saling mengingatkan).

Budaya tabe dapat dilakukan dengan cara memberikan senyuman kepada orang yang ingin disapa sambil sedikit menundukkan kepala. Selain itu, ketika ingin melewati seseorang ucapkan kata tabe atau permisi sambil membungkuk setengah badan.

2. Appalili

Appalili termasuk salah satu kearifan lokal yang ada di Sulawesi Selatan. Appalili merupakan tradisi upacara adat yang dilakukan sebelum menanam padi di area persawahan.

Tradisi ini dilakukan agar tanaman padi terhindar dari kerusakan. Sekaligus sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta karena berkat rahmat dan taufiknya, sehingga masyarakat setempat dapat hidup tentram, aman, dan tercukupi pangannya.

Appalili merupakan warisan turun temurun, yang hingga saat ini masih tetap dipertahankan. Sebelum melakukan ritual appalili, tokoh masyarakat dan tokoh tani bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan musyawarah penentuan pelaksanaannya.

3.Masoppo Bola

Masoppo bola dalam bahasa Indonesia berarti memindahkan atau mengangkat rumah. Masoppo bola adalah sebuah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat.

Tradisi ini dilakukan dalam rangka memindahkan rumah yang terbuat dari kayu secara gotong royong. Rumah tersebut dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada hari Jumat yaitu setelah di laksanakan salat Jumat. Sebelum mengangkat rumah, biasanya diawali dengan makan bersama, bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi sekaligus menambah kekuatan.

Biasanya, pemilik rumah memindahkan rumah tersebut dengan alasan rumahnya telah terjual atau ada keluarga yang ingin membangun rumah di tempat tersebut. Tradisi Masoppo Bola masih dilestarikan di beberapa daerah, salah satunya di Kabupaten Bone.

4. A'rate'

A'rate' berasal dari kata rate' yang berarti pembacaan naskah secara bersama sambil dilagukan. A'rate' adalah sebuah tradisi pembacaan kitab barazanji pada bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau pada bulan Rabiul Awal.

Tradisi ini dilakukan di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, yakni Kabupaten Takalar dan Gowa. Pada umumnya A'rate' dilakukan oleh kaum laki-laki, baik yang masih berusia mudah maupun tua.

5. Akkudu-kudu

Akkudu-kudu juga merupakan salah satu kearifan lokal yang ada di Sulawesi Selatan. Akkudu-kudu mirip dengan tradisi appalili, namun tetap memiliki sebuah perbedaan.

Tradisi Akkudu-kudu dilakukan ketika masa panen padi telah selesai. Hal tersebut dilakukan masyarakat setempat sebagai bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan.

Tradisi ini masih terjaga hingga sekarang, terutama di daerah Sapayya, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa. Dalam melaksanakan tradisi Akkudu-kudu dibutuhkan assung (lesung) sebagai alat utama. Alat ini melahirkan irama musik yang merdu.

6. Accera Kalompoang

Accera kalompoang merupakan upacara adat untuk membersihkan benda-benda pusaka kerajaan Gowa yang tersimpan di Museum Balla Lompoa. Upacara ini dilaksanakan setiap hari raya Idul Adha selama dua hari berturut-turut.

Accera kalompoang bertujuan sebagai persembahan untuk Kerajaan Gowa. Prosesi ini dimulai dengan pemotongan kerbau, barazanji, dan pemanggilan para leluhur di hari pertama.

Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan air di sumur tua yang terletak di Katangka, Gowa. Air tersebut kemudian akan diarak masyarakat dengan menggunakan pakaian adat.

7. Ma'nene

Ritual Ma'nene merupakan salah satu tradisi yang dilakukan Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Tradisi ini berupa membersihkan jenazah yang telah meninggal puluhan bahkan ratusan tahun atau yang telah berbentuk mumi.

Ritual tersebut hingga saat ini masih dijaga oleh masyarakat Suku Toraja. Pada tradisi ini, satu rumpun keluarga melakukan pembersihan mumi leluhur sebagai garis keturunannya.

Tradisi ini dilakukan dengan cara ziarah makam, lalu membuka peti jenazah, dan mengganti pakaian para leluhur yang sudah meninggal. Setelah digantikan pakaian, jenazah akan dijemur selama beberapa waktu sebelum akhirnya dimasukkan kembali ke dalam peti.

Tradisi ini bertujuan untuk menghargai serta mengingat kembali leluhur yang sudah meninggal dunia.

8. Mattompang Arajang

Mattompang arajang ini merupakan sebuah ritual adat yang sakral. Ritual ini dilakukan setiap tahun, yang dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah Kabupaten Bone dalam rangka penyucian benda-benda pusaka warisan Kerajaan Bone.

Ritual tersebut sebagai salah satu pesta adat masyarakat, sekaligus pelestarian budaya Kerajaan Bone. Prosesi tersebut biasa juga disebut dengan mappepaccing arajang atau dikenal pula dengan istilah pangadereng dilangiri.

Benda-benda pusaka yang akan dicuci meliputi teddung pulaweng (payung emas), sembangeng pulaweng (selempang emas), kalewang La Tea Riduni (parang). Selain itu, ada juga keris La Makkawa, Tombak La Sagala, Kelewang Alameng Tata Rapeng (senjata adat tujuh atau ade' pitu).

Pencucian benda pusaka tersebut menggunakan beberapa air sumur yang berada di Kabupaten Bone, yakni Bubung Parani, Bubung Bissu, Bubung Tello', dan Bubung Laccokkong. Sumber mata air ini dikumpulkan sebagai bahan pembersihan pusaka.

9. Uang Panai

Uang panai yang dalam bahasa lainnya biasa disebut panaik atau panai', merupakan salah satu hal wajib dalam tradisi pernikahan di suku Bugis-Makassar. Uang panai adalah uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki untuk membiayai pernikahan pihak perempuan.

Beberapa orang menyalah artikan uang panai sebagai mahar dalam pernikahan. Padahal, meskipun sama-sama diberikan oleh calon pengantin pria kepada calon istrinya, panai dan mahar memiliki kedudukan berbeda pada tradisi suku Bugis-Makassar.

Uang panai diberikan untuk membiayai segala kebutuhan pernikahan di pihak perempuan. Sementara mahar merupakan pemberian calon pengantin pria yang nantinya mutlak milik sang wanita ketika sah menjadi istri.



Simak Video "Video Kondisi TKP Ledakan Bom Ikan di Bulukumba: Rumah Hancur-1 IRT Tewas"

(asm/asm)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork