Rumah adat Kalimantan Selatan memiliki ragam keunikan dan ciri khasnya tersendiri. Tidak hanya karakter, tetapi arsitektur dan makna-makna filosofisnya patut untuk diketahui.
Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan khazanah budaya. Sebagian besar masyarakatnya termasuk dalam Suku Banjar.
Suku Banjar memiliki warisan budaya dan adat yang kuat dari Kesultanan Banjar di masa lalu. Termasuk dalam hal rumah adat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ragam jenis dan bentuk rumah adat Banjar ini dipengaruhi pada fungsi dan penggunaannya. Untuk menambah wawasan tentang Budaya Indonesia, patut mengetahui pula rumah adat Kalimantan Selatan ini.
Berikut daftar 12 rumah adat Kalimantan Selatan khas Suku Banjar yang dirangkum detikSulsel dari buku berjudul "Mengenal Rumah Tradisional di Kalimantan" yang diterbitkan oleh Kemdikbud RI:
1. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Bubungan Tinggi
Rumah adat Kalimantan Selatan yang pertama adalah Bubungan Tinggi. Ini adalah rumah adat tradisional Suku Banjar yang paling utama.
Dulunya rumah adat ini digunakan sebagai tempat kediaman utama Sultan Banjar. Karena itu setiap bagian dan arsitekturnya dibuat sedemikian rupa dan mengandung makna filosifis tersendiri.
Rumah Bubungan Tinggi terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Jenis kayu ini dikenal sangat kuat dan tahan lama. Bahkan bagian atap rumah Bubungan Tinggi ini menggunakan kayu ulin, sebab tahan terhadap air.
Secara sekilas arsitektur rumah adat ini berupa rumah panggung. Di mana tiang-tiang utama menopang lantai rumah ini agar tidak menempel di tanah. Jarak antara tanah dan lantai rumah kurang lebih 2 meter, sehingga penampakan rumah adat Bubungan memang sangat tinggi.
Untuk menambah keindahan rumah, ditambahkan berbagai ukiran dan ornamen-ornamen khusus. Namun bukan cuma itu, ornamen dan ukiran tersebut juga memiliki makna tersendiri.
Secara filosofis, Rumah Adat Bubungan Tinggi melambangkan pohon kehidupan. Pohon ini memiliki makna keseimbangan dan keharmonisan antar sesama manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan yang Maha Esa.
2. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Gajah Baliku
Rumah adat Kalimantan Selatan Gajah Baliku juga merupakan rumah tradisional Suku Banjar. Yang membedakan dengan rumah Adat sebelumnya adalah penggunaannya dan sedikit arsitektur di dalamnya.
Jika rumah adat Bubungan Tinggi digunakan sebagai kediaman Sultan, maka rumah Gaja Baliku digunakan untuk saudara dan kerabat Sultan. Dari segi arsitektur keduanya sekilas terlihat sama. Perbedaan akan nampak ketika masuk ke bagian ruang tamu.
Pada Rumah Bubungan Tinggi ruang tamu dibuat bertingkat, hal ini dimaksudkan agar Sultan memiliki posisi dan tingkat yang lebih tinggi saat menerima tamu. Sementara rumah Gajah Baliku memiliki ruang tamu yang rata tanpa jenjang.
Makna filosofis yang terkandung di dalamnya juga sama, yakni sama-sama melambangkan hubungan harmonis dan keseimbangan. Selain itu, semua jenis rumah adat Banjar menghadap ke arah sungai. Ini sebagai pertanda bahwa budaya orang Banjar sangat dekat dengan sungai.
Simak selengkapnya di halaman berikut.
3. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Palimasan
Selanjutnya ada rumah adat Palimasan. Rumah ini juga merupakan rumah tradisional Suku Banjar.
Pada masa Kesultanan Banjar, rumah ini digunakan sebagai kediaman Bendaharawan Kerajaan. Tugasnya untuk menjaga emas dan perak milik Sultan.
Karena itu, dari segi arsitektur dan bahan utama, rumah ini dibuat menggunakan bahan kayu ulin yang lebih besar dan kuat. Penggunaan bahan yang kuat ini bermakna kehati-hatian dan keteraturan dalam menjaga harta benda yang dimiliki.
Dinamakan Palimasan, karena bagian atap rumah ini menyerupai limas. Bagian induk rumah berbentuk segi empat, kemudian pada perkembangannya biasa ditambahkan ruang khusus yang disebut anjung pada sisi kanan atau kirinya.
4. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Balai Bini
Seperti namanya, rumah adat Balai Bini ini digunakan sebagai tempat kediaman para putri Sultan atau warga Sultan dari pihak perempuan. Rumah adat ini juga merupakan rumah tradisional dari Kesultanan Banjar.
Arsitektur rumah adat ini tidak beda jauh dengan rumah adat Kalimantan Selatan lainnya. Bangunan induk berbentuk segi empat memanjang dengan atap model perisai. Penggunaan model perisai ini bermakna perlindungan terhadap kaum wanita.
Di dinding depan terdapat satu pintu masuk diapit oleh dua jendela di kanan dan kiri. Bagian teras juga di kelilingi pagar randang besi seperti pada rumah Bubungan Tinggi.
Di samping kiri kanan juga biasanya ditambahkan anjung. Bagian atap anjung ini menggunakan sengkuap yang diberi nama pisang sasikat. Hal ini lantara model atap tersebut menyerupai sesisir pisang.
5. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Tadah Alas
Rumah adat Tadah Alas merupakan salah satu jenis rumah tradisional Suku Banjar. Rumah ini merupakan pengembangan dari Rumah Balai Bini yang ditambahkan satu lapis atas perisai pada bagian depan.
Atap di bagian depan inilah yang disebut sebagai "Tadah Alas" yang fungsinya sebagai kanopi. Tadah alas atau kanopi ini mengandung makna keadilan secara menyeluruh. Di mana bagian induk utama dan bagian depan sama-sama memiliki atap untuk perlindungan.
Seperti rumah adat Kalimantan Selatan lainnya, rumah ini juga berbahan dasar kayu ulin. Warna dasar menggunakan warna alami dan tidak dicat. Namun pada perkembangannya, sebagian masyarakat sudah mengecat rumah-rumah mereka sesuai dengan selera masing-masing
6. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Gajah Manyusu
Rumah adat Gajah Manyusu adalah nama untuk semua bentuk rumah tradisional Suku Banjar yang bangunan induknya beratap perisai. Dalam bahasa Banjar, atas seperti ini disebut atap hidung bapicik.
Pada masa Kesultanan Banjar, rumah ini diperuntukkan kepada para keturunan raja di garis utama. Mereka disebut Warit Sultan (penerus sultan) akan kelak menjadi pemimpin Kesultanan Banjar.
Ciri utama arsitektur rumah adat ini yakni pada bagian bubungannya menyerupai perisai, tetapi seakan-akan terpotong sebagian di depannya. Hal ini sengaja dibuat untuk mengesankan atap yang belum utuh. Ibaratnya tanaman yang belum tumbuh sempurna.
Atap yang belum utuh ini menyiratkan makna bahwa si pemilik rumah adalah calon sultan, namun belum resmi menjadi sultan yang sah.
Pada zaman dulu, bahan dasar rumah ini memakai kayu ulin, baik tiang penyangga, lantai, dinding, maupun atapnya. Warna dasarnya sesuai warna kayu ini. Setelah mengenal cat, Sebagian rumah ini ada yang dicat sesuai dengan selera pemiliknya, misalnya, warna cokelat.
Ada hiasan berupa seni ukir Banjar dalam rumah ini. Bangunan rumah ini juga menghadap ke arah sungai sebagai bagian dari kebudayaan Suku Banjar.
Simak selengkapnya di halaman berikut.
7. Rumah Balai Laki
Masih dari rumah adat Suku Banjar di Kalimantan Selatan, selanjutnya Rumah Balai Laki. Dulu, rumah adat ini digunakan sebagai kediaman para penggawa mantri dan prajurit pengawal keamanan.
Bentuk bagian atap bangunan depan atau induknya, memakai bubungan atas yang menyerupai pelana kuda. Bahannya sirap yang berupa kepingan papan tipis-tipis dari kayu ulin.
Selain bangunan induk yang berbentuk segi empat memanjang, di samping kiri dan kanan juga biasanya ditambahkan anjung. Ruang anjung tambahan ini letaknya agak ke belakang dan beratap sengkuap atau pisang sasikat.
Di bagian depan rumah, hanya ada satu pintu yang digunakan untuk masuk dan keluar. Satu pintu ini maknanya berjiwa kesatria yang gagah berani, cerdas dan sigap. Di mana dia tidak mau melarikan diri dari pintu belakang.
Di kiri dan kanan pintu terdapat jendela. Beranda dalam ditopang dengan empat pilar. Semua bangunan tidak dicat dan hanya menggunakan warna dasar dari kayu ulinnya. Jenis rumah adat kalimantan ini sudah jarang ditemukan.
8. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Palimbangan
Rumah Palimbangan dulunya digunakan sebagai tempat kediaman para tokoh agama Islam dan para alim ulama. Rumah ini mengandung makna kuatnya agama Islam dan penghormatan terhadap ulama di Kesultanan Banjar.
Corak arsitektur utama bangunan ini terdapat di bagian atap depannya yang menggunakan bubungan atap model pelana. Sementara di bagian samping, tidak menggunakan ruang tambahan atau anjungan.
Di bagian atas teras depannya ditutup dengan atap sindang langit. Atap teras depan ini biasanya dibuat melebar ke samping. Atapnya terbuat dari pengingan papan tipis-tipis atau sirap yang berasal dari kayu ulin juga.
Beranda rumah ini ditopang empat pilar. Empat pilar ini masing-masing merupakan simbol dalam agama Islam.
- Pilar pertama menyimbolkan syariat, yakni hukum yang mengatur seluruh kehidupan manusia.
- Pilar kedua adalah simbol tarekat, yaitu jalan yang dilalui untuk menjalankan agama.
- Pilar ketiga merupakan simbol hakikat. Ini adalah intisari atau dasar agama Islam.
- Pilar keempat yaitu simbol makrifat. Yaitu tingkat penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, terdapat seni ukiran Suku Banjar berupa motif anak catur, yang di kiri dan kanannya terdapat ukiran jengger ayam, lipan atau paku alai. Ukiran ini disebut Jamang, letaknya tepat di bagian puncak rumah.
9. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Cacak Burung
Rumah Cacak Burung ini juga termasuk rumah tradisional Suku Banjar. Jenis rumah adat inilah yang digunakan sebagai hunian rakyat biasa.
Bangunan induknya memanjang dengan beratap pelana. Ruang dalam yang ada di belakang dan ruang samping kiri dan kanan ditutupi atap limas. Posisi atap limas ini melintang dan posisinya lebih tinggi daripada atap pelana.
Dengan kata lain, kedua atap, yakni atap pelana dan atap limas membentuk tanda plus (+). Simbol ini adalah tanda magis penolak bala, bentuk tanda tambah (+) inilah yang menyerupai bentuk cacak burung.
Seperti pada rumah-rumah adat Suku Banjar lainnya, rumah adat ini menggunakan bahan dasar kayu ulin. Dan pada saat dahulu rumah ini tidak dicat, warnanya sesuai dengan warna dasarnya.
Simak selengkapnya di halaman berikut.
10. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Lanting
Rumah ini merupakan rumah rakit tradisional Suku Banjar. Bangunan rumah ini mengapung di atas air, di sungai atau di rawa dengan pondasi rakit.
Bagian pondasi terdiri atas susunan batang-batang pohon besar. Biasanya ada tiga batang pohon besar yang dipakai sebagai pondasinya. Di bagian dinding rumah, dibuat dengan menyusun kayu lanan secara mendatar. Atapnya berupa atap pelana.
Untuk menghubungkan kayu dengan daratan dibuat titian dari bahan kayu atau bambu. Bahan atapnya bisa berupa sirap, rumbia atau seng.
11. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Joglo Gudang
Rumah adat Kalimantan Selatan selanjutnya adalah rumah Joglo Gudang. Ini adalah salah satu rumah tradisional Suku Banjar.
Penggunaan istilah "joglo" pada rumah ini sebab bentuk bangunannya menyerupai rumah joglo khas jawa. Adapun penggunaan nama "gudang" sebab pada bagian kolong rumah, digunakan sebagai gudang penyimpanan hasil hutan, karet dan komoditas lainnya.
Arsitektur bangunan ini beratap limas dengan disambung atap sindang langit pada bagian depannya. Atap bagian depannya dibuat tanpa plafon. Sementara di bagian belakangnya disambung dengan atap sengkuap yang disebut hambin awan.
Bangunan rumah adat ini dibuat bertiang tinggi agar di bagian kolong bisa dimanfaatkan untuk menyimpan barang. Sementara di bagian samping tidak ada ruang tambahan (anjung).
Sejarah filosofis, Rumah Joglo Gudang memiliki makna rendah hati dan gemar berbagi. Makna ini terlihat di bagian tepi atap rumanya rendah seakan ingin berbagi dengan yang lain.
12. Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Bangun Gudang
Rumah ini termasuk salah satu rumah tradisional Suku Banjar di Kalimantan Selatan. Selain sebagai tempat tinggal, juga biasanya digunakan untuk menyimpan barang-barang dagangan.
Arsitektur bangunan ini biasanya berupa empat persegi panjang dengan atap berbentuk limas. Rumah ini memiliki tiga pintu masuk, yakni dari tengah, samping kiri dan samping kanan beranda.
Bagian beranda sendiri dibuat kecil karena bagian kanan dan kirinya diubah menjadi dinding depan. Adapun beranda kecil ini bermakna kerja keras atau tidak bermalas-malasan.
Terdapat seni ukir khas Suku Banjar berupa motif anak catur yang di kiri dan kanannya ada ukiran jengger ayam, lipan atau paku alai. Ukiran ini disebut jamang, letaknya tepat di bagian pucuk rumah.
(edr/alk)