Misteri Tradisi Perkawinan Sedarah Suku Polahi di Gorontalo

Misteri Tradisi Perkawinan Sedarah Suku Polahi di Gorontalo

Nurul Istiqamah - detikSulsel
Sabtu, 27 Agu 2022 21:15 WIB
Perempuan warga suku Polahi berada di gubuk tempat mengamati lahan perkebunan mereka di tengah perbukitan dan hutan di Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Anak-anak suku Polahi. (Foto: ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)
Makassar -

Suku Polahi merupakan suku terdalam yang berada di hutan Gunung Boliyohuto, Gorontalo. Masyarakat suku Polahi selama ini dikenal sangat tertutup.

Hingga kini kehidupan yang dijalani suku Polahi masih primitif, terutama kelompok masyarakat paling dalam. Masyarakat suku Polahi hidup dengan mengandalkan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang ada di sekitarnya.

Salah satu tradisi menarik dari masyarakat suku Polahi adalah perkawinan sedarah atau Incest. Pernikahan tersebut bisa antara ibu dan anak laki-laki, bapak dan anak perempuan, maupun saudara laki-laki dan saudara perempuannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Antropolog dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Yowan Tamu menjelaskan tradisi ini terbentuk karena masyarakat suku Polahi sangat tertutup dan tidak menerima edukasi apapun. Selain itu, masyarakat suku Polahi juga tidak mengenal agama apapun.

"Karena memang mereka orang yang hidup tertutup dan tidak pernah diberi edukasi apapun," terang Yowan kepada detikSulsel, Jumat (26/8/2022).

ADVERTISEMENT

Namun, terdapat sejumlah misteri meliputi tradisi perkawinan sedarah suku Polahi hingga kini. Yowan mengatakan beberapa tanda tanya terkait tradisi perkawinan sedarah ini yang belum berhasil diteliti karena susah menjangkau masyarakat suku Polahi.

"Ada sejumlah penelitian yang menyebutkan perkawinan incest, tetapi untuk detailnya itu belum ada," kata Yowan.

Yowan menjelaskan penelitian-penelitian tentang suku Polahi hanya dilakukan pada masyarakat terluar di kaki pegunungan. Sehingga tidak ada penelitian rinci pada masyarakat primitif di kelompok terdalam tentang pernikahan sedarah ini.

"Penelitian kita itu jarang tembus ke klaster atas. Sebenarnya saya juga mau meneliti itu (perkawinan sedarah) tapi memang aksesnya tuh susah," jelasnya.

Dalam analisis jurnal Universitas Sam Ratulangi berjudul "Perkawinan Sedarah Suku Polahi Gorontalo Ditinjau dari Pasal 8 Undang-undang No 1 tahun 1974", disebutkan bahwa sebagai kelompok masyarakat yang melarikan diri ke hutan belantara, perkawinan sedarah disebut sebagai cara untuk mempertahankan eksistensi kelompok.

Pola hidup berpindah di tengah hutan membuat mereka sulit berinteraksi dengan kelompok luar. Sehingga berdampak keberlanjutan generasi harus diupayakan melalui perkawinan sedarah ini.

Keturunan Tidak Cacat

Hal yang paling menjadi misteri dari suku Polahi adalah keturunan yang normal alias tidak cacat. Berdasarkan ilmu medis yang telah melalui penelitian, perkawinan sedarah akan menghasilkan keturunan yang cacat.

Pasalnya, anak hasil hubungan sedarah akan memiliki keragaman genetik yang sangat minim dari DNA-nya. Kurangnya variasi dari DNA dapat meningkatkan peluang terjadinya penyakit genetik langka.

Anehnya, kata Yowan, hasil dari perkawinan sedarah di suku Polahi tersebut tidak menghasilkan keturunan cacat. Keturunan Suku Polah lahir dengan kondisi normal hingga turun temurun hingga saat ini.

"Yang unik adalah hasil keturunan mereka tidak ada yang cacat. Mereka normal normal saja. Tidak seperti yang biasa ada di negara-negara lain. Kalau nikah sedarah pasti cacat kan, kalau di Polahi itu tidak ada (yang cacat)," kata Yowan.

Meski begitu, Yowan mengatakan belum ada yang bisa memecahkan misteri tersebut. Pasalnya belum ada peneliti yang mampu meneliti terkait keunikan tersebut secara keilmuan.

Namun, menurut Yowan, dari kaca mata Antropologi mungkin saja suku Polahi memiliki ritual sehat dengan tradisi mereka. Seperti mengkonsumsi makanan tertentu yang ada di hutan sehingga keturunan mereka tidak mengalami kelainan genetik.

"Mungkin saja mereka memang ada ritual. Seperti mengonsumsi tumbuhan tertentu, kan mereka tinggal di jauh di dalam hutan, di gunung, jadi otomatis kan namanya di gunung pasti banyak tumbuhan-tumbuhan yang mungkin kita belum tau khasiatnya," jelas Yowan.

Selanjutnya jumlah kepala keluarga tidak dapat diketahui...

Jumlah Kepala Keluarga Tidak dapat Diketahui

Akibat dari pernikahan sedarah yang menjadi tradisi, Yowan menuturkan sulit mengetahui jumlah Kepala keluarga pada kelompok Suku Polahi. Sebab sulit untuk mengklaim status dalam keluarga akibat perkawinan incest.

"Sebetulnya tidak bisa kita prediksi berapa kepala keluarga di situ (suku Polahi) karena kan mereka melakukan perkawinan incest. Jadi kita tidak tahu mana yang jadi kepala keluarga, mana yang anak," kata Yowan.

Terkait pendataan, Yowan mengatakan Departemen Sosial Kabupaten Gorontalo hanya bisa mengidentifikasi berdasarkan jumlah kelompok. Adapun kelompok masyarakat suku Polahi terbagi atas empat klaster berdasarkan wilayah.

"Jadi ada nama-namanya. Itu klasternya ada yang disebut sebagai kelompok 9, kelompok 18, kelompok 21, dan kelompok 70. Jadi kalau kelompok 9 itu mereka ada 9 orang di situ. Kelompok 18 mereka 18 keluarga. Kelompok 21 ada 21 keluarga. Jadi nama nama kelompok gitu. Kalau itu yang diidentifikasi oleh Departemen Sosial Kabupaten Gorontalo ya," terangnya.

Yowan mengatakan kelompok besar terdapat di wilayah kaki gunung dan mulai beradaptasi dengan masyarakat, seperti menggunakan baju yang layak dan mulai berdagang. Namun kelompok terkecil merupakan yang paling ekstrem dan tinggal di wilayah terdalam.

"Semakin sedikit itu semakin ekstrem, kelompok 9, itu tidak ada orang berani tembus ke sana," kata Yowan.

Halaman 2 dari 2
(alk/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads