Belajar Sportif dari Permainan Lempar Gasing Suku Mandar di Polman

Belajar Sportif dari Permainan Lempar Gasing Suku Mandar di Polman

Abdy Febriady - detikSulsel
Rabu, 16 Feb 2022 16:59 WIB
Masyarakat suku Mandar di Polman, Sulbar masih melestarikan permainan tradisional gasing.
Foto: Masyarakat suku Mandar di Polman, Sulbar masih melestarikan permainan tradisional gasing. (Abdy Febriady/detikSulsel)
Polman -

Masyarakat suku Mandar yang mendiami Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) masih melestarikan permainan tradisional gasing. Tidak hanya dimainkan anak-anak, tetapi juga orang dewasa hingga orang tua turut berpartisipasi.

Ratusan warga tampak memadati pekarangan berukuran 20 x 30 meter persegi yang berada di sisi Jalan Poros Mapilli-Tutar, Desa Mapilli Barat, Kecamatan Luyo, Rabu (16/2/2022).

Mereka antusias menyaksikan sejumlah warga yang tampak serius bermain adu lempar gasing. Terdengar riuh sorak sorai penonton, ketika gasing yang dilemparkan berhasil mengenai gasing milik lawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masyarakat suku Mandar di Polman, Sulbar masih melestarikan permainan tradisional gasing.Masyarakat suku Mandar di Polman, Sulbar masih melestarikan permainan tradisional gasing. Foto: Abdy Febriady

Sudah beberapa pekan, hampir tiap sore hari warga berkumpul di tempat ini untuk bermain adu lempar gasing yang lebih dikenal dengan istilah maggasing.

Gasing merupakan salah satu permainan tradisional suku Mandar. Sayang saat ini mulai sudah sangat jarang dijumpai dan terancam punah.

ADVERTISEMENT

Salah satu pemuda setempat, Imam Syafei mengaku sengaja menggiatkan kembali permainan ini, agar lebih dikenal generasi masa kini.

"Karena kami ini ingin memperkenalkan permainan tradisional ini kepada generasi masa kini. Apalagi kami senang melihat para orang tua yang antusias bermain, seolah bernostalgia dengan permainan gasing," kata Imam kepada wartawan, Rabu (16/2).

Masyarakat suku Mandar di Polman, Sulbar masih melestarikan permainan tradisional gasing.Masyarakat suku Mandar di Polman, Sulbar masih melestarikan permainan tradisional gasing. Foto: Abdy Febriady

Bukan sekadar permainan, ajang adu gasing ini juga menjadi salah satu sarana untuk merajut tali silaturahmi. Apalagi tidak jarang adu lempar gasing ini diikuti sejumlah pemuda dari berbagai desa.

"Ini pesertanya berasal dari berbagai daerah. Ini adalah permainan sebagai wadah silaturahmi buat generasi masa kini dan para orang tua," ungkapnya tersenyum.

Gasing merupakan salah satu permainan tradisional yang terbuat dari kayu. Bentuknya menyerupai jantung pisang dengan tiga bagian penting, yakni kepala, badang dan ujung bagian bawah.

"Itu filosofinya untuk membangun sportifitas dan juga ketangkasan. Karena kenapa, pemain gasing itu kalau sudah kalah tidak ada yang protes," terang penggiat seni dan budaya Mandar, Adil Tambono melalui sambungan telepon.

Maggasing biasanya dimainkan dalam dua cara. Cara pertama dengan mengadu kemampuan gasing berputar. Gasing yang berputar paling lama adalah pemenang. Kedua, permainan ini dilakukan dengan cara diadu lempar hingga mengenai gasing lawan yang sedang berputar.

Adu lempar gasing biasanya dilakukan dalam dua kelompok, dimana setiap kelompok terdiri 5 hingga 10 orang. Setiap kelompok bergantian memasang dan melempar gasing dari jarak tertentu. Untuk memutar gasing, dilakukan menggunakan tali rafia yang dirajut khusus, sesuai ukuran gasing dan panjang lengan pemainnya.

Menurut Adil, gasing suku Mandar memiliki bentuk sedikit berbeda dengan gasing dari daerah lain, serta terbuat dari kayu jenis khusus yang kuat dan tidak mudah pecah.

"Untuk membuat gasing tidak boleh menggunakan sembarang kayu, harus yang kuat namanya asambi. Karena tidak mudah terbelah ketika dilempar. Bentuknya agak tinggi, karena murni untuk menggambarkan kegagahan, cantik dan terlihat elegan ketika berputar," imbuhnya.

Selanjutnya kata Adil, gasing sengaja dibentuk runcing pada bagian atas dan bawahnya, simbol hubungan dengan sang pencipta.

"Filosofinya kenapa agak runcing, karena itu menuju Tuhan sebenarnya. Konsepnya alam dengan Tuhan sang pencipta. Kenapa runcing karena dia menjurus ke atas," bebernya.

Kendati memiliki makna yang cukup mendalam, Adil menyayangkan lantaran keberadaan permainan tradisional ini terancam punah, akibat permainan modern.

"Di daerah kita, permainan rakyat maggasing hanya dimainkan kelompok tertentu di pedalaman, itu pun bisa dihitung jari. Karena sekarang kecanggihan media elektronik mendominasi, audio visual, anak-anak lebih banyak bermain game," imbuhnya.

Untuk itu ia berharap, pemerintah melakukan upaya untuk mempertahankan dan memperkenalkan permainan gasing kepada generasi masa kini. Salah satunya, dengan menjadikan permainan gasing sebagai salah satu materi muatan lokal di sekolah dasar.

"Ya, bagaimana maggasing sesungguhnya, karena ada nilai filosofi, sportivitas dan kreativitas di dalamnya. Biar generasi kita tidak terlalu instan ada proseslah," pungkasnya.

(tau/nvl)

Hide Ads