PT Vale Tekankan Terbuka Terhadap Masukan soal Kebocoran Pipa Minyak

PT Vale Tekankan Terbuka Terhadap Masukan soal Kebocoran Pipa Minyak

Adhe Junaedi Sholat - detikSulsel
Senin, 22 Sep 2025 15:30 WIB
Kunjungan kerja Komite II DPD RI di kantor Gubernur Sulsel.
Foto: Kunjungan kerja Komite II DPD RI di kantor Gubernur Sulsel. (Adhe Junaedi/detikSulsel)
Makassar -

Masyarakat adat dari Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan (Sulsel), menyuarakan sejumlah hal terkait perusahaan tambang PT Vale Indonesia Tbk, termasuk soal kebocoran pipa minyak. PT Vale pun menekankan bersikap terbuka terhadap masukan terkait persoalan tersebut.

Hal itu mengemuka dalam kunjungan kerja (kunker) Komite DPD RI di Kantor Gubernur Sulsel, Senin (22/9/2025). Masyarakat adat dari Tokarungsie' awalnya menyinggung soal keberadaan PT Vale di Lutim.

"Secara historis kami masyarakat adat secara turun-temurun jauh sebelum kehadiran PT Vale sudah ada di situ. Tanah adat kami itu di antaranya Pontada," kata perwakilan masyarakat adat, Hariyadi Tengke kepada wartawan selepas pertemuan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hariyadi menganggap sudah cukup banyak lahan masyarakat adat yang masuk cagar budaya namun diklaim pihak perusahaan. Padahal sudah ada SK Bupati Lutim 238/D-03/VII/2024 terbit 20 Juni 2024 mengenai cagar kawasan budaya tersebut.

"Yang jadi masalah itu situs cagar budaya kami sudah hampir hilang, seperti kuburan, tanaman pohon sagu, bambu, diambil jadi kawasan dan itu tidak ada pemberitahuan," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Menurut dia, luas cagar budaya masyarakat adat yang masuk kawasan perusahaan seluas 5 hektare. Mestinya perusahaan segera mengembalikan lahan tersebut ke masyarakat adat.

"Itu 5 hektare dipakai untuk bangun lapangan golf. Sementara pembangunan," sebut Hariyadi.

Dia lantas menyinggung petani mengalami kerugian akibat kebocoran pipa PT Vale Indonesia. Petani pun gagal panen karena minyak sampai berdampak ke sungai hingga sawah.

"Kebocoran pipa itu bukan di wilayah adat kami, tapi respons masyarakat di sana menyayangkan adanya kebocoran pipa karena mengganggu sektor pertanian," ujarnya.

Hariyadi menyebut PT Vale sudah berupaya bertanggung jawab membayar ganti rugi atas kebocoran pipa minyak itu. Namun dia berharap perusahaan nikel itu bisa mengevaluasi kejadian tersebut.

"Tanggung jawab perusahaan, dia bertanggung jawab ganti rugi lahan yang sudah terkontaminasi. Itu sudah dilakukan," ungkap Hariyadi.

Sementara itu, anggota Komite II DPD RI, Yulianus Henock Samual meminta perusahaan mengedepankan prinsip lingkungan dan masyarakat. Dia mengaku akan meninjau sendiri permasalahan ini.

"Khusus PT Vale kita siap tinjau langsung, evaluasi. Bila mana tidak punya iktikad baik kepada masyarakat termasuk masalah kebocoran pipa, kita rekomendasikan PT Vale dihentikan kegiatannya," kata Yulianus.

Di satu sisi, Yulianus tidak menampik kerap mendapat laporan masyarakat terkait konflik persoalan tambang. Dia menyinggung soal maraknya kehadiran tambang ilegal.

"Mohon maaf kalau kita tidak banyak bersuara, infrastruktur kita rusak, kemudian pajak tidak jelas dan semua lari ke perseorangan. Memang tambang ilegal ini harus diputus segera," jelasnya.

Anggota Komite II DPD RI lainnya, Riedno Graal Taliawo mengaku perusahaan tambang wajib melibatkan masyarakat adat. Hal ini akan menjadi atensi dalam revisi undang-undang terkait pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

"Catatan kita paling penting juga terkait dengan bagaimana CSR perusahaan wajib melibatkan masyarakat adat. Tapi pertanyaannya masyarakat adat yang mana? ini yang mesti di-perda-kan masyarakat adatnya," ungkapnya.

Dia turut menyoroti peraturan daerah (perda) soal keberadaan masyarakat adat belum sepenuhnya ada di setiap wilayah. Padahal regulasi tersebut penting menunjang pengakuan masyarakat adat.

"Pertanyaannya, perda-nya sudah ada belum di provinsi maupun kabupaten supaya persoalan konflik dengan masyarakat adat dengan korporasi bisa disudahi," ungkapnya.

Dia menuturkan, konflik perusahaan tambang dengan masyarakat adat terjadi karena perebutan wilayah. Masing-masing pihak mengklaim wilayah tersebut.

"Jadi kalau IUP terbit, di situ sudah ada masyarakat adat, IUP harus menyingkir. Selama ini, itu belum ada. Itu yang bikin konflik," jelasnya.


PT Vale Indonesia Siap Cari Solusi

Direktur-Chief Sustainability and Corporate Affairs Office PT Vale Indonesia, Budiawansyah mengaku, pihaknya terbuka terhadap setiap masukan. Perusahaannya juga akan terus berkontribusi kepada pemerintah daerah.

"Kami siap terbuka dan selalu ingin mendapatkan masukan-masukan, sehingga kita bisa mencari titik temu jika ada sesuatu yang perlu dicari solusinya," tegas Budiawansyah.

Diketahui, insiden kebocoran pipa minyak perusahaan. Dia mengatakan ada kerusakan pipa yang terjadi di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Sabtu (23/8) sekitar pukul 07.30 Wita. Pemkab Lutim juga telah turun tangan menyelesaikan persoalan ini.

Sementara itu, Bupati Luwu Timur, Irwan Bachri Syam memastikan akan mengawal 82 hektare lahan milik warga yang berdampak kebocoran pipa minyak PT Vale Indonesia Tbk. Kebocoran pipa minyak tersebut berdampak pada sawah, empang, kebun, hingga peternakan milik warga.




(sar/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads