PT Vale Indonesia mengoptimalkan pengelolaan limbah berkelanjutan dengan menerapkan sistem terpadu mulai dari program Emberisasi, Segregation Plant, hingga Biodigester. Upaya ini menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk mencapai target nol sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau zero waste to landfill pada 2050.
Program Emberisasi menjadi langkah awal pemilahan sampah organik langsung dari sumbernya. Sejak diluncurkan pada Desember 2024, program ini telah diterapkan di 100 rumah di Perumahan Pontada, Sorowako, dengan sistem pengumpulan sisa makanan dalam ember untuk selanjutnya diangkut oleh tim pengelola.
"Datanya yang ter-collect itu setiap harinya di rata-rata 100 kilo per hari dengan sekitar 100 rumah yang ada di daerah Pontada ini. Jadi memang belum keseluruhan, kita masih di daerah Pontada dulu programnya ini, seperti itu," ujar Environment Engineer PT Vale Leoni Butar Butar saat visit media HUT-57 PT Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sabtu (26/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasi penerapannya tersebut merupakan kawasan perumahan karyawan PT Vale Indonesia sebagai contoh awal. Ke depannya, program ini direncanakan untuk direplikasi agar turut diterapkan masyarakat umum.
"Untuk awalnya ini kita lakukan dulu di daerah perumahan karyawan jadi kan kita sebagai maksudnya keluarga karyawan inilah sebagai yang nantinya kita akan adopt juga, kita akan replika juga di daerah masyarakat umumnya juga," ujar Leoni Butar Butar.
Secara teknis, Emberisasi dilakukan dengan memisahkan sampah-sampah organik seperti sisa makanan dan menampungnya di sebuah wadah ember. Setiap malam, ember sampah diletakkan di luar rumah untuk diambil tim pengelola dan dibawa ke Segregation.
Setelah dipilah dari rumah tangga melalui Emberisasi, sampah organik dan anorganik selanjutnya diproses di Segregation milik PT Vale Indonesia. Fasilitas ini menangani rata-rata 12 hingga 15 ton sampah organik dan anorganik per hari dengan sistem pemilahan berdasarkan jenis dan nilai ekonomisnya.
Senior Manager of Environment & Reclamation Operation PT Vale Muhammad Firdaus Muttaqi mengatakan sebagian sampah organik di Segregation akan diolah menjadi kompos. Jumlah sampah organik yang dimanfaatkan tersebut mencapai angka 500-700 kilo per hari.
"Untuk organik kami manfaatkan kembali. Di sini teman-teman bisa lihat, 500 sampai 700 kilo per hari sampah organik kita buat menjadi kompos. Tujuannya apa? Tujuannya untuk mengurangi timbunan sampah," jelas Firdaus, Jumat (25/7).
Selain diolah menjadi pupuk, sampah organik juga dimanfaatkan sebagai pakan maggot agar habis terurai sebagai metode paling efektif. Maggot yang sudah tidak produktif atau larva Black Soldier Fly (BSF) sendiri dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan.
"BSF-nya itu yang sudah tidak berfungsi lagi untuk makan biasanya akan mati. Kalau sudah jadi BSF dia akan mati. Dia akan kawin menghasilkan telur, nah dewasanya akan mati. Yang matinya itu biasanya jadi pakan ikan, jadi pupuk itu sendiri," imbuh Firdaus.
Kegiatan pemilahan sampah di Segregation Plant tidak hanya bertujuan mengurangi timbunan sampah, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi. Sampah anorganik seperti plastik, botol kaca, hingga logam dipisahkan berdasarkan kualitasnya, lalu didistribusikan ke bank sampah atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk dijual kembali.
"(Sampah anorganik) yang masih bernilai tinggi kami kerjasamakan dengan bank sampah ataupun BUMDes untuk nantinya ujungnya dijual. Kami biasa kirim, plastik ini kami donasikan ke bank sampah setiap bulannya dan bank sampah akan dikirim ke perusahaan penampung baik itu pemanfaatan limbah plastik itu sendiri. Nantinya akan dimanfaatkan kembali untuk jadi plastik lagi," papar dia.
Adapun bahan baku yang nilainya tinggi saat ini adalah plastik dan botol kaca karena termasuk memiliki material bagus. Namun, material paling berkualitas adalah scrap besi baik berbentuk potongan atau sisa bangunan, peralatan, dan produksi.
"Ada scrap besi, itu yang paling tinggi dari semuanya. Kalau ada tembaganya, biasa ada tembaganya," kata Firdaus.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi sirkular ekonomi PT Vale yang mengusung prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R), sekaligus mendukung tata kelola lingkungan yang berkelanjutan.
Sampah-sampah bernilai ekonomis tersebut disalurkan kepada komunitas dengan catatan donasi mencapai 4 ton sampah terpilah per tahun ke bank sampah. Untuk mendukung seluruh proses ini, perusahaan mengalokasikan anggaran pengelolaan sampah lebih dari Rp 700 juta per tahun.
Biodigester Ubah Sampah Organik Jadi Energi dan Pupuk Cair
Saat masuk ke tahap Segregation, sampah organik dipisahkan menjadi dua. Sebagian diolah menjadi pakan maggot dan kompos, sementara sisanya diproses di fasilitas Biodigester (BIONI) milik PT Vale Indonesia.
Fasilitas ini merupakan bagian dari upaya pengurangan sampah organik ke TPA dengan pendekatan waste to energy. Biodigester mengolah sampah organik menggunakan metode anaerob dengan bantuan bakteri untuk menghasilkan gas metan sebagai bahan bakar memasak.
"Sampah organik yang diproses dengan metode anaerob ini yang dengan bakteri dan kemudian berubah menjadi gas. Gas utamanya adalah gas metan yang sangat rendah tekanannya sehingga sangat aman untuk digunakan dengan kebutuhan rumah karyawan," jelas Manajer Environment PT Vale Indonesia, Umar Kasmar, Minggu (27/7).
Fasilitas ini terletak di kawasan kuliner Puja Sera, Simpang Tiga Magani, Sorowako. PT Vale membangun biodigester di lokasi tersebut agar hasil olahan sampah organik dapat dimanfaatkan langsung oleh para pemilik warung yang berjumlah sekitar 13 hingga 14 unit.
Namun, karena tekanan gas yang dihasilkan tergolong rendah, fasilitas ini memerlukan volume sampah organik yang cukup besar untuk mencapai efisiensi optimal. Saat ini, Biodigester PT Vale mampu mengolah hingga 100 kilogram sampah organik per hari dan menyuplai empat kompor yang menyala selama 4 hingga 6 jam setiap hari.
"Saat ini kita rata-rata maksimal ya dengan kapasitas biodigester yang kita cobakan ini 100 kg per hari," kata Umar.
Selain menghasilkan gas metan, hasil olahan biodigester juga berupa Pupuk Organik Cair (POC). Dengan demikian, biodigester memberikan dua nilai tambah yakni sebagai sumber energi alternatif dan produk pendukung pertanian ramah lingkungan.
Lebih daripada itu, fasilitas ini juga dirancang sebagai sarana edukasi publik. Lokasinya yang strategis, dekat sekolah dan warung, memungkinkan masyarakat melihat langsung proses pengolahan sampah.
"Walaupun ini proses pengolahan namun tujuan utama kita sebenarnya di sini adalah untuk bisa menjadi bahan atau media komunikasi dan edukasi ke masyarakat bahwa sampah itu bisa kita manfaatkan jika kita pilah dengan baik sejak awal," terang Umar.
Biodigester PT Vale dibangun pada 2024 dengan investasi sekitar Rp 400 juta. Fasilitasnya dipastikan sudah aman bahkan nantinya akan dihibahkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
"Sudah (aman), ini bahkan direkomendasikan oleh KLH. Kita sendiri sebenarnya ini dapat idenya dari pasar Poja di Jakarta," ucap dia.
"Ini masih PT Vale asetnya, namun ini masuk dalam list untuk yang akan diserah terima oleh dinas, DLH," tambah Umar.
Simak Video "Video: Gunung Rinjani Jadi Contoh Taman Nasional Zero Waste di Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]
(asm/ata)