Malam Idul Fitri adalah satu malam istimewa bagi umat Islam. Bahkan, umat Islam dianjurkan untuk menghidupkannya dengan membaca dan mengumandangkan takbir Idul Fitri.
Lantaran malam ini sangat istimewa, terdapat perkara yang kerap dipertanyakan oleh sebagian muslim. Yakni bagaimana hukum melakukan hubungan suami istri di malam takbiran Idul Fitri?
Di sisi lain, di bulan Ramadhan juga terdapat waktu tertentu yang dilarang untuk suami istri berhubungan intim. Nah, berikut ini penjelasan terkait perkara tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Berhubungan Suami-Istri saat Malam Takbiran Idul Fitri
Terdapat dua pendapat hukum melakukan hubungan intim bagi suami istri di malam takbiran Idul Fitri. Berikut penjelasannya:
Hukum Mubah
Ustaz Hikmatul Luthfi bin KH Imam Syamsudin menjelaskan bahwa hukum berhubungan suami istri di malam takbiran Idul Fitri adalah halal mubah (boleh). Disadur dari laman NU Online Jabar, Ustaz Hikmatul Luthfi juga menjelaskan meskipun dihukumi mubah, terdapat keadaan tertentu berhubungan suami-istri dianggap haram. Contohnya, ketika istri sedang haid atau nifas, sedang berpuasa, atau dalam keadaan Ihram untuk haji atau umrah.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Majmu':
"Dalil kami untuk menanggapi argumentasi semua pendapat di atas adalah seperti yang dikemukakan Ibnu al-Mundzir bahwa berhubungan badan hukumnya boleh karena itu kita tidak bisa melarang dan memakruhkannya tanpa dalil." ( Al-Majmu' Juz. 2, h. 241)
Ia menjelaskan, terdapat pendapat yang memakruhkan untuk berhubungan suami istri. Seperti pada malam awal, pertengahan, dan akhir bulan. Namun, Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatul Muhtaj mengatakan bahwa pendapat tersebut ditolak. Sebagaimana kutipan berikut:
قِيلَ يَحْسُنُ تَرْكُهُ لَيْلَةَ أَوَّل الشَّهْرِ وَوَسَطِهِ وَآخِرِهِ لِمَا قِيلَ إنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُهُ فِيهِنَّ وَيُرَدُّ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ فِيهِ شَيْءٌ وَبِفَرْضِهِ الذِّكْرُ الْوَارِدُ يَمْنَعُهُ
Artinya: "Dikatakan bahwa bagus jika meninggalkan berhubungan badan pada malam awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan, dengan disebutkan bahwa setan itu datang pada malam-malam tersebut. Namun ungkapan ini ditolak dengan sebab tidak adanya dalil yang tsabit sedikit pun, dan kewajiban membaca doa sebelum berhubungan badan itu akan dapat mencegah keburukan setan (Tuhfatul Muhtaj, Juz 3h. 187).
Pendapat yang Melarang-Hukum Makruh
Ustaz Hikmatul Luthfi memaparkan bahwa jika menggunakan perspektif tasawuf, memang banyak riwayat yang menyatakan larangan hubungan suami istri pada malam hari raya, malam awal, tengah dan akhir bulan.
Hal ini dikemukakan kitab Qurrotul 'Uyun, Fathul Izar. Juga terdapat dalam kitab Ihya',:
وَيَكْرَهُ لَهُ الجِمَاعُ فِي ثَلَاثِ ليَالٍ مِنَ الشَّهْرِ الأَوَّلِ وَالْأخِرِ وَالنِّصْفِ يُقَالُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ الْجِمَاعَ فِي هذِهِ الليَالِي ويُقَالُ إِنَّ الشَّيَاطِيْنَ يُجَامِعُوْنَ فِيْهَا
'Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan', dikatakan bahwa setan hadir jimak pada malam-malam ini dan dikatakan bahwa setan-setan itu berjimak di malam-malam tersebut (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya 'Ulumiddin, Juz. 6 h. 175). Larangan ini hanya sampai pada makruh, tidak pada haram. Bisa jadi yang memakruhkan hubungan suami istri pada malam-malam yang disebutkan tadi berdasarkan pada seharusnya malam-malam tersebut digunakan untuk beribadah. Pada malam hari raya kita diperintahkan untuk berdoa sebab pada malam tersebut merupakan waktu diijabahnya doa. Pada malam hari raya juga seharusnya kita isi dengan takbir dan dzikir,. Pada kitab Qutul Qulub disebutkan makruh berhubungan awal malam: "Makruh jimak di awal malam lalu ia tidur dalam keadaan tidak suci, sesungguhnya roh itu naik ke arasy, maka siapa di antara roh-roh itu yang suci tidak sedang junub dia diizinkan sujud di arasy, sementara roh yang sedang berjunub itu tidak diizinkan ke arasy" (Abi Thalib al-Makki, Qutul Qulub, Juz. 2, h. 424).
Waktu yang Baik untuk Hubungan Suami Istri
Dianjurkan bagi suami-istri untuk mencari waktu yang tepat jika ingin berhubungan. Mengutip dari buku Kado Perkawinan yang disusun oleh Kementerian Agama RI, Rasulullah SAW berpesan pada suami-istri agar tidak lupa melaksanakan hubungan suami istri pada hari atau malam Jumat.
Hal itu ditegaskan dalam hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلُ الْجَنَابَةِ ثُمَّ راح فَكَأَنَّمَا قَرَبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَبَ بَقَرَةٌ. وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَبَ كَبْشًا أَقْرَنَ.وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَبَ دَجَاجَةٌ ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قرب بَيْضَةً ، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلَائِكَةُ يَسْمَعُونَ الذِكر، (رواه البخاري ومعلم وغيره)
Artinya: "Barangsiapa mandi janabah pada hari jumat, kemudian ia pergi untuk melaksanakan shalat jumat, seakan ia telah berkurban seekor unta. Barangsiapa pergi melaksanakan shalat jumat pada waktu kedua, seakan-akan ia berkurban seekor sapi. Siapa yang pergi pada waktu ketiga, seakan-akan dirinya berkurban seekor biri- biri. Siapa yang pergi pada waktu keempat, seakan-akan dirinya berkurban seekor ayam. Sedangkan siapa yang pergi pada waktu kelima, seolah-olah dirinya berkurban telur. Adapun jika khatib telah keluar dan menyampaikan khutbahnya, maka para malaikat [pencatat amal] duduk dan mendengarkan khutbah yang disampaikan." (HR. Bukhari Muslim)
Hadits tersebut secara umum berbicara tentang bersegera dalam pelaksanaan sholat jumat. Namun ada satu sisi lain yang berkenaan dengan mandi janabah.
Demikianlah penjelasan tentang hukum berhubungan suami istri saat malam takbiran Idul Fitri. Semoga menjawab pertanyaan detikers, ya!
(alk/alk)