7 Kultum Menyambut Bulan Ramadhan 2025 yang Singkat dan Penuh Khazanah

7 Kultum Menyambut Bulan Ramadhan 2025 yang Singkat dan Penuh Khazanah

Rada Dhe Anggel - detikSulsel
Senin, 24 Feb 2025 19:30 WIB
Ilustrasi Ceramah Agama.
Ilustrasi. Foto: Raka Dwi Wicaksana/Unsplash
Makassar -

Kultum menyambut bulan Ramadhan bisa menjadi salah satu sarana dakwah untuk mengingatkan keistimewaan bulan suci tersebut kepada saudara seiman. Ada berbagai materi kultum yang bisa dibawakan oleh pendakwah, mulai dari ajakan mempersiapkan diri hingga mengenal lebih dalam tentang Ramadhan.

Mengutip buku berjudul 65 Kultum Kamtibmas karya Drs KH D Syarif Hidayatullah MA, kultum merupakan akronim dari "kuliah tujuh menit". Yakni cara dakwah dalam bentuk ceramah singkat dan padat yang disampaikan kurang lebih tujuh menit.

Biasanya, tema kultum disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Mengingat bulan Ramadhan 2025 tinggal menghitung hari, tentunya tema yang cukup relevan saat ini adalah menyambut bulan penuh berkah tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah untuk memperkaya referensi detikers dalam menyusun materi, berikut ini kumpulan kultum menyambut bulan Ramadhan singkat yang menarik yang dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber.

Yuk simak!

ADVERTISEMENT

Kumpulan Kultum Menyambut Ramadhan 2025

Kultum 1: Menyambut Ramadhan

Assalamualaikum Wr Wb

Alhamdulillahi robbil alamin. Wabihi nastainu ala umuri dunya wadin. Assholatu wassalamu ala nabiyina Muhammadin shalallaahu alaihi wassalaam. Amma ba'du.

Puji beserta syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat-Nya yang luar biasa. Sholawat dan salam marilah kita sampaikan kepada junjungan alam, nabi kita Muhammad SAW.

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT,

Ramadhan, bulan suci ini menyapa kembali. Kemuliaan di hadapan. Kedatangannya disambut beraneka rasa oleh orang-orang.

Pertama. Ada orang yang menyambutnya biasa-biasa saja. Ramadhan baginya tak lebih dari rutinitas tahunan. Tak ada perubahan apa-apa. Biasa saja. Hadirnya bulan kemuliaan baginya tak memberikan pengaruh sedikit pun, selain kenyataan ia harus berpuasa. Menahan lapar dahaga. Bagi orang seperti ini apa yang akan dilewatkan selama Ramadhan ini takkan membekas makna, takkan memberi pengaruh setitik pun.

Kedua. Orang yang menanggapi secara sinis. Orang ini merasa berat ketika datangnya bulan suci. Ia malas melakukan ibadah. Baginya puasa itu berat. Ramadhan itu bikin enek. Karena selama Ramadhan ia tak lagi bisa makan-makan secara bebas dan berbuat sesuka hati. Orang menganggap datangnya Ramadhan adalah musibah. Naudzubillahimindzalika.

Ketiga. Orang yang begitu antusias menyambutnya. Ia begitu merasa istimewa di bulan berkah ini. Ia menyapa Ramadhan dengan kegembiraan. Meski begitu, nyatanya ada dua golongan atas sambutan penuh kegembiraan ini. Ada yang antusias menyambut, sekadar karena Ramadhan serasa seru. Ada pesta petasan. Ada ngabuburit. Ada sahur bareng keluarga. Berbuka dengan makanan yang enak. Puasa dijadikan ajang diet, melangsingkan perut, dll. Golongan ini menyambut antusias Ramadhan karena suasana menyenangkan. Golongan kedua, antusias menyambut Ramadhan karena keimanan dan keilmuan. Ia senang karena paham Ramadhan adalah bulan keberkahan. Bulan kemuliaan. Saat ganjaran kebaikan dilipatgandakan. Ia menyambutnya dengan khusyuk. Bukan sekadar karena banyak "hal menarik" selama Ramadhan. Baginya itu hanya sebagai tambahan. Yang terutama adalah karena keinsyafan betapa berharganya bulan ini, sayang jika terlewatkan tanpa makna yang terhadirkan.

Termasuk manakah kita? Semoga termasuk yang menyambut Ramadhan dengan antusias berlandas keimanan dan keilmuan. Pada gilirannya semoga kita bisa mengisi Ramadhan ini dengan banyak kebajikan. Aamiin Ya Robbal Alamin.

Rabbana aatina fidunya hasanah, wafilakhiroti hasanah, waqina adzabannar.

Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
Wassalamu 'alaikum Wr Wb

Sumber: Buku Kumpulan Kultum Ramadhan: Berkaca Pada Jiwa 2

Kultum 2: Doa Menyambut Ramadhan

Salah satu yang sangat dianjurkan agama adalah berdoa. Allah berfirman: "Sampaikanlah wahai Nabi Muhammad-bahwa Allah tidak memedulikan kamu kalau bukan karena doa kamu. Nah, karena kalian hai kaum musyrik mendustakan Rasul (tidak berdoa kepada Allah Yang Maha Esa), maka akan menjadi pastilah (jatuhnya siksa terhadap kalian)". (QS Al-Furqân: 77)

Di tempat lain ditemukan Allah memerintahkan manusia agar bermohon dengan firman-Nya:

"Mohonlah kepada Allah sebagian anugerah-Nya." (QS An-Nisa': 32)

Benar-sebagian anugerah-Nya-karena seberapa banyak pun yang meminta dan betapapun banyaknya yang mereka semua minta, dan semua diberi sesuai permintaannya, maka itu hanya sebagian kecil, bahkan setetes, dari anugerah-Nya yang tidak terbatas.

Rasul SAW bersabda menunjukkan betapa besar nilai doa sekaligus menunjukkan betapa doa sangat dianjurkan:

ليس شيئ أكرم عند الله تعالى من الدعاء

Artinya: Tiada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah melebihi doa (HR at-Tirmidzy).

Sementara ulama antara lain menyatakan bahwa bisa jadi Allah menjatuhkan sentilan kepada hamba-Nya untuk mengingatkan mereka supaya berdoa. Itu dipahami dari firman-Nya yang me-nyatakan:

"Sungguh kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, maka Kami timpakan kepada mereka hal-hal yang menyusahkan mereka dan kesulitan-kesulitan supaya mereka berdoa dengan tulus." (QS Al-An'âm: 42)

Dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim melalui sahabat Nabi, Abu Hurairah ra., dinyatakan bahwa Nabi saw. bersabda:

ينزل ربنا تبارك وتعالى إلى سماء الدنيا كل ليلة حين يبقى ثلث الليل الآخر فيقول: من يدعوني فأستجيب له من يسألني فأعطيه ومن يستغفرني لأغفر له ...

Artinya: Tuhan kita yang Maha Melimpah Kebajikan-Nya lagi Mahatinggi "turun ke langit dunia" pada sisa pertiga terakhir dari setiap malam dan berfirman (mengajak umat manusia): "Siapakah yang akan berdoa agar Ku-kabulkan doanya... Siapakah yang akan bermohon kepada-Ku, maka Kuperkenankan doanya... Siapakah yang akan meminta ampun kepada-Ku, niscaya Ku-ampuni dia."

Kalau demikian itu halnya, setiap malam, maka lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ini disyaratkan oleh Al-Qur'an ketika Allah menguraikan tentang puasa Ramadhan. Pada ayat 183 surah Al-Baqarah ditegaskan-Nya tentang kewajiban puasa dan tujuannya. Ayat 184 berbicara tentang hari-hari berpuasa, yakni sebulan penuh sambil menjelaskan izin tidak berpuasa bagi yang sakit dan yang sedang musafir. Ayat 185 menguraikan tentang kapan wajibnya puasa, yakni di bulan Ramadhan dan bahwa bulan itu menjadi mulia karena ketika itulah wahyu pertama Al-Qur'an diturunkan, sambil memberi tuntunan tentang kewajiban puasa bagi siapa pun yang hadir di satu tempat ketika hilal (awal bulan Ramadhan) muncul, lalu sekali lagi ditekankan-Nya bahwa yang tidak berpuasa karena sakit dan dalam perjalanan, maka hendaknya ia menggantikan kewajiban puasanya pada hari-hari yang lain dan bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi manusia, termasuk dalam beragama. Selanjutnya, ayat 186 berbicara tentang doa dan bahwa Allah dekat kepada hamba-hamba-Nya dan mengabulkan doanya kalau ia-benar-benar berdoa. Ayat 187 kembali berbicara tentang puasa, yakni dijelaskan tentang izin bercampur dengan pasangan pada malam Ramadhan sambil menekankan kewajiban melaksanakan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Demikian terbaca bahwa doa menyelingi uraian Allah tentang puasa. Sekali lagi, ini menunjukkan betapa pentingnya berdoa di bulan puasa.

Dalam sebuah riwayat dijelaskan doa Rasul SAW menyambut Ramadhan, adalah:

اللهم اهله علينا بالامن والامان، والسلامة والاسلام، والعافية المجلله ورفع الاسقام

Artinya: Ya Allah, jadikanlah kehadirannya kepada kami membawa rasa aman dan keamanan. Keselamatan dan Keislaman, serta 'afiat/perlindungan yang sempurna dan keterhindaran dari segala penyakit. (HR at-Tirmidzy)

Diriwayatkan pula bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berdoa:

اللهم إني أسألك خير هذا الشهر، وفتحه ونوره، ونصره، وبركته، وطهوره، ورزقه، وأسئلك خير ما فيه وخير ما بعده، واعوذ بك من شر ما فيه وشر ما بعده، اللهم ادخله علينا بالامن والايمان والسلامة والاسلام، والبركة والتقوى والتوفيق لما تحب وترضى

Artinya: Ya Allah, aku memohon kebaikan bulan ini, keterbukaan dan cahayanya, kemenangan dan keberkatannya, kesucian dan rezekinya. Aku bermohon kebaikan yang dikandungnya dan kebaikan setelah kehadirannya. Aku berlindung dari keburukan yang adalterjadi pada bulan ini dan sesudahnya. Ya Allah, hadirkanlah bulan ini kepada kami dengan membawa rasa aman dan iman, keselamatan dan Islam, keberkatan dan takwa, serta taufik/keberhasilan meraih apa yang Engkau sukai dan ridhai.

Mari kita berdoa dengan hati, pikiran, dan lisan disertai dengan sikap rendah diri di hadapan-Nya. Mulailah dengan berucap Alhamdulillah untuk mengakui bahwa selama ini kita telah menerima banyak sekali anugerah-Nya lalu mohonlah kepada-Nya dengan mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. disusul dengan menyampaikan apa yang diharapkan untuk diri Anda dan orang lain yang telah berjasa pada Anda. Jangan membatasi doa Anda dalam manfaat duniawi semata-mata, tapi mohon juga kebahagiaan akhirat. Lalu akhiri doa Anda dengan sekali lagi mengucapkan Alhamdu Lillâhi Rabb al-Alamîn. Seakan hati kecil Anda berucap: "Ya Allah, jika doaku ini belum atau tidak Engkau kabulkan, maka aku tetap memuji dan mensyukuri-Mu karena Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".

Berdoalah, tetapi jangan tergesa-gesa dalam menanti kehadir-annya karena segala sesuatu ada masanya. Jika Anda memohon tibanya cahaya siang pada saat kian mendekatnya kegelapan malam, maka penantian Anda akan terasa sangat lama karena ketika itu kepekatan akan meningkat hingga terbitnya fajar. Tetapi, yakinlah bahwa fajar pasti menyingsing, baik Anda kehendaki maupun tidak, demikian tulis shufi besar, Syaikh Abd al-Qadir al-Jailany dalam bukunya, Mafatih al-Ghaib. Itu pelajaran pertama dan utama yang harus kita hayati. Demikian, wa Allah Alam.

Sumber: Buku Kumpulan 101 Kultum tentang Islam

Kultum 3: Marhaban Ya Ramadhan

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ التَّقْوَى خَيْرَ الزَّادِ وَالنَّبَاسِ وَأَمَرَنَا أَنْ تَزَوَّدَ بِهَا لِيَوْمِ الحِسَابِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيَدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ الأَشْخَاصِ اللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وسَلَّمْ تَسليمًا كَثِيرًا ، أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin yang berbahagia...

Salah satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira dengan akan datangnya bulan Ramadhan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, ia pun mempersiapkan segalanya dan tentu hati menjadi sangat senang, karena tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan. Hendaknya seorang muslim khawatir akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. la merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak. Sebab, ini adalah karunia dari Allah dan seorang muslim harus bergembira.

Allah telah berfirman dalam surah Yunus ayat 58,

قُلْ بِفَضْلِ الله وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ ﴿٨٥)

Artinya: "Katakanlah: Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."

Hadirin yang dicintai Allah....

Lihat bagaimana para ulama dan orang saleh sangat merindukan dan berbahagia jika Ramadhan akan datang. Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif Ma'arif halaman 232 berkata:

"Sebagian salaf berkata, 'Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian, mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal saleh di Ramadhan yang lalu) mereka'."

Mengapa harus bergembira menyambut Ramadhan?

Bagi orang yang beriman sudah selayaknya bulan Ramadhan disambut dengan penuh kegembiraan dan persiapan lahir maupun batin. Kegembiraan tersebut adalah karena banyaknya kemuliaan, keutamaan, dan berkah pada bulan Ramadhan. Beribadah pun semakin nikmat dan lezatnya bermunajat kepada Allah.

Menyambut bulan Ramadhan dengan penuh kegembiraan ini sudah pernah dilakukan Nabi. Di depan para sahabatnya dan mengajak mereka untuk bersama-sama merayakan kedatangan bulan Ramadhan. Dalam kitab al-Musnad, Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ : قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ مُبَارَكَ افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ. تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ. فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ . رواه أحمد والنسائي والبيهقي .

Artinya: "Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya tentang kedatangan bulan Ramadhan seraya beliau berkata: 'Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya. Di bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan seribu bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi'."

Ulama menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan kita harus bergembira dengan datangnya Ramadhan.

Jamaah yang dirahmati Allah...

Dalam catatan sejarah dan periwayatan sahabat, ditemukan beberapa kebiasaan penting Rasulullah menghadapi kedatangan tamu agung, yaitu bulan suci Ramadhan, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, Rasulullah memberitahukan dan mengingatkan anak dan istrinya, akan kedatangan Ramadhan, yaitu bulan yang membawa keampunan, kemuliaan, berkah, penuh fadilah, dan bulan yang dapat mengangkat derajat seorang hamba menjadi muttaqin. Rasulullah juga mengajak keluarganya mempersiapkan diri secara fisik dan mental, untuk menjalankan ibadah secara maksimal pada bulan Ramadhan, baik ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah (ibadah sosial).

Kedua, Rasulullah memiliki tradisi di akhir Sya'ban, yaitu memperkenalkan Ramadhan dan mengajarkan hikmahnya kepada sahabat. Ramadhan adalah salah satu bulan dari kalender Islam, yang memiliki keutamaan (fadilah) lebih, bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Rasulullah menginformasikan filosofi, hikmah, serta fadilah Ramadhan kepada sahabat, agar termotivasi dan bersungguh-sungguh mengisi dan memanfaatkan Saidus-Syuhur sebagai bulan umatku, kata Rasulullah.

Ketiga, Rasulullah mengencangkan ikat pinggangnya pada hari-hari terakhir Ramadhan. Makna kencangkan ikat pinggang dipahami para ulama dalam arti kiasan (majaz), dan bukan dalam makna tersurat berupa sabuk atau ikat pinggang. harus ketat melekat pada pinggang. Makna yang sebenarnya adalah pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah menunjukkan sikap mulia kepada kita betapa sungguh. beliau memanfaatkan hari-hari terakhir Ramadhan penuh dengan qiyamul lail; tarawih, membaca Al-Qur'an, i'tikaf, zikir, berdoa, shalat jamaah, majelis ilmu, infak, sedekah, dan berbagai macam ibadah lainnya.

Hadirin yang berbahagia....

Allah menghadirkan bulan Ramadhan bukan untuk semua orang, tetapi untuk orang-orang tertentu, yakni orang-orang beriman.

Mengapa Ramadhan hanya untuk orang-orang beriman?

Sebab, di dalam bulan Ramadhan orang harus berpuasa, dan puasa bukan pekerjaan ringan. Oleh karena itu, hanya orang-orang yang telah beriman saja yang sanggup berpuasa, sebagaimana tersirat dalam firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصَّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (۳۸۱)

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Dari ayat ini kita melihat adanya kaitan antara puasa dengan keimanan seseorang. Allah memerintahkan puasa kepada orang-orang yang memiliki iman agar mereka menjadi takwa. Dengan demikian, Allah pun hanya menerima puasa dari orang-orang yang dalam jiwanya ada iman. Dengan berpuasa berarti pula seseorang sanggup dibimbing oleh Allah.

Jamaah hafizhakumullah....

Puasa Ramadhan adalah ibadah tahunan. Hanya setahun sekali Allah menurunkan waktu untuk beribadah secara khusus ini. Jika ibadah shalat merupakan momentum penyucian diri tingkat harian, dan ibadah shalat Jumat tingkat mingguan, maka puasa Ramadhan merupakan momentum penyucian diri pada tingkat tahunan. Selama satu tahun tentu banyak perbuatan dosa yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, lewat ibadah puasa Ramadhan dosa-dosa itu dihapus, sehingga tatkala Allah memanggilnya manusia menghadap dengan keadaan suci.

Bagi orang yang menghadap dengan keadaan tidak berdosa atau suci, Allah abadikan dengan panggilan khusus sebagaimana di dalam al-Quran pada surah al-Fajr empat ayat terakhir, yang artinya, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku."

Perlu diingat bahwa Ramadhan adalah peluang besar untuk membaca al-Quran, zikir, saling menasihati, shalat malam, dan istighfar. Ramadhan itu juga kesempatan bagi jiwa untuk bersungguh-sungguh dalam mengekang hawa nafsu, mengenalkan jiwa kepada kewajibannya; menampakkan hakikatnya serta menghantarkannya kepada Rabb-nya, menjaganya dari syahwat dan membentenginya dari musuh, serta berusaha menyucikan jiwa. Ramadhan juga bulan derma bagi pemilik harta untuk memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan, menghilangkan beban orang yang terhimpit, bersikap dermawan kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan. Barangsiapa menyambut Ramadhan dengan mencari pahala Allah, maka dia akan beruntung.

Ya Allah Yang Mahabaik, terimalah dari kami. Sesungguhnya engkau adalah Mahamendengar dan Mahamengetahui. Berilah kami tobat, sesungguhnya engkau adalah Maha Penerima tobat dan Mahapenyayang. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang tidak memiliki rasa takut dan bersedih hati. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendengarkan ucapan dan mengikuti yang baik dari ucapan itu. Jadikan akhir amal kami adalah amal yang saleh. Jadikanlah sebaik-baik amal kami pada akhirnya dan sebaik-baik amal kami adalah pada akhir hayat serta sebaik-baik hari kami adalah pertemuan dengan-Mu. Sesungguhnya engkau adalah Mahamendengar dan Mahamengabulkan. Aamiin.

Sumber: Kumpulan Kultum Terlengkap & Terbaik Sepanjang Tahun

Kultum 4: Menyambut Ramadhan Dengan Penuh Kegembiraan

Semoga Allah SWT memberi kekuatan dan kesehatan lahir batin kepada kita semua. Harapannya kita berusia panjang dan diberikan kesempatan menapaki bulan mulia Ramadhan sebagaimana tertuang dalam doa yang sering kita panjatkan semenjak bulan Rajab dan Sya'ban.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Artinya: "Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya'ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan."

Satu doa ringkas penuh makna yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, yang seringkali juga kita dengar lantunannya yang diulang-ulang bacaannya di banyak mushalla, dan masjid oleh anak-anak dan para orang tua. Satu doa yang bertujuan mengingatkan setiap mukmin untuk bersegera dan berlomba-lomba menyiapkan diri, baik secara lahir maupun batin untuk menyambut datangnya bulan mulia, bulan penuh limpahan keberkahan, bulan suci, bulan istimewa yang penuh rahmat, ampunan. Bulan yang menjadi wasilah kita bisa terhindar dari siksaan api neraka, yaitu bulan Ramadhan.

Selanjutnya, apa yang harus dan perlu disiapkan dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini sehingga aktivitas ibadah di dalamnya dapat kita tunaikan dengan maksimal? Setidaknya ada dua hal yang perlu kita siapkan dalam menyambut dan memaksimalkan keistimewaan bulan Ramadhan yakni persiapan lahir dan batin, fisik dan mental, materil dan immateril.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah: 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Ayat ini menegaskan dan mengingatkan kepada setiap pribadi hamba Allah yang mukmin muslim untuk menunaikan kewajiban ibadah di bulan suci Ramadhan. Sebuah kewajiban yang juga telah diwajibkan kepada umat-umat terdahulu, sebelum Nabi Muhammad SAW yakni ibadah puasa. Kewajiban untuk menahan diri, tidak makan dan minum serta menghindari segala sesuatu yang sekiranya dapat membatalkan puasa sebagaimana tuntunan syariat.

Oleh karenanya, perlu persiapan lahiriah agar tubuh dapat beradaptasi dengan baik secara bertahap yakni dengan tutorial melatih diri untuk berpuasa di bulan-bulan sebelumnya, seperti bulan Rajab dan Sya'ban. Rasulullah SAW telah memberikan contohkan dan kita sebagai umatnya patut untuk meneladaninya sebagaimana termaktub dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Artinya: "Dari Aisyah r.a. ia menuturkan, "Rasulullah SAW biasa mengerjakan puasa, sehingga kami berpendapat bahwa beliau tidak pernah tidak berpuasa, dan beliau biasa tidak berpuasa, sehingga kami berpendapat bahwa beliau tidak pernah berpuasa. Akan tetapi aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa daripada puasa di bulan Sya'ban".

Selain persiapan lahiriah, penting juga untuk melakukan persiapan batiniah dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Dan persiapan awal yang pantas dan bisa dilakukan adalah dengan menanamkan kegembiraan dalam hati, rasa dan pikiran. Sebab secara psikologis, perasaan dan pikiran gembira saat menyambut sesuatu akan menumbuhkan motif, dorongan dan perasaan kecintaan dalam melakukan sesuatu. Selanjutnya jika motif dan perasaan cinta sudah tumbuh saat melakukan sesuatu, maka pasti akan dapat mencapai perolehan hasil yang maksimal. Rasulullah Muhammad SAW telah mengingatkan dalam sebuah hadis kepada ummatnya untuk senantiasa menghadirkan perasaan dan pikiran gembira menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Kegembiraan dan perasaan suka ria ini juga niscaya bakal diganjar dengan sebuah keistimewaan pula:

مَنْ فَرِحَ بِدُخُولِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلىَ النِّيْرَانِ

Artinya: "Siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka."

Subhanallah walhamdulillah, begitu mulia dan istimewa sekali muatan bulan Ramadhan, sehingga perasaan gembira, pikiran suka ria dalam menyambut kedatangannya pun, kita akan memperoleh ganjaran pahala kebahagiaan yang tiada terkira yakni dihindarkan dan dilindungi dari siksa api neraka. Rasulullah SAW juga telah menjelaskan banyak keistimewaan dan kemuliaan selama bulan Ramadhan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Nasa'I bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Artinya: "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu. Dalam bulan itu dibukalah pintu-pintu langit, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan."

Selain persiapan mental dengan perasaaan dan pikiran gembira, bungah dan penuh suka ria maka yang tidak kalah penting adalah pembekalan diri dengan giat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tuntunan beragama dalam Islam sebagai upaya mengkalibrasi tingkat keimanan dan keyakinan yang mungkin sebelumnya tenggelam dalam hiruk pikuk perhiasan duniawi yang melalaikan.

Hal ini bisa dilakukan dengan banyak aktif mengkaji atau mendengar kajian dalam gelaran majelis taklim atau media lainnya tentang tuntunan ibadah bulan Ramadhan. Ikhtiar demikian ini juga perlu dibangun guna menyatukan visi, misi dan tujuan pemahaman diri pribadi dan anggota keluarga khususnya dalam mewadahi kebajikan-kebajikan amal ibadah bulan Ramadhan agar tidak kecewa dan merugi disebabkan kehilangan start point dan peluang-peluang menarik dalam meningkatkan kuantitas kualitas ibadah sepanjang bulan Ramadhan.

Semoga niat lahir batin yang kita ikhtiari dalam menyambut bulan suci Ramadhan yang sebentar lagi menjelang, dapat dimaksimalkan daya guna dan pemanfaatannya dalam mencapai esensi maqashid syariah ibadah puasa Ramadhan yakni mencapai derajat muttaqin.

Sumber: Laman Universitas Islam Sultan Agung

Kultum 5: Tafsir Ayat Puasa

Menjelang dan pada hari-hari bulan Ramadhan, kita sering mendengar ayat-ayat al-Qur'an yang kandungannya mengajak orang-orang beriman agar berpuasa. Sungguh menarik kalimat-kalimat dan cara Allah mengajak, bahkan meyakin kan manusia agar berpuasa. Camkanlah firman-firman-Nya dalam QS Al-Baqarah ayat 183-184. Ayat-ayat tersebut dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang memiliki iman walau seberat apa pun. la dimulai dengan satu pengantar yang mengundang setiap orang untuk sadar akan perlunya melaksanakan ajakan itu. la dimulai dengan panggilan mesra. "Wahai orang-orang yang beriman".

Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa, tanpa menunjuk siapa yang mewajibkannya, "Diwajibkan atas kamu". Redaksi ini tidak menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan. Agaknya, hal tersebut untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diwajibkan ini sedemikian penting dan bermanfaat bagi setiap orang, bahkan kelompok, sehingga seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, niscaya manusia sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya sendiri.

Yang diwajibkan adalah "shiyam", yakni menahan diri. Menahan diri dibutuhkan oleh setiap orang; kaya atau miskin, muda atau tua, lelaki atau perempuan, sehat atau sakit, orang modern yang hidup di kota metropolitan masa kini maupun manusia primitif yang hidup dalam gua masa lalu.

Selanjutnya ayat ini menjelaskan bahwa kewajiban yang dibebankan itu adalah, "sebagaimana telah diwajibkan pula atas umat-umat sebelum kamu". Ini berarti puasa bukan hanya khusus untuk generasi mereka yang diajak berdialog oleh ayat ini, tetapi juga terhadap umat-umat terdahulu walaupun rincian cara pelaksanaannya berbeda-beda. Sekali lagi dalam redaksi di atas. tidak ditemukan siapa yang mewajibkannya. Ini karena sebagian umat terdahulu berpuasa berdasar kewajiban yang ditetapkan oleh tokoh-tokoh agama mereka, bukan melalui wahyu Ilahi atau petunjuk nabi, bahkan hingga abad modern ini banyak yang berpuasa atas kesadaran sendiri dengan aneka motif, paling tidak demi menjaga kesehatan.

Pakar-pakar perbandingan agama menyebutkan bahwa orang-orang Mesir Kuno pun sebelum mereka mengenal agama samawi telah mengenal puasa. Dari mereka praktik puasa beralih kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Puasa juga dikenal dalam agama-agama penyembah bintang. Agama Buddha, Yahudi, dan Kristen demikian juga. Ibnu an-Nadim dalam bukunya al-Farasat menyebutkan, agama para penyembah bintang berpuasa tiga puluh hari dalam setahun, mereka mengenal pula puasa sunnah sebanyak 16 hari dan juga ada yang 27 hari. Puasa mereka sebagai penghormatan kepada bulan, juga kepada bintang Mars yang mereka percaya sebagai bintang nasib, dan juga kepada matahari.

Dalam ajaran Buddha pun dikenal puasa sejak terbit sampai terbenamnya matahari. Mereka melakukan puasa empat hari dalam sebulan. Mereka menamainya uposathai, pada hari-hari pertama, kesembilan, kelima belas, dan kedua puluh. Orang Yahudi mengenal puasa selama 40 hari, bahkan dikenal beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut-penganut agama ini, khususnya untuk mengenang nabi-nabi atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka.

Agama Kristen juga demikian. Walaupun dalam kitab Perjanjian Baru tidak ada isyarat tentang kewajiban puasa, dalam praktik keberagamaan mereka dikenal aneka ragam puasa yang ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama, bahkan putra-putri abad ini pun berpuasa dengan aneka tujuan; kesehatan, protes, berkabung, dan lain-lain.

Berikutnya, ayat-ayat yang mengajak berpuasa itu menyatakan bahwa kewajiban tersebut dimaksudkan semata-mata untuk kemaslahatan kamu, bukan untuk Tuhan, ia diwajibkan "agar kamu bertaqwa", yakni terhindar dari segala macam sanksi dan dampak buruk, baik duniawi maupun ukhrawi.

Jangan duga kewajiban berpuasa ini sepanjang tahun. Tidak! la menurut ayat di atas hanya beberapa hari tertentu. Itu pun dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan dan keadaan kalian. Karena itu, "barang siapa di antara kamu sakit" yang memberatkan baginya puasa atau menduga kesehatannya akan terlambat pulih bila berpuasa "atau dia dalam perjalanan", yakni sejauh sekitar 90 kilometer. Jika yang sakit dan yang dalam perjalanan itu berbuka maka wajiblah baginya berpuasa "pada hari-hari lain", baik berturut-turut maupun tidak, "sebanyak hari yang ditinggalkan itu".

Adapun yang kondisi badannya menjadikan ia mengalami kesulitan berat bila berpuasa, baik karena usia lanjut atau penyakit yang diduga tidak akan sembuh lagi atau pekerjaan berat yang mesti dan harus dilakukannya sehingga bila ia tinggalkan menyulitkan diri atau keluarga yang ditanggungnya, maka lanjut ayat di atas "wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya itu" - jika mereka tidak berpuasa - "membayar fidyah", yaitu "memberi makan seorang miskin" setiap hari ia tidak berpuasa.

Setelah menjelaskan izin tersebut. Allah mengingatkan, "Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui".

Begitulah Al-Qur'an mengajak umat Islam berpuasa sehingga rasanya tidak ada alasan untuk tidak menyambut ajakan itu, apalagi puasa yang diwajibkan itu tidak sepanjang hari dan malam. la hanya bermula dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Setelah itu, semua bebas makan, minum, dan berhubungan seks. Demikian, wa Allah Alam.

Sumber: Buku Kumpulan 101 Kultum tentang Islam

Kultum 6: Ramadhan

Ramadhan terambil dari akar kata yang berarti membakar. R Penamaannya demikian karena ketika terjadi perubahan nama-nama bulan yang kemudian dikenal dengan nama Hijriah penduduk Mekkah menamai bulan-bulan sesuai dengan suasana iklim yang mereka alami ketika itu atau tradisi yang mereka lakukan. Misalnya, Muharram yang berarti diharamkan karena masyarakat Arab ketika itu mengharamkan pertumpahan darah. Shafar yang berarti kosong (0) karena ketika itu penduduk Mekkah, khususnya kaum pria, meninggalkan Kota Mekkah untuk berperang sehingga Mekkah seakan kosong tak berpenghuni atau yang berakibat hilang dan kosongnya kepemilikan harta dan jiwa akibat perang, Rabi al-Awwal dan Rabi' al-Akhir, yakni musim bunga pertama dan kedua karena bulan-bulan itu terjadi di musim bunga.

Selanjutnya, Jamad al-Awwal dan Akhir yang berarti kebekuan pertama dan kedua karena terjadi di musim dingin ketika suhu udara sedemikian dingin sehingga air sampai membeku. Rajab atau pengagungan karena bulan ini adalah salah satu bulan yang diagungkan sehingga terlarang melakukan peperangan. Selanjutnya, Sya'ban yang berarti keterpencanın karena pada bulan ini mereka berpencar di aneka penjuru untuk berperang dan mencari rezeki setelah bulan sebelumnya tiada perang. Den al-Qaidah, yakni bulan ketika mereka harus duduk tidak bepergian untuk berperang. Dzu al-Hijjah karena pada bulan ini ibadah haji mereka laksanakan.

Ramadhan, seperti yang dikemukakan di atas, berarti membakar karena ketika itu suhu udara demikian panas dan membara. Lalu Syawal, yang antara lain menunjukkan penampakan bintang tertentu di tempat yang tinggi/langit atau karena unta-unta mengangkat ekor-ekornya dan meninggi/menjadi banyak air susunya.

Ramadhan, yakni bulan yang membakar panasnya, mengesankan bahwa siapa yang menyambut bulan Ramadhan dengan benar dan antusias, maka akan pupus, habis terbakar dosa-dosanya. Kesan ini sejalan dengan sabda Rasul SAW:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

Siapa yang berpuasa Ramadhan didorong oleh keimanan dan dilaksanakan dengan keikhlasan, maka diampuni dosanya yang terdahulu (HR Bukhari dan Muslim).

Syawwal yang mengandung makna meninggi dan banyak memberi kesan bahwa setelah bulan Ramadhan ketika hati dan pikiran ditempa dengan berbagai kedekatan kepada Allah, maka aneka kebajikan seseorang akan terus meningkat, meninggi, dan menjadi lebih banyak.

Kehadiran Ramadhan dilukiskan juga oleh Rasul SAW dengan sabda-Nya:

إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة ، وغلقت أبواب النار ، وصفدت الشياطين

Artinya: Kalau (bulan) Ramadhan tiba, pintu-pintu surga terbuka dengan lebar, pintu-pintu neraka tertutup dengan rapat dan setan-setan terbelenggu (HR Muslim).

Sementara ulama, kendati menerima baik hadits tersebut dan mengakui keistimewaan Ramadhan, namun mereka enggan memaknainya karena menurut mereka kandungannya berkaitan dengan hal-hal gaib yang tidak dapat terjangkau oleh nalar. Diriwayatkan bahwa Abdullah putra Imam Ahmad bin Hanbal bertanya pada ayahnya, "Apa makna terbelenggunya setan sedang masih ada saja gangguannya di bulan Ramadhan?" Pertanyaan tersebut memang pada tempatnya. Betapa tidak, sedang kendati kita tidak melihat setan-setan jin, namun setan-setan manusia jelas terlihat dan kejahatan pun masih sering muncul. Sementara ulama menjawab bahwa yang dimaksud dengan setan di sini bukan semua seran, tetapi tokoh-tokohnya. Jawaban ini mereka dasarkan kepada riwayat an-Nasa'i yang menyatakan تصفد فيه مردة الشياطين (Dibelenggu ketika itu setan-setan yang amat durhaka). Jadi, setan-setan manusia, bahkan setan-setan kecil, bisa jadi berkeliaran dan melakukan godaan-godaan yang menyesatkan, khususnya terhadap mereka yang tidak memperhatikan tuntunan dan adab puasa. Dengan demikian, hadits di atas bermaksud menggambarkan bahwa pada bulan Ramadhan ada suasana kerohanian yang dialami banyak orang sehingga ini berdampak pada berkurangnya maksiat. Dapat juga ditambahkan bahwa sebagian maksiat yang terjadi tidak disebabkan oleh ulah setan, tetapi oleh nafsu manusia. Memang godaan setan berbeda dengan godaan nafsu. Bagi setan, jika godaannya ditolak, ia akan datang lagi menggoda dengan rayuan lain yang bisa jadi lebih ringan dosanya daripada dosa yang ia tawarkan sebelumnya. Demikian seterusnya, menurun dan menurun sampai pada tingkat menghalangi manusia berbuat baik karena yang penting bagi setan adalah merugikan manusia atau kalau tidak dapat, maka setan menghalanginya memperoleh keuntungan.

Inilah yang dimaksud dengan khatawat asy-syaithän (langkah-langkah setan) dan karena itu pula, setan dinamai al-Khannas (QS An-Nas: 4), yakni bila rayuannya ditolak, ia akan mundur, tetapi sesaat kemudian ia akan datang lagi. Itulah ulah setan. Sifat nafsu berbeda dengan setan. Nafsu berkeras memenuhi keinginannya, ia tidak bersedia menerima selainnya, kendati ditawari sesuatu yang melebihi keinginan itu. Nafsu bagaikan anak kecil yang menuntut sesuatu dan enggan sesuatu itu diganti dengan yang lain, apapun alasannya. Jika demikian, kedurhakaan yang tampak pada bulan Ramadhan, di samping ulah setan-setan kecil, juga akibat ulah nafsu-nafsu manusia yang tidak terkendali atau terdorong oleh adat istiadat yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Selain yang dikemukakan di atas, kita juga dapat memahami hadits di atas dalam pengertian lain, yakni bahwa bulan Ramadhan adalah kebajikan dan bulan pelipatgandaan ganjaran. Semua orang hendaknya menyambutnya dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif. Kegiatan-kegiatan itu bagaikan menjadikan pintu-pintu surga terbuka lebar karena amal kebajikan apapun, kendati sedikit, dapat mengantar ke surga. Pada bulan Ramadhan pun mestinya tidak wajar ada kedurhakaan sehingga itu berarti bahwa pintu-pintu neraka tertutup rapat dan jika kedurhakaan tidak terjadi, maka itu salah satu penyebabnya adalah karena setan-setan terbelenggu.

Hadits ini merupakan ajakan kepada seluruh umat agar menyambut Ramadhan dengan beramal saleh dan menjauhi maksiat serta mengenyahkan setan sejauh mungkin. Yang tidak mengindahkan ajakan ini tentu saja telah menutup pintu surga, membuka pintu neraka, dan melepaskan belenggu-belenggu yang merantai setan-setan. Sekali lagi, hadits di atas dalam pemahaman ini-bukan berbicara tentang kenyataan yang terjadi, tetapi kenyataan yang mestinya diwujudkan. Makna ini didukung oleh pandangan sementara ulama bahwa pada hakikatnya surga dan neraka hingga kini belum diwujudkan Allah karena penghuninya belum ada. Surga dan neraka baru diciptakan Allah setelah kebangkitan manusia dari kuburnya (Hari Kiamat) dan setelah selesainya perhitungan masing-masing.

Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa suasana Ramadhan yang dilukiskan oleh hadits di atas tidak boleh dijadikan dasar untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar yang dapat berdampak lebih buruk daripada munkar yang dihadapi. Jangan sampai ada tindakan dari yang tidak berwenang mengakibatkan terganggunya situasi aman dan damai; dan itu secara tidak langsung mengakibatkan setan-setan yang tadinya terbelenggu menjadi bebas kembali. Semua harus saling menghormati dan memelihara hubungan baik karena itulah salah satu bentuk kebajikan yang dikehendaki oleh Ramadhan. Demikian, wa Allah A'lam.

Sumber: Buku Kumpulan 101 Kultum tentang Islam

Kultum 7: Kemenangan Menyambut Ramadhan

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudara-saudari yang dirahmati Allah,

Hari ini, kita berkumpul dalam kebersamaan untuk merayakan kedatangan bulan suci Ramadhan. Ramadhan merupakan momen istimewa yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan hati dan jiwa, serta meningkatkan ketaqwaan dan ibadah.

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أَخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ )

Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan. (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.

Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.

Dalam ayat ini, Allah SWT mengisyaratkan kepada kita bahwa bulan Ramadhan adalah kesempatan yang sangat berharga untuk mendapatkan keberkahan dan ampunan-Nya. Oleh karena itu, mari kita sambut kedatangan Ramadhan dengan hati yang bersih dan tekad yang kuat untuk menjalankan ibadah dengan penuh kesungguhan.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menyambut Ramadhan dengan baik:

  • Membersihkan Hati dan Jiwa: Sebelum Ramadhan tiba, mari kita introspeksi diri dan membersihkan hati serta jiwa dari segala dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan. Bersihkan hati dari rasa iri, dengki, dan kebencian, serta tingkatkan kebaikan dan ketakwaan dalam diri.
  • Menetapkan Tujuan dan Niat: Tetapkan tujuan yang jelas untuk Ramadhan ini. Apakah itu memperbanyak ibadah shalat, membaca Al-Quran, bersedekah, atau menjauhi hal-hal yang merusak keimanan. Sertakan niat yang tulus dan ikhlas untuk menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya selama bulan suci ini.
  • Mengatur Waktu dan Kegiatan: Merencanakan waktu dan kegiatan selama Ramadhan agar dapat memaksimalkan ibadah. Tentukan waktu untuk beribadah, berdoa, membaca Al-Quran, serta waktu untuk istirahat dan menjaga kesehatan tubuh.
  • Meningkatkan Kebaikan dan Kebajikan: Gunakan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kebaikan dan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Bersedekah kepada yang membutuhkan, berbuat baik kepada sesama, dan menjaga hubungan silaturahmi dengan keluarga dan tetangga.
    Jamaah sekalian,

Dengan menyambut Ramadhan dengan hati yang bersih dan tekad yang kuat, kita akan dapat meraih keberkahan dan rahmat yang Allah SWT janjikan dalam bulan suci ini. Mari manfaatkan setiap momen dalam Ramadhan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, memperbaiki diri, dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Demikian kumpulan contoh kultum menyambut bulan Ramadhan yang bisa detikers jadikan referensi. Semoga bermanfaat!




(alk/edr)

Hide Ads