7 Contoh Cerpen tentang Hari Ibu yang Singkat dan Penuh Makna

7 Contoh Cerpen tentang Hari Ibu yang Singkat dan Penuh Makna

Andi Sitti Nurfaisah - detikSulsel
Kamis, 12 Des 2024 22:00 WIB
ilustrasi cerpen
Foto: ilustrasi: edi wahyono
Makassar -

Hari Ibu diperingati secara nasional di Indonesia setiap 22 Desember. Peringatan ini bertujuan untuk menghargai segala perjuangan dan jasa para perempuan Indonesia.

Ada berbagai cara dan kegiatan yang dapat dilakukan untuk merayakan dan memeriahkan Hari Ibu. Salah satunya melalui kegiatan literasi seperti membuat cerita pendek (cerpen) tentang Hari Ibu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerpen merupakan cerita pendek yang kurang dari 10 ribu kata yang biasanya dipusatkan pada satu tokoh atau peristiwa yang dialami pada isi cerpen tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini contoh cerpen tentang Hari Ibu yang dapat detikers jadikan referensi. Yuk disimak!

Contoh Cerpen tentang Hari Ibu

Cerpen 1: Kado Terbaik

Karya: Asri S

ADVERTISEMENT

Ruri berjalan gontai menuju rumahnya. Dia baru berpapasan dengan Zahira yang membawa kue mini untuk Ibunya. Kue itu memang cantik, dengan gambar Ibu dan anak kartun dari whipping cream merah muda.

Akan tetapi, Ruri sempat menguping saat Zahira berkata harga kue itu lebih dari uang saku miliknya, bahkan setara saat dia mengumpulkannya selama sebulan.

Dengan begitu, Ruri mengerti dia tidak bisa memberikan kue cantik untuk ibunya. Bocah kelas 4 SD itu lalu menimang-nimang untuk memberi hadiah hari Ibu pada bulan berikutnya.

Namun, Ruri benar-benar tidak tahu apakah bulan depan dia tetap layak merayakan hari Ibu. Pasalnya menurut paparan gurunya Hari Ibu datang setahun sekali. Lantas, apakah Ruri pantas untuk menunda-nunda perayaan hari Istimewa tersebut?

Tanpa disangka kaki kecilnya telah sampai di teras. Kemudian pemilik rambut keriting itu mengintip seseorang dari lubang di bilik bambu rumahnya. Tampaknya neneknya masih tidur sehingga Ruri tidak perlu repot-repot menyiapkan makan siang.

Kemudian Ruri cepat-cepat berlari ke halaman belakang, lalu melewati jalan setapak hingga menemukan sungai yang keruh. Di sana ada jembatan sempit yang dinding-dindingnya tampak ditumbuhi oleh lumut.

Kaki kecilnya lantas terus melangkah dengan antusias hingga menemukan pusara ibunya di antara ratusan pusara warga Desa.

"Kata Bu Guru hari ini adalah hari Ibu. Selamat hari Ibu ya ibuku tersayang," katanya sambil mencium pucuk pusara ibunya.

"Aku ingin membeli kue cantik, Bu. Aku akan memberikannya untuk nenek bulan depan. Sedangkan ibu akan mendapat Alfatihah istimewa dariku hari ini," tambahnya.

Setelah itu, Ruri kembali ke rumah untuk merawat neneknya.

Cerpen 2: Monster Cinta Itu Ialah Ibu

Karya: Tamsin Yoioga

Kasih bu itu memang tiada tara, sepanjang masa dan tidak akan pernah tergantikan oleh apa pun dan sampai kapan pun. Teringat saat kecil, saya merupakan anak yang sangat takut kepada ibu daripada bapak. Terdengar terlintas suara sedikit saja yang memanggil nama saya, walaupun sedang asyik bermain bersama teman-teman, saya pasti akan pulang agar tidak kena
pukulan rotan di pantat, atau bahkan cubitan pada telinga dan lengan. Pendidikan yang diberikan ibu kepada kami memang keras, apalagi untuk wilayah Timur Indonesia. Kami bahkan merasa kebal terhadap rotan dan cubitan. Sampai-sampai yang terlintas jika bicara tentang ibu saat itu, ialah seorang monster.

Dari rasa takut itu akhirnya jadi seperti tidak suka, bahkan terlintas rasa benci kepada cara ibu mendidik saya. Bayangkan saja, saat masih pagi, tiba-tiba sudah dibangunin padahal masih mengantuk. Kemudian dipaksa mandi dan harus segera bergegas ke sekolah. Sepulang sekolah makan siang, terus langsung disuruh tidur. Padahal saya ingin bermain bersama teman-teman di luar sana. Bahkan saat datangnya malam, saya dipaksa belajar dan tidur tepat pada jam 22.00, walaupun saya masih ingin menonton televisi. Ada lagi seperti mengaji, shalat dan belajar pun dipaksa, sampai-sampai yang tiga ini kalau tidak dilaksanakan, maka bersiap-siaplah pantat kena rotan. Hehehe

Begitulah ibu, monster yang sangat saya cintai. Sampai saat ini, kisah-kisah tersebut masih melekat kuat dalam ingatan saya. Sosok anak yang bandel ini tidak pernah memikirkan beribu kebaikan dan kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah surut walau terkadang dirinya tidak terurus. Saya hanya memikirkan didikan didikan yang keras itu, sehingga mengabaikan kelembutan hati dan jiwanya. Dalam hal didikan keras ini, saya meyakini kita semua memiliki kisah tersendiri dan pola pikir yang sama saat dahulu.

Kisah-kisah tersebut baru saya sadari bahwa sesungguhnya itulah cara ibu menunjukkan kepada saya, kepada kita semua, kalau yang namanya manusia itu harus berpendidikan. Tentu pendidikan saja tidaklah cukup, butuh dasar agama dan etika untuk mengawal langkah kita. Pun begitu sikap disiplin dan konsistensi diri juga diperlukan agar bisa menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap tugas mulia (khalifah) di bumi yang fana ini. Dan semua itu baru saya sadari ketika beranjak dewasa. Sulit dibayangkan bagaimana bisa saya mempunyai pikiran seperti itu kepada ibu, padahal saya tidak pernah bisa pergi jauh kalau tidak bersama ibu? Pernah suatu malam saya diajak sepupu untuk bermalam di rumahnya. Spontan saya pun menyetujui tawarannya. Sampai saatnya tidur, paman dan bibi saya ikut panik bersama sepupu, karena saya terus menangis dan tidak kunjung tidur, karena terus teringat pada ibu. Padahal rumah saya dengan sepupu itu hanya dibatasi oleh jalan raya.

Salam Kisah Ibu

Cerpen 3: Pesan dari Ibu

Karya: Azharia

Embun di pagi buta, ibu membangunkan Tiara dan Tito untuk segera bergegas berangkat sekolah. Tiara dan Tito sedang rapi-rapi untuk pergi ke sekolah sedangkan ibu mempersiapkan sarapan untuk Tiara dan Tito.

Setiap hari Tiara dan Tito pegi ke sekolah berjalan kaki, terkadang mereka dianterin oleh ayahnya menggunakan motor. Ibu setiap hari berjualan kue keliling dari daerah rumah sampai pasar, sedangkan sang ayah bekerja sebagai tukang ojek.

Tiara sekarang duduk di bangku 7 SMP, sedangkan Tito duduk di bangku 5 SD. Tito anak yang sangat pintar dari kelas 1 sampai sekarang ia sering mendapatkan ranking, sampai-sampai ia ikut lomba matematika dan mendapatkan juara 2. Tiara juga anak yang pintar ia sering mendapatkan ranking 1, ia juga pernah ikut lomba IPA, matematika. Sekolahan Tiara dan Tito berdekatan.

Ibu berangkat berjualan kue, harga kuenya cukup murah dari harga Rp 2.000 sampai harga Rp 4.000. Setiap berjualan ibu membawa 50 kue dan terkadang juga lebih membawa kuenya. Kue ada yang titipan orang, dan sebagian buatan ibu. Sebelum berangkat berjualan ibu mengambil kue titipan Bu Jidah. Hasil jualan tersebut ibu tabung untuk biaya kuliah anaknya. Ibu pun mulai berjualan keliling, dari daerah rumah sampai pasar tapi sayangnya dari tadi tidak ada yang membeli kue ibu.

Adzan zuhur berkumandang, ibu pun bergegas untuk salat zuhur. Ibu meninggalkan kue di depan masjid. Saat ibu sedang salat, banyak orang yang membeli kue tersebut. Ibu tidak mengkhawatirkan kue yang ada di depan masjid, ibu pun tetap melanjutkan salat. Selesai salat ibu berdoa, "Ya Allah, semoga Tiara dan Tito bisa menjadi anak yang soleh dan sholeha. Dan semoga mereka bisa jadi anak yang sukses, bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Amin."

Selesai berdoa bahu ibu dipegang oleh seorang wanita cantik. Wanita itu membawa kue yang ibu jual ke dalam masjid. "Permisi bu, ini dagangan ibu bukan?" tanya wanita tersebut.

"Iya ini dagangan saya. Maaf, neng ini siapa ya, saya nggak pernah liat neng di sini?" jawab ibu sambil heran.

"Saya Tina bu, kebetulan tadi saya abis pulang kuliah. Saya mampir dulu ke masjid untuk salat, pas saya pengen masuk ke masjid, saya melihat dagangan kue. Sebelum salat saya jualin kue ibu, dan Alhamdulilah kue ibu habis," jawab Tina.

"Terima kasih ya neng, udah jualin kue saya, ini buat neng karena neng sudah bantu saya jualan kue," jawab ibu sambil memberi uang ke Tina.

"Tidak usah bu, saya ikhlas membantunya," jawab Tina.

"Ya udah ya neng, saya duluan," ucap ibu.

"Iya bu, hati-hati di jalan," jawab Tina.

Ibu pun pulang ke rumah, sesampai di rumah ternyata sih Tiara dan Tito sudah sampai duluan sebelum ibu pulang.

"Ibu ke mana aja sih, dari tadi kita tuh cari ibu ke mana-mana," tanya Tiara dengan kesal.

"Ibu tadi salat dulu di masjid," jawab ibu dengan sabar.

"Ya udah, sekarang makanannya mana?" tanya Tiara.

"Jangan makanan yang kemarin ya!" ucap Tito.

"Kalo makanan tadi pagi mau gak, Nak?" tanya ibu.

"Kenapa sih, setiap hari pasti ibu bilang makanan tadi pagi mau gak nak gak ada kata-kata lain apa?" sentak Tiara.

"Udah makan seadanya aja ya, Nak," jawab ibu dengan sabar.

Tiara pun menuju meja makan bersama Tito, sedangkan ibu masuk kamar. Di kamar ibu menangis "Kenapa anak-anakku durhaka ya Allah, apa salahku?"

Di saat ibu sedang menangis, Tiara memanggil ibu dengan suara lantang "Ibu... ini masakan udah basi tau."

Ibu pun menuju ruang makan sambil menghapus air mata. "Ada apa Tir?" tanya ibu.

"Ini tuh makanan udah basi, masih aja disimpan," sentak Tiara.

"Tadi pagi baru ibu masak nak," jawab ibu.

"Ibu duduk sekarang, Ibu coba makanan tadi pagi masih enak atau gak?" sentak Tiara.

Ibu pun mengikuti perintah tiara, ibu pun duduk dikursi dan ibu juga memakan mkanan tadi pagi. Ibu tidak bisa tahan nangis, disaat ibu makan ibu mengeluarkan air mata dan hati ibu sangat pedih dimarahi oleh anaknya sendiri.

"Ibu kenapa nangis?" Tanya Tiara.

"Ibu gak papa kok," jawab ibu.

"Kalo ibu gak papa kenapa nangis, sekarang habisin tuh makanan," sentak tiara. Ibu pun menghabiskan makanan tadi pagi.

"Sekarang Tiara mau tidur dulu, dan satu lagi jangan ganggu," sentak Tiara. Ibu hanya mendengarkan apa yang Tiara kata kan, hampir setiap hari ibu disentak Tiara, tapi ibu tetap sabar dan tabah.

Adzan ashar berkumandang, ibu membangunkan tiara "Tir, bangun udah ashar. Salat dulu Tir," ucap ibu, tapi tiara tidak bangun dari tidurnya.

Hari esoknya, Tiara dan Tito berangkat sekolah tanpa pamitan. Sedangkan ibu hari itu sedang sakit gara-gara makanan kemarin. Tapi ibu menahan sakitnya di depan anak-anaknya. Ibu menjalankan tugas-tugasnya seperti biasa. Ibu mulai berjualan keliling meskipun ibu sedang sakit tapi ibu terus berjuang demi anak-anaknya. Saat ibu sedang berjualan, ibu kena lemparan batu di bagian kepala. Kepala ibu berdarah, dan ibu ditolong oleh warga. Ibu pun dibawa ke rumah sakit. Sudah satu jam ibu tidak sadarkan diri.

Tiara dan Tito sudah pulang sekolah mereka mencari-cari ibu "Ibu, Ibu di mana sih. Kebiasaan banget hilang," ucap Tiara dengan kesal.

Salah satu seorang warga lewat depan rumah tiara dan tito, warga tersebut menghampiri Tiara dan Tito, "Tiara ibumu masuk rumah sakit," ucap warga.

"Ibu masuk rumah sakit, gak mungkin ibu masuk rumah sakit?" jawab Tiara.

"Kata dokter ibumu keracunan makanan, dan kepala ibumu juga berdarah," ucap warga.

Tiara dan Tito pun ikut salah satu warga ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit, Tiara dan Tito pun kaget melihat kondisi ibunya. Tiara dan tio pun masuk ke ruangan.

"Ibu, sadar Bu, maafin Tiara kalo selama ini suka ngebentak Ibu," ucap Tiara.

"Bu... Tito sayang ibu, ibu jangan tinggalin Tito," ucap Tito.

"Tiara juga sebenarnya juga sayang Ibu, Tiara bukan anak durhaka Bu," ucap Tiara.

Ibu menyadarkan diri. "Tiara, Tito, ibu sudah tidak kuat lagi," ucap ibu.

"Ibu kenapa ngomong seperti itu?" tanya Tito.

Ibu menyuruh Tiara dan Tito mendekat, "Tiara Tito, ibu mempunyai pesan untuk kalian, dan tolong pesan ini disimpan baik-baik di hati kalian."

"Ibu ingin kalian jadi anak yang sukses, selalu ingat kepada Allah, selalu berbuat baik, kalian harus saling membantu. Maafkan ibu selama ini ibu belum bisa mendidik kalian menjadi anak yang benar. Dan satu lagi Tiara kamu tolong jagain Tito, dan Tito tolong jagain kakak Tiara," ucap ibu.

Ibu pun menutup matanya untuk selama-lamanya. "Ibu.. Ibu...," panggil Tiara sambil menangis.

"Ibu bangun Bu, Tiara gak mau ditinggal ibu," Tito menangis tak kalah kencang.

Raja siang keluar dari ufuk utara, ibu dimakamkan di dekat rumah. Tiara dan Tito masih menangis sejak tadi. Tito mengadzankan mayat ibunya. Sesudah dikubur, semua orang sudah pulang, kecuali Tito, Tiara dan paman. Tiara dan Tito menyesal apa yang terjadi selama ini.

Cerpen 4: Hadiah Sederhana

Setiap Hari Ibu, Raya selalu merasa bersalah karena tidak bisa memberikan hadiah spesial untuk ibunya. Biasanya, Raya hanya mengucapkan selamat Hari Ibu dan memeluk ibu.

Tahun ini, Raya sangat ingin memberikan hadiah spesial untuk ibunya. Tapi sayangnya, ia bahkan tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli barang-barang mewah.

Raya pun terus gelisah dan murung dalam kamarnya, hingga ibu masuk dan duduk di sebelah Raya. Ibu sangat mengenali putri kecilnya itu, ibu pun tersenyum dan mengelus rambut Raya.

"Ibu, tidak suka barang mewah. Hadiah sederhana untuk Hari Ibu akan sangat berarti buat ibu," ucap ibu.

"Benarkah?" Jawab Raya dengan menatap ibu.

Ibu pun mengangguk mengiyakan pertanyaan Raya. Akhirnya, Raya memutuskan akan membuatkan ibu sarapan yang enak sebagai hadiahnya.

Pada pagi Hari Ibu, Raya tengah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Dengan tangan gemetar, ia menyajikan roti coklat dan secangkir teh hangat.

Ibu yang duduk di ruang makan pun tersenyum lembut menatap Raya. Ibu menerima dengan sukacita hidangan sederhana yang disajikan Raya.

"Terima kasih sayang. Ini adalah hadiah yang sangat berharga untuk ibu," kata ibu sambil menyentuh tangan Raya.

Raya pun tersenyum cerah. Ia memeluk ibu sambil mengucapkan "Selamat Hari Ibu untuk ibuku tersayang."

Hari itu, Raya menghabiskan waktu lebih banyak bersama ibu, menemani ibu membereskan rumah, hingga duduk mendengarkan cerita-cerita lama yang selalu menghangatkan hatinya. Ia menyadari bahwa dalam kasih ibu, tak perlu hadiah yang mahal, karena yang terpenting adalah cinta yang saling dibagi, kebersamaan.

Cerpen 5: Cinta Ibu Sepanjang Masa

Pada tahun sebelumnya, Andi merayakan Hari Ibu dengan berbagai kegiatan bersama ibu. Berawal dengan memberikan bunga segar kepada ibu di pagi hari. Lalu membantu ibu membuat sarapan di dapur.

Menjelang sore, Andi mengajak ibu berjalan-jalan mengelilingi kota dengan sepeda motor, hadiah dari ibu. Menikmati indahnya matahari tenggelam menjelang magrib di pinggir pantai. Kemudian Andi memberikan hadiahnya kepada ibu.

Ibu pun menatap haru Andi, sembari menghapus air matanya dia memeluk anak tunggal kesayangannya. Lantas ibu segera membuka hadiah yang diberikan Andi, dan sekali lagi menatap Andi dengan mata berkaca-kaca.

Andi memberi ibu kalung emas berbentuk hati. Andi pun membantu ibu memakai kalung emas tersebut.

"Ibu terlihat cantik," ucap Andi.

"Ah kamu bisa saja nak, terima kasih hadiahnya nak. Ibu pasti akan menjaganya dengan baik," jawab ibu.

Kenangan itu pun selalu terputar di kepala Andi. Kini Andi merayakan Hari Ibu dengan cara berbeda dari tahun sebelumnya.

Saat ini Andi tengah duduk di ruang tamu sambil memandangi foto ibu yang telah tiada. Setiap Hari Ibu, Andi merasakan kekosongan yang mendalam, karena ia tak bisa lagi memberi ucapan selamat.

"Datanglah di mimpiku malam ini bu, aku ingin merayakan Hari Ibu bersama ibu," pinta Andi sambil menangis.

"Ibu, aku tahu kamu selalu ada di sini menemaniku, kamu tidak betul-betul meninggalkanku sendirian kan?. Ibu selalu ada di hatiku," ucapnya lirih.

Andi kembali memandangi foto ibu lebih lama, kenangan-kenangan itu kembali terputar. Namun, Andi merasakan kedamaian dan cinta yang tak akan pernah hilang dari kenangan itu. Hari Ibu kali ini mengajarkan Andi bahwa cinta ibu tidak terbatas oleh waktu dan ruang, dan ia akan terus hidup dalam hatinya.

Cerpen 6: Ibu adalah Inspirasiku

Pada malam Hari Ibu, Isa duduk di samping ibunya yang sedang lelah. Ibu baru saja menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga, dari memasak, membersihkan rumah, hingga memastikan semua kebutuhan keluarga terpenuhi. Wajah ibu yang tampak lelah, namun tetap memancarkan senyum hangat. Hal itu membuat Isa bertanya pada ibunya.

"Ibu, kenapa tidak pernah mengeluh?" tanya Isa dengan penuh rasa ingin tahu.

Ibu tersenyum lembut, menyentuh tangan Isa dan berkata, "Karena ibu tahu, kebahagiaan ibu ketika melihat kalian anak-anak ibu tumbuh bahagia."

Jawaban ibu membuatnya terharu, seketika ia mengingat peran ibu yang selalu memastikan semua kebutuhan keluarga tercukupi, bahkan ibu rela mengorbankan waktu dan tenaganya. Meski terkadang ibu kelihatan Lelah, tapi tak pernah sekalipun ibu mengeluh. Isa selalu merasa kagum dengan kekuatan yang dimiliki ibunya, yang tak pernah tampak lelah meski beban hidup tak pernah ringan.

"Bu, apakah ada yang ibu inginkan untuk hadiah Hari Ibu?" tanya Isa lagi, berusaha mencari tahu lebih dalam.

Ibu menatap Isa dengan senyuman hangatnya. "Ada, keinginan ibu melihat kalian tumbuh bahagia dan menjadi pribadi yang baik. Itu sudah cukup bagi ibu, karena kebahagiaan kalian adalah segala-galanya bagi ibu."

Isa merasa hatinya semakin tersentuh. Ia sadar bahwa selama ini, ibu jarang mendahulukan dirinya. Keluarga menjadi prioritas ibu, sehingga semua yang dilakukannya adalah untuk keluarganya. Isa merasa malu karena belum sepenuhnya menghargai perjuangan ibu.

"Ibu, aku janji akan menghargai setiap pengorbanan ibu. Aku akan berusaha menjadi anak yang bisa membuat ibu bangga," ucap Isa dengan mata yang berkaca-kaca.

Ibu tersenyum, menyentuh dan menggenggam tangan Isa lebih erat. "Ibu sudah bangga padamu, Nak. Cinta yang kalian berikan adalah hadiah terbaik yang bisa ibu terima."

Malam itu, Isa merasa kekuatan ibunya telah mengalir dalam dirinya. Ia tahu bahwa meskipun ibu tidak pernah meminta balasan atas semua pengorbanannya, ia ingin ibu merasakan kebahagiaan yang lebih. Isa bertekad untuk menjadikan ibu sebagai sumber inspirasinya dalam menjalani hidup, untuk selalu memberikan yang terbaik bagi keluarga, dan untuk menjadi pribadi yang kuat seperti ibunya.

Cerpen 7: Senyum yang Tak Pernah Pudar

Di Hari Ibu, Dino menghabiskan harinya bersama ibu. Dino menemani ibu duduk di depan rumah memandangi langit sore yang tampak indah. Dino memandangi wajah ibunya yang mulai keriput, namun satu hal yang tetap sama dari dulu adalah senyumnya.

"Ibu, bagaimana bisa ibu selalu tersenyum dengan cobaan hidup yang penuh tantangan ini?" tanya Andi. Ibu menjawab dengan lembut, "Karena ibu tahu, kamu adalah kekuatan bagi ibu. Melihatmu tumbuh menjadi anak yang berbakti, sudah cukup menjadi alasan ibu bahagia, Nak."

Dino merasa terharu mendengar jawaban ibu. Sejak ia kecil, ibu selalu tersenyum walaupun mereka harus menghadapi banyak kesulitan. Kehidupan mereka tidak selalu mudah, dan banyak sekali perjuangan yang harus dilalui. Namun ibu tidak pernah mengeluh.

Ibu selalu memiliki cara untuk menghadapi segala tantangan itu dengan penuh cinta dan kekuatan. Bahkan Ketika ayah pergi meninggalkan aku dan ibu, ibu tetap nampak tegar.

Hari itu, Dino menyadari bahwa senyum ibu adalah sumber kekuatan dan kebahagiaannya. Ia pun berjanji akan selalu menjaga senyum itu, sebagai tanda terima kasih atas semua cinta yang telah ibu berikan.

Demikianlah 7 contoh cerpen tentang Hari Ibu yang bisa detikers jadikan referensi. Semoga bermanfaat!




(urw/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads