- Puisi Tentang Pahlawan 1. Jas Merah 2. Diponegoro 3. Jenderal Sudirman 3. Kusuma Bangsa 4. Pahlawankah? 5. Sepotong Sunyi di Taman Makam Pahlawan 6. Pangeran Diponegoro 7. Untuk Tangan yang Penuh Darah di Masa Lalu 8. Sultan Hasanuddin 10. Dewi Sartika 11. Sejarah Mengajarkan 12. Panglima Besar Jendral Sudirman 13. Dr. Cipto Mangunkusumo 14. Cut Nyak Dien 15. Doa untuk Pahlawan 16. Dongeng Pahlawan 17. Puisi Karawang Bekasi 18. Diponegoro (2) 19. Prajurit Jaga Malam 20. Arsip Juang dan Kemerdekaan Abadi 21. Gugur
- 22. Sebuah Jaket Berlumur Darah 25. Mentari Indonesia
Hari Pahlawan Nasional menjadi momen yang tepat untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada para pahlawan atas jasanya di masa lampau. Menunjukkan rasa terima kasih itu bisa dilakukan dengan membacakan puisi tentang pahlawan.
Selain dibacakan, puisi Hari Pahlawan ini dapat diunggah di media sosial sebagai caption foto atau status. Selain itu, puisi tentang pahlawan juga bisa dibacakan untuk keperluan lomba di momen peringatan Hari Pahlawan 2024.
Bagi detikers yang sedang mencari puisi tentang pahlawan, berikut detikSulsel menyajikan kumpulan contohnya. Simak, yuk!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puisi Tentang Pahlawan
Kumpulan puisi tentang pahlawan di bawah ini dihimpun dari Buku Seuntai Ungkapan Hati: Kumpulan Puisi oleh Akbal Marfianda, Kumpulan Puisi Pahlawan oleh Siti Isnatun M dkk, dan berbagai sumber lainnya. Berikut selengkapnya:
1. Jas Merah
Karya: Akbal Marfianda
Sumber: Buku Seuntai Ungkapan Hati: Kumpulan Puisi
Kota Inhil berada di pelosok negeri
Kota yang dikenal dengan Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten yang penuh dengan julukan
Indragiri Hilir Kota Ibadah
Indragiri Hilir Hamparan Kelapa Dunia
Indragiri Hilir Negeri Seribu Jembatan
Julukan itu tidak didapat dengan hanya kedipan mata
Melainkan jerih payah perjuangan para pahlawan
Yang berjuang dengan bambu runcing
Yang berjuang berlumuran darah
Yang berjuang dengan menaruhkan nyawanya
Hidup matinya hanya untuk mempertahankan kemerdekaan
Banyak pahlawan Kabupaten Indragiri Hilir
Yang mempertaruhkan nyawanya
Demi terbentuknya Kabupaten Indragiri Hilir
H Baharuddin Yusuf salah satu seorang tokoh yang digelari Pahlawan Nasional
Yang berasal dari Indragiri Hilir
Perjuangan mereka tidak bisa dilupakan
Jasa mereka akan terus dikenang sepanjang masa
Demi terwujudnya Kabupaten Indragiri Hilir yang Berjaya dan Gemilang
2. Diponegoro
Karya: Siti Isnatun M
Sumber: Buku Kumpulan Puisi Pahlawan
Di tengah hiruk pikuk perang
Diponegoro menerjang
Angkara yang kian meradang
Di antara bisingnya perang
Diponegoro menata barisan
Dengan genderang menantang
Zaman tlah berlalu...
Diponegoro tlah pergi bersama waktu
Generasi muda, adakah padamu
keteladanan Diponegoro dalam kalbu
Berjuang dan lanjutkan kepahlawanan
bukan demi ketenaran dan kedudukan
namun, demi kebenaran dan kemajuan
Hidupkan semangat Diponegoro di dadamu
Tegakkan langkah Diponegoro di ragamu
Dan sematkan asa Diponegoro di jiwamu
Karna Diponegoro... adalah semangat yang tak kan pernah padam
3. Jenderal Sudirman
Karya: Siti Isnatun M
Sumber: Buku Kumpulan Puisi Pahlawan
Sederhana dan bersahaja
Rendah hati serta penuh kasih
Begitulah sosoknya
Jenderal Sudirman
Diiringi keikhlasan menjalani perjuangan
Disertai ketabahan dalam kesakitan
Dan ditemani kesabaran dalam menentang kezaliman
Dapatkah lagi pemimpin sepertinya ditemukan?
Sementara, zaman tlah jauh melangkah ke depan
Dan pergolakan tlah merubah keadaan
Rindu kami akan pemimpin sepertinya
Rindu kami akan tokoh sebijak dan setangguh dirinya
Seorang pejuang kebanggaan bangsa
yang rela berjuang demi kebenaran
yang rela berjuang demi perdamaian
yang rela berjuang untuk kemerdekaan
bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Kusuma Bangsa
Karya: Umi N Mukhsin
Sumber: Buku Kumpulan Puisi Pahlawan
Penjajah mengoyak kedamaian negeri ini
Mereka menindas
Mereka memaksa
Mereka merampas
Pejuang bangkit melawan
Maju ke medan laga
Memanggul senjata
Menyerukan kebenaran
Perjuangan itu tidak sia-sia
meskipun harus dibayar darah dan nyawa
Indonesia merebut kembali kedaulatannya
Kini kita bisa menikmati indahnya negeri ini
berkat kegigihan dan keberanian
para pejuang sejati
merekalah kusuma bangsa ini
Lanjutkan semangatnya
Kobarkan kegigihannya
untuk membangun Indonesia tercinta
4. Pahlawankah?
Karya: Siti Isnatun M
Sumber: Buku Kumpulan Puisi Pahlawan
Pahlawankah?
Bila kekuasaan adalah tujuan
kedudukan adalah pamrih
dan kekayaan adalah cita-cita
Pahlawankah?
Bila kepentingan sendiri adalah hal utama
kepentingan rakyat adalah selingan
dan kepentingan keluarga sibuk diperhatikan
Pahlawankah?
Bila keikhlasan bukanlah landasan
tergantikan oleh ketamakan serta kesombongan
dan ambisi yang menuntut pemenuhan
Bertanyalah pada nurani...
Pahlawankah?
5. Sepotong Sunyi di Taman Makam Pahlawan
Karya: Siti Isnatun M
Sumber: Buku Kumpulan Puisi Pahlawan
Di sebuah makam
jauh dari kehidupan
yang tersimpan hanyalah kenangan
akan keabadian yang temaram
Sepotong sunyi menepi
di antara nisan-nisan berjejer rapi
seolah jadi teman yang peduli
menyanyikan sepi tanpa henti
Berkalang tanah engkau para kebanggaan
tenggelam bersama keteladanan
betapa tamanmu kini sunyi dan sepi
seakan duniamu tlah ikut mati
Taman makammu makin tak terjamah
Perjuanganmu makin terlupa sejarah
Sungguh ironis dan menggugah
Semua terjadi saat jasamu terasa indah
Nisanmu yang dulu megah
kini tampak mulai layu dan jengah
bagai bunga kamboja berguguran ke tanah
tak terusik oleh deretan kisah
Sepotong sunyi terus menggelanyuti
taman makammu...wahai pahlawan negeri
Hati berbisik dengan sepi
akankah kami bisa berbagi
meski hanya kisah yang tak selesai
dari perjalananmu yang telah usai
6. Pangeran Diponegoro
Karya: Endah Susanti
Sumber: Buku Kumpulan Puisi Pahlawan
Meski kau berdarah ningrat,
namun kau hidup merakyat
Kau tak silau dengan kedudukan
Kau tak gentar dengan jabatan
Meski semua di depan matamu
Penindasan, eksploitasi rakyat, dan keserakahan
Dari itulah hatimu tergerak
Kau tak pernah rela tanah ini diambil paksa dan semena-mena
Kau yang tak rela melihat pribumi bodoh diinjak-injak
Diatur dan diperbudak
Semangat perjuangan berkobar di dadamu
Tak patah hanya dengan pengasingan
Tak takut hanya karena iming-iming penangkapan
Diponegoro kini telah tiada
Hanya gambar dan monumenmu yang mengingatkan negeri ini
Tentang kegigihanmu
Keberanianmu dan pernyataan sikapmu
Pada anak bangsa
Anak generasi Diponegoro
Perjuangan Diponegoro belum usai
Semangat Diponegoro harus selalu berkobar gagah
segagah Diponegoro
7. Untuk Tangan yang Penuh Darah di Masa Lalu
Karya: Abu Musa Al-Asy'ari
Sumber: Buku Puisi Sejarah (130 Puisi Terbaik Lomba Tingkat Nasional)
Tulisan ini kubuat di malam pahit,
sepahit dua ratus butir obat penyembuh demam.
Tulisan ini juga kubuat dengan rasa yang terdalam,
sedalam tatapan mata seorang bayi kepada ibu-nya.
Daun pohon kelapa mungkin ikut merasakan apa yang malam ini kurasakan.
Namun semua tak berarti apa apa jika perbandingan datang untuk membandingkanku dengan para manusia yang dahulu memenuhi tangan nya dengan darah.
Ia adalah manusia yang ditulis namanya di dalam sejarah dengan tinta emas.
Para manusia yang bernama pahlawan.
Yang malamnya penuh dengan ketegangan, suara jeritan, disertai takut dengan kehilangan satu persatu dari golongan keluarga-nya.
Wahai manusia yang rela jatuh, yang rela gugur, rela mengorbankan raga dan jiwanya untuk kami, jiwa jiwa setelahmu.
Kau telah menjadi daun yang jatuh demi buah yang manis.
Tangan-mu yang dahulu memegang senjata runcing yang penuh darah itu, adalah sebuah persaksian di pengadilan hari akhir nanti.
Bahwa kau telah membuat ratusan juta jiwa jiwa. setelahmu merasakan indahnya kemerdekaan.
Tak berhenti di sana,
kau juga telah membuat sebait kata menjadi sebuah paragraf,
menyatukan sebutir gula hingga manis dengan secangkir kopi, dan merubah setetes air hingga menjadi ombak di laut lepas.
Terimakasih duhai pahlawan yang kau akan selalu harum di kalangan kami, meski kami tak kenal siapa dirimu.
Malam ini kuakhiri dengan perubahan
Jika tadi malamku pahit maka kini manis setelah aku mengingat perjuanganmu.
Aku adalah anak muda yang tak pantas sedih.
Karna kau jauh lebih sedih di masa yang penuh dengan penumpahan darah itu.
Terima kasih pahlawanku
8. Sultan Hasanuddin
Karya: Sides Sudyarto DS
Ketika kau naik takhta, Sultan
Kerajaan Gowa dalam puncak kejayaan
Tiada pengacau, tiada kejahatan
Tetapi tatkala V.O.C datang
Negerimu pun menjadi keruh
Namun kau memang ksatria
Prajurit berdarah Bugis nan perkasa
Belanda pun kau hadapi sambil berseri
Terhadap musuh dikau tiada bersembunyi
Kau hantam terus tentara musuh dengan meriam
Hasanudin Sultan yang berani mati
Walaupun bentengmu jatuh tetapi tetap terhormat
Sultan, kau gugur sebagai pahlawan
10. Dewi Sartika
Karya: Sides Sudyarto D. S.
Dewi bagai pelita di malam hari
Dikau bersinar cerah dalam kegelapan
Meski angin kencang bertiup menghembus
Namun kau tetap menyala membagi terang
Kau sinarkan cahaya pikirmu
Membimbing kaum wanita ke arah kemajuan
Kau didik anak-anak Indonesia dengan rela
Agar jadi insan berguna
Dewi Sartika, wanita utama
Telah kau rentang garis pengabdian
Juangmu memerangi kebodohan bangsa
Menuju titik kesejahteraan di esok lusa
11. Sejarah Mengajarkan
Karya: Dina Mariana
Sumber: Buku Puisi Sejarah (130 Puisi Terbaik Lomba Tingkat Nasional)
Nyala bara kebangkitan,
demi terbebasnya hidup dari ketidakadilan.
Tidak menyerah hingga bersimbah darah,
demi terlahirnya kemerdekaan.
Rela kehilangan nyawa,
demi tercapainya tujuan.
Tak instan, prosesnya sungguh melelahkan.
Tak bisa sendirian, terkumpulah persatuan.
Menyamakan langkah, bergandengan tangan.
Menitipkan harapan melalui pengorbanan.
Melangitkan doa, meminta pertolongan Tuhan.
Semuanya dengan perjuangan.
Bukan dengan tangan kosong penuh kepasrahan.
Begitulah sejarah mengajarkan.
Sebagai bekal pembelajaran di masa depan.
12. Panglima Besar Jendral Sudirman
Karya: Sides Sudyarto D. S.
Panglima Besar Sudirman
Ketika kau angkat senjata semua pemuda Indonesia siaga
Ikut bersamamu menyandang senapan
Mengawal Revolusi 17 Agustus 1945
Jendral yang perwira
Ketika kau mengembara bergerilya
Segenap putra-putri Indonesia terpanggil
Untuk mengantarmu maju ke medan laga
Mengobarkan api perjuangan, merebut kemerdekaan
Sudirman pahlawan agung
Dengan paru-paru sebelah kau atur komando
Perjuangan nasional semesta Nusantara
Dari atas tandu tergolek badanmu
Mengatur siasat ke segala penjuru
Demi kebebasan tanah air nan satu
Panglima Revolusi nan utama
Seluruh Rakyat Indonesia bernaung
Di bawah bayanganmu setia sepenuh hati dan jiwa
Meneruskan tekad juangmu
Mengawal Revolusi Pancasila
Hingga akhir dunia
13. Dr. Cipto Mangunkusumo
Karya: Sides Sudyarto D.S
Dokter, kau adalah penyelamat anak-anak pribumi
perawat penyakit yang menimpa rakyat jelata
Kau curahkan cinta kasihmu demi kehidupan
Penduduk negeri yang terlanda kemiskinan
Cipto, dikau adalah Garuda Perkasa
Cakarmu kuat, menentang kekuasaan penjajah
Kau kibarkan keberanian melawan penindasan
Kau bangkitkan semangat menentang kezaliman
Jiwa berontak dengan galak
Kau tiada pernah menyerah pada penjajah
Meski kau dibuang selalu ke pengasingan
Namun jiwamu selalu perkasa mengejar kemerdekaan
14. Cut Nyak Dien
Karya: Sides Sudyarto D. S.
Di Cadas Pangeran Sumedang, tubuhmu mengunjur
Engkau istirahat abadi dalam kubur
Tetapi engkau tetap Puteri Aceh yang berjiwa luhur
Kau bela Indonesia hingga merdeka
Meski kau harus korban umur
Cut Nyak Dien, kau wanita utama
Berdarah api berjiwa baja
Kau tinggalkan keluarga dan sanak saudara
Demi negara yang berada dalam bahaya
Cut Nyak Dien kau harum bagai melati putih
Berjuang selalu tiada kenal letih
Kau korbankan nyawa tanpa sedih
Demi tegaknya Sang Merah Putih.
15. Doa untuk Pahlawan
Karya: Nurin Nuzulia
Sumber: Buku Puisi Kemerdekaan: Antologi Puisi
Tergetar hati
Saat memandang batu nisan tersusun rapi
Sadarkan diri akan arti pejuang suci
Doa selalu untuk pahlawan sejati
Yang telah mengukir sejarah negeri
Semoga Allah meridhoi semua perjuangan
Semoga Allah memberi kemuliaan
16. Dongeng Pahlawan
Karya: W.S Rendra
Pahlawan telah berperang dengan panji-panji
berkuda terbang dan menangkan putri.
Pahlawan kita adalah lembu jantan
melindungi padang dan kau perempuan.
Pahlawan melangkah dengan baju-baju sutra.
Malam tiba, angin tiba, ia pun tiba.
Adikku lanang, senyumlah bila bangun pagi-pagi
kerna pahlawan telah berkunjung di tiap hari.
17. Puisi Karawang Bekasi
Karya: Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang - Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang
untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang - Bekasi
18. Diponegoro (2)
Karya: Chairil Anwar
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
19. Prajurit Jaga Malam
Karya: Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam,
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
Kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu....
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
20. Arsip Juang dan Kemerdekaan Abadi
Karya: Aliyuddin
Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan
Sajak-sajak yang penuh luka itu milik siapa?
Di ujung tanduk sesal menyesal dalam bait yang kabur
Tampaklah kaki-kaki pincang yang terseok menohok dalam simbah luka
Bambu runcing yang tak pernah tumpul akan takdir
Walau seribu pulau yang dulu sempat dirampas oleh mereka bergetar-getar dalam getir
Kita adalah syair-syair yang malang, dirajah burit angin dan nasib yang ganas
Serupa ababila yang melemparkan batu dari neraka
Kita terlalu cemas tualang akan damai, sampai senja bahkan gilap tak serta-merta meradang
Dihadang peluru dan senapan panjang
Hujan deras yang menganak sungai di pipi kita baginya adalah tangis kesialan
Tiada guna dan makna apalagi kepentingan
Di sudut kota dengan ingar bingar tanpa dawai kesembuhan
Kenestapaan menyayat pembuluh nadi dan doa-doa terlampau sekarat
Mengamini harapan melayat pasrah pada Tuhan
Bus dan oplet yang penuh melaju meninggalkan kita
Mengabaikan segala abai pada kaki-kaki pincang bersimbah darah.
Berselimut kutuk, hama, luka, dan lengking kelaparan
Di atas tanah kita yang katanya milik mereka, tanah merah yang tergadai mendahaga
Pulangkan saja, surat kabar yang dulu menawarkan jutaan janji manis
Dalam arsip-arsip yang lapuk dan usang sekarang
Kita adalah manusia-manusia asing yang terkikis darah para leluhur, biarlah terkenang pada lembar-lembar uang
Nama jalan dan monumen nasional
Terima kasih juang para pahlawan.
Tanpa juangmu kita hanyalah manusia-manusia kerdil yang kehilangan keadilan
Tanpa jasamu kita hanya darah-darah yang mengalir dan berbau amis
21. Gugur
Karya: WS Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,
ia berkata:
"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:
"Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
"Alangkah gemburnya tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
22. Sebuah Jaket Berlumur Darah
Karya: Taufiq Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!
23. Pahlawan Tak Dikenal
Karya: Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.
24. Lagu dari Pasukan Terakhir
Karya: Asrul Sani
Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
bimbang telah datang pada nyala
langit telah tergantung suram
kata-kata berantukan pada arti sendiri
Bimbang telah datang pada nyala
dan cinta tanah air akan berupa
peluru dalam darah
serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
bertanya akan kesudahan ujian
mati atau tiada mati-matinya
O Jenderal, bapa, bapa,
tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
ataukah suatu kehilangan keyakinan
hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
akan hilang ditiup angin, karena
ia berdiam di pasir kering
O Jenderal, kami yang kini akan mati
tiada lagi dapat melihat kelabu
laut renangan Indonesia.
O Jenderal, kami yang kini akan jadi
tanah, pasir, batu dan air
kami cinta kepada bumi ini
Ah, mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
yang akan dikirim ke bumi
Jenderal, mari Jenderal
mari jalan di muka
mari kita hilangkan sengketa ucapan
dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan
engkau bersama kami, engkau bersama kami
Mari kita tinggalkan ibu kita
mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
mari Jenderal mari
sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya
mari Jenderal mari Jenderal mari, mari ...
25. Mentari Indonesia
Karya: Bunda Azki
Sumber: Buku Antologi Puisi Kemerdekaan
Derap langkah para penjaga paksa
Letupan senjata tanpa aksama
Ribuan nyawa hilang tanpa dosa
Hanya derai air mata yang berkuasa
Ketika doa dan air mata bersama
Penjuru bumi langit berkuasa
Sebilah bambu runcing mencakar angkasa
Kekuatan besar mencabar bumi seisinya.
Merdeka, merdeka, merdeka
Peluh dan lara berganti indahnya nirwana
Luka tikam menganga berganti senyuman sukma
Ribuan dera tergantikan secercah sinar khatulistiwa
Kisah romansa akan indah pada waktunya
Bukan karena kamu dan aku saja
Namun korelasi keduanya
Karena kita sama, kita adalah Indonesia.
Demikianlah kumpulan puisi tentang pahlawan yang bisa dibacakan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 2024. Semogabermanfaat!
(alk/alk)