Kontingen Sulawesi Selatan (Sulsel) menorehkan prestasi pada cabang olahraga dancesport dengan meraih 1 medali emas, 1 perak, dan 1 perunggu pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024. Di balik kesuksesan itu terdapat cerita perjuangan dan pengorbanan dari para atletnya.
Salah satunya adalah Ivan Otnieliem dan Vany Jusak Otnieliem yang rela menggadaikan surat keputusan (SK) aparatur sipil negara (ASN) mereka demi persiapan kompetisi internasional. Keduanya termasuk dari 13 atlet Sulsel yang berlaga di PON edisi kali ini.
Sekretaris Umum Ikatan Olahraga Dancesport Indonesia (IODI) Sulsel Ade Tri Putra Kadiaman mengungkapkan perkembangan dancesport di Indonesia cukup pesat dan Sulsel selalu menjadi salah satu provinsi unggulan pada tiap keikutsertaan PON. Namun, kata dia, menghadapi PON kali ini tidaklah mudah, persaingan makin ketat dengan provinsi lain yang memiliki basis kuat pada cabang olahraga ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita selalu punya tryout, bahkan mengambil lesson di luar negeri. Sekarang provinsi lain bukan hanya belajar dari Sulsel, tetapi langsung juga ke luar negeri. Kalau seandainya Sulsel tidak melakukan hal yang sama, maka kita akan ketinggalan. Ini yang menjadi kegelisahan atlet kita," ujar Putra kepada detikSulsel, Senin (15/9/2024).
Putra mengatakan, untuk menjaga agar Sulsel tetap bersaing, Ivan dan Vany yang juga ASN di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulsel rela menggadaikan SK ASN mereka untuk membiayai pelatihan ke luar negeri. Keputusan ini diambil setelah berbagai upaya untuk mendapatkan dukungan dana dari pemerintah dan pihak terkait menemui jalan buntu.
"Sejak 2023, sebelum masuk babak kualifikasi PON, kita sudah banyak mengajukan. Ke Dispora, gubernur, anggota DPRD Sulsel, tentang program kita. Kita coba terus, tapi ternyata tidak gol. Ternyata buntu, itu kita lakukan selama satu tahun. Menggadaikan SK itu adalah upaya terakhir," katanya.
Ivan dan Vany, lanjut dia, yang sebelumnya berhasil meraih medali emas pada PON 2016 Jawa Barat, bahkan harus mendapatkan dukungan finansial dari keluarga mereka. Orang tua kedua atlet tersebut turut menjaminkan surat tanah demi memastikan mereka bisa menjalani latihan intensif di Slovenia, negara yang terkenal dengan pelatihan dancesport berkualitas.
"(Biaya latihan Ivan dan Vany di Slovenia) mahal sekali. Satu kali lesson itu bisa kena 85 Euro sampai 115 Euro (sekitar Rp 1,5 hingga Rp 2 juta). Satu lesson 45 menit. Bayangkan kalau 2 bulan ada di sana. Satu hari itu bisa 1 sampai 4 lesson," bebernya.
"Bukan hanya itu. Mereka juga harus menjaga massa otot. Jadi, harus sewa tempat gym," tambahnya.
Sayangnya, kata Putra, perhatian pemerintah dirasa masih sangat minim, padahal persiapan menuju PON 2024 membutuhkan biaya besar. Bahkan, selama kualifikasi PON 2023 para atlet tidak menerima honor sama sekali.
"Harus diakui bahwa persiapan kualifikasi PON 2023 dan PON 2024 adalah titik terendah perhatian pemerintah terhadap olahraga. Untuk PON 2024, honor atlet hanya Rp 2 juta. Padahal, saat kualifikasi PON 2007, honor atlet mencapai Rp 2,5 juta," ucapnya.
Ke depan, Putra berharap ada perhatian lebih dari pemerintah maupun pemangku kebijakan terkait terhadap cabang olahraga dancesport, terutama dalam hal pendanaan dan dukungan kepada para atlet.
"Sebenarnya bingung mau berharap sama siapa. Tapi, tentu kita harus berharap pada pemangku kepentingan, dalam hal ini pemerintah, Dispora, dan KONI," ketusnya.
Untuk diketahui, dancesport Sulsel meraih tiga medali pada PON 2024 Aceh-Sumatera Utara. Medali emas dan perunggu dipersembahkan Ivan dan Vany.
Keduanya meraih medali emas pada nomor FFA Samba, sedangkan medali perunggu pada nomor amateur latin. Sementara itu, satu medali perak dipersembahkan Ade Tri Putra Kadiaman dan Anastasya Kadiaman pada nomor pre amateur latin.
(ata/ata)