Paus Fransiskus melanjutkan perjalanan ke Papua Nugini setelah lawatannya ke Indonesia. Kepada para pemimpin Papua Nugini, Paus Fransiskus mengatakan bahwa sumber daya alam yang melimpah harus menguntungkan 'seluruh komunitas'.
Melansir detikNews, Sabtu (7/9/2024), Papua Nugini diketahui memiliki cadangan emas, tembaga, nikel, gas alam, dan kayu yang sangat besar, yang telah menarik banyak perusahaan multinasional untuk berinvestasi.
Hanya saja di negara tersebut, sekitar satu dari empat orang hidup di bawah garis kemiskinan, dan hanya lebih dari 10 persen rumah yang memiliki listrik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Barang-barang ini ditakdirkan oleh Tuhan untuk seluruh komunitas," kata Paus kepada para politisi, diplomat, dan pemimpin bisnis pada, Sabtu (7/9) atau hari pertama kunjungannya ke negara Pasifik Selatan tersebut, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (7/9/2024).
Paus berusia 87 tahun itu sedang melakukan kunjungan maraton 12 hari ke Asia-Pasifik, menekankan tekadnya untuk mempromosikan dialog antaragama.
Paus mengatakan bahwa bahkan jika "para ahli luar dan perusahaan internasional besar harus terlibat dalam pemanfaatan sumber daya ini" mereka seharusnya tidak menjadi satu-satunya yang diuntungkan.
"Sudah sepantasnya kebutuhan masyarakat setempat dipertimbangkan ketika mendistribusikan hasil dan mempekerjakan pekerja, untuk meningkatkan kondisi hidup mereka," katanya.
Selama beberapa dekade, Papua Nugini telah dipenuhi dengan tambang-tambang besar yang dikelola oleh Kanada, Australia, dan China.
Proyek senilai US$19 miliar yang dipimpin oleh ExxonMobil telah menghasilkan puluhan juta ton gas alam cair sejak operasi dimulai pada tahun 2014. Proyek gas bernilai miliaran dolar lainnya sedang dikembangkan oleh TotalEnergies.
Namun, kemiskinan warganya tetap mencolok. Sebuah studi Bank Dunia baru-baru ini menunjukkan bahwa antara tahun 2009 dan 2018, produk domestik bruto per orang negara itu tumbuh lebih dari sepertiga karena booming-nya sumber daya alam.
Namun, selama periode yang sama, persentase orang yang hidup dengan kurang dari US$2 per hari hampir sama.
"Kemiskinan hampir tidak berubah selama kurun waktu tersebut," kata penulis laporan Bank Dunia tersebut.
"Akses yang buruk ke layanan penting juga sangat sedikit berubah dari basis awalnya yang rendah," imbuhnya.
(asm/hsr)