Survei LSI Denny JA di Pilkada Lutim: Ibas 43%, Budiman 32%, Usman 4,1%

Foto: Peneliti Senior LSI Denny JA, Ikrama Masloman memaparkan hasil surveinya. (Sahrul Alim/detikSulsel)

Luwu Timur -

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA melakukan survei elektabilitas bakal calon bupati Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan (Sulsel) di Pilkada 2024. Hasilnya, elektabilitas Ketua NasDem Lutim, Irwan Bachri Syam (Ibas) unggul disusul Bupati Lutim Petahana yang juga Ketua DPC PDIP Budiman Hakim dan Ketua DPD PAN Usman Sadik dalam simulasi tiga calon.

Survei LSI Denny JA ini dilakukan pada 3-9 Juni 2024. Hasilnya disampaikan dalam konferensi pers di Hotel Harper, Makassar, Rabu (31/7). Responden sebanyak 440 orang dipilih secara acak dengan multistage random sampling yang diwawancara dengan tatap muka.

Tingkat kepercayaan survei elektabilitas bakal calon bupati Lutim ini sebesar 95%. Sedangkan margin of error survei ini kurang lebih 4,8%. Dalam simulasi tiga calon Ibas unggul dengan tingkat elektabilitas di angka 43% disusul Budiman 32% dan Usman 4,1%. Responden tidak tahu atau belum menentukan pilihannya sebanyak 20,9%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam simulasi head to head, Ibas tetap unggul dari Budiman. Ibas meraih 44,3%, sementara Budiman 33,2%. Responden tidak tahu atau belum menentukan pilihannya dalam simulasi head to head ini sebanyak 22,5%.

Survei ini juga memotret tingkat popularitas 19 tokoh di Luwu Timur. Budiman paling populer dengan tingkat popularitas 89,8% dengan tingkat kesukaan 85,1%, disusul Ibas dengan popularitas 86,8% dan tingkat kesukaan 90,3%. Di urutan ketiga ada nama Puspawati Husler dengan tingkat popularitas 64,3% dan tingkat kesukaan 82,7%.

Peneliti Senior LSI Denny JA, Ikrama Masloman mengatakan hasil itu menunjukkan elektabilitas Bupati Budiman di Pilkada Lutim mulai meredup. Di sisi lain, figur penantang, yakni Ibas makin moncer.

"Terkait temanya redupnya petahana dan cemerlangnya penantang ini digambarkan dari elektabilitas. Ibas kenapa moncer karena ini agak berbeda dengan Pilkada umumnya, karena umumnya hampir semua pilkada petahana unggul. Kalau merujuk pada periode survei ini berarti 5 bulan sebelum pemilihan petahan sudah dikalahkan," kata Ikrama.

Dia membeberkan penyebab pesona Budiman sebagai petahana meredup karena rendahnya kepuasaan publik terhadap kinerja, dan tingkat menginginkan kembali yang dibawah 50%. Pesona penantang yang tinggi, setidaknya disokong oleh aspek penerimaan personal.

"Ibas kandidat dengan tingkat kesukaan tertinggi di atas 90%, juga diuntungkan karena terdapat sentimen bahwa daerah tidak banyak berubah di angka 50,8%, lebih buruk 10,3%," katanya.

"Pesona penantang juga diuntungkan karena tidak memiliki resistensi yang besar, dan cenderung punya irisan suara dengan kandidat lain," tambahnya.