10 Contoh Ceramah tentang 1 Muharram 1446 H, Sambut Tahun Baru Islam

10 Contoh Ceramah tentang 1 Muharram 1446 H, Sambut Tahun Baru Islam

Rada Dhe Anggel - detikSulsel
Kamis, 04 Jul 2024 21:30 WIB
Cholil Nafis mengisi ceramah di acara Golkar
Ilustrasi (Foto: Dwi Rahmawati/detikcom)
Makassar -

Contoh ceramah tentang 1 Muharram atau menyambut Tahun Baru Islam bisa menjadi referensi bagi detikers yang membutuhkan. Berikut kumpulan contoh teks ceramah tentang Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 H dengan berbagai tema menarik.

Berdasarkan kalender konversi Masehi ke Hijriah yang disusun oleh Kementerian Agama RI, Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 H akan jatuh pada 1 Juli 2024. Pergantian tahun ini dapat dirayakan dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat. Baik dengan berdakwah maupun menggelar lomba-lomba bertema religi, seperti lomba ceramah.

Membawakan ceramah baik saat berdakwah ataupun mengikuti lomba tentunya membutuhkan materi yang sesuai dengan tema. Selain itu, pesan-pesan Islam yang disampaikan juga harus jelas dan mudah dipahami.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, detikSulsel telah merangkum 10 contoh ceramah singkat bulan Muharram yang bisa menjadi inspirasi dan referensi bagi yang membutuhkan.

Yuk, disimak selengkapnya!

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #1

Judul: Cara Menyambut Tahun Baru Islam

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن

أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Menjadi prioritas utama bagi para pendakwah dalam mengawali ceramahnya untuk senantiasa mengingatkan, mengajak, dan berwasiat kepada para jemaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Wujud peningkatan ketakwaan ini adalah dengan penguatan komitmen untuk menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan melakukan hal ini, maka kita akan mampu berjalan pada jalur yang telah ditentukan oleh Allah sehingga masa-masa hidup di dunia ini akan senantiasa dalam pantauan dan lindungan-Nya.

Ketakwaan yang berwujud kepatuhan kepada Allah swt ini, bisa menjadi modal utama untuk menjadikan perjalanan hidup yang kita lalui penuh dengan nilai-nilai positif yang menjadikan kualitas kehidupan akan semakin lebih baik lagi. Bukan hanya pada saat ini saja, ketakwaan pada Allah akan meninggalkan kenangan manis dan menyingkirkan kepedihan sekaligus membawa bekal optimisme dalam menghadapi masa depan. Allah berfirman:

لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ

Artinya: "Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." (QS At-Taubah: 40)

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Perjalanan hidup kita di dunia ini melewati tiga tahapan masa yakni masa lalu, masa kini, dan masa depan. Masa lalu adalah pengalaman, masa kini adalah kenyataan, dan masa depan adalah harapan. Semua itu memiliki dimensi berbeda dalam menyikapinya namun memiliki keterkaitan yang erat dan menjadi rantai perjalanan hidup yang tak terpisahkan.

Pada khutbah kali ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk bagaimana menengok perjalanan hidup di masa lalu, menyikapi kondisi masa kini, dan bagaimana mempersiapkan diri menghadapi masa depan. Terlebih di awal tahun yang menjadi momentum tepat untuk menata dan menguatkan kembali manajemen kehidupan ini.

Pertama, mari awali tahun ini dengan Alhamdulillah. Kalimat ini merupakan wujud syukur atas karunia Allah yang telah menganugerahkan umur panjang kepada kita semua yang sampai saat ini masih bisa menghirup udara kehidupan. Berbagai nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu sampai saat ini harus terus disyukuri dengan keyakinan dalam hati, diucapkan dalam lisan, dan diwujudkan dalam tindakan.

Dengan wujud syukur ini, kita berharap nikmat yang kita terima akan terus ditambah oleh Allah SWT. Jangan sampai terjadi, karena kita kufur pada nikmat Allah, kita mendapatkan siksa yang pedih yang menjadikan nikmat ini akan dicabut dan hilang dari diri kita. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 7:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Artinya: "Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, "Sesungguh­nya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih."

Kedua, mari tengok tahun lalu dengan Astaghfirullah. Kalimat ini merupakan wujud evaluasi dan introspeksi diri pada segala sesuatu yang telah kita lakukan di masa lalu. Perjalanan masa lalu pasti mengalami fluktuasi. Terkadang kita pernah berada pada posisi puncak yang tinggi namun pada satu masa kita pasti pernah berada pada posisi terpuruk. Masa fluktuatif ini menjadi pengalaman berharga bagi kita untuk mempertahankan kondisi positif dan menjadi modal bagi masa depan. Sementara di sisi lain kita buang hal negatif dan berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi di masa yang akan datang. Introspeksi atau muhasabah adalah perintah Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat 18:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Sahabat Umar bin Khattab juga berpesan:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا وَتَزَيَّنُوْا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِى الدُّنْيَا

Artinya: "Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia."

Ketiga, mari hadapi tahun depan dengan Bismillah. Kalimat ini mengandung makna mendalam yakni mengawali segala sesuatu dengan niat yang benar karena Allah SWT. Kalimat Bismillah mengandung optimisme tinggi untuk meraih harapan yang sudah ditargetkan dalam kehidupan. Lurusnya niat dan optimisme tinggi, menjadi bekal untuk terus menjalankan dua misi besar diciptakannya kita di dunia yakni untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi.

Dua misi utama ini disebutkan dalam Al-Qur'an surat surat Adz-Dzariyat ayat 56 yakni:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."

Dan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 30:

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Alhamdulillah, Astaghfirullah, dan Bismillah menjadi paket awal dalam mengawali tahun ini agar perjalanan masa lalu, masa kini, dan masa depan dapat meraih berkah dan kualitas yang lebih baik. Kualitas kehidupan bukan hanya diukur dari capaian-capaian kuantitas seperti materi saja namun lebih dari itu, capaian kualitas berupa ketenangan, kenyamanan, dan keberkahan hidup juga harus menjadi prioritas utama dalam kehidupan.

Semoga kita memenuhi pesan Nabi dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al Hakim:

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ

Artinya: "Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin,

maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka)."

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #2

Judul: Keutamaan dan Amalan di Bulan Muharram

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا مُوْسٰى بِاٰيٰتِنَآ اَنْ اَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ ەۙ وَذَكِّرْهُمْ بِاَيّٰىمِ اللّٰهِ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُوْرٍ (إبراهيم: ٥)

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pada kesempatan yang penuh keberkahan ini, mari kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala, dengan senantiasa berupaya melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan. Beberapa hari lagi kita akan meninggalkan Dzulhijjah, bulan terakhir di tahun 1445 H dan memasuki Muharram, bulan pertama di tahun baru 1446 H.

Kaum Muslimin wal Muslimat yang dirahmati oleh Allah SWT,

Muharram merupakan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan (al-Asyhur al-Hurum). Empat bulan yang dimuliakan itu adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Di antara amalan bulan Muharram adalah, pertama, memperbanyak puasa sebagaimana disabdakan oleh Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam:

أَفْضَلُ الصَّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ (رواه مسلم)

Artinya: "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa bulan Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam" (HR Muslim).

Hadits di atas secara jelas menyatakan bahwa kita disunnahkan berpuasa di bulan Muharram, terutama pada hari kesepuluh Muharram yang disebut dengan puasa 'Asyura'. Begitu juga hari kesembilan yang disebut puasa tasu'a'. Bahkan Imam Syafi'i menyatakan dalam kitab al-Umm bahwa disunnahkan puasa tiga hari sekaligus, yaitu 9, 10 dan 11 Muharram.

Ketika ditanya mengenai puasa 'Asyura', Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

Artinya: "Menghapus dosa setahun yang telah berlalu" (HR Muslim).

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Kedua, kita disunnahkan untuk meluaskan belanja kepada keluarga pada hari kesepuluh Muharram. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمَا)

Artinya: "Barang siapa melapangkan nafkah belanja kepada keluarganya (istri, anak dan orang-orang yang ia tanggung nafkahnya) pada hari 'Asyura', maka Allah akan melapangkan rezeki baginya sepanjang tahun" (HR ath Thabarani, al-Baihaqi dan lainnya).

Setelah menyebutkan beberapa jalur periwayatan dari hadits di atas dalam kitab Syu'abul Iman, Imam al-Baihaqi berkomentar:

هٰذِهِ الْأَسَانِيدُ وَإِنْ كَانَتْ ضَعِيفَةً فَهِيَ إِذَا ضُمَّ بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ أَخَذَتْ قُوَّةً

Artinya: "Sanad-sanad ini meskipun lemah, namun jika digabungkan menjadi kuat."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Dua amalan di atas ini lah yang secara eksplisit disebutkan dalam hadits, yaitu berpuasa dan melapangkan nafkah belanja kepada keluarga. Adapun amalan-amalan lain di hari 'Asyura' yang disebutkan oleh sebagian ulama, seperti melakukan shalat tasbih, sedekah, mengunjungi ulama, menjenguk orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memakai celak, bersilaturahmi dan lain-lain, maka boleh-boleh saja diamalkan pada hari 'Asyura' meskipun tidak ada hadits yang secara khusus menganjurkannya. Karena itu semua adalah amalan-amalan yang baik dan dianjurkan untuk dilakukan, baik pada hari 'Asyura' ataupun lainnya.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Sedangkan mengenai peristiwa penting bulan Muharram, terutama pada hari 'Asyura', di antaranya adalah:

Para hari 'Asyura', Allah menerima taubat Nabi Adam 'alaihis salam dari maksiat yang beliau lakukan, yang bukan kufur, bukan dosa besar dan bukan dosa kecil yang mengandung unsur kehinaan jiwa.

Pada hari 'Asyura', Allah menyelamatkan Nabi Nuh alaihissalam dan kaumnya yang beriman dari air bah yang menenggelamkan seluruh apa yang ada di atas muka bumi. Pada hari 'Asyura', Allah menenggelamkan Fir'aun dan menyelamatkan Nabi Musa 'alaihissalam dan kaumnya yang beriman.

Pada hari 'Asyura', Allah menyelamatkan Nabi Yunus 'alaihissalam dari dalam perut ikan Hut. Pada hari 'Asyura', Allah menganugerahkan kekuasan dan kerajaan kepada Nabi Sulaiman alaihis salam. Pada hari 'Asyura', Allah menyembuhkan penyakit Nabi Ayyub 'alaihissalam yang diderita selama 18 tahun. Penyakit itu bukanlah penyakit yang menjijikkan.

Tidak benar bahwa beliau sakit sampai-sampai keluar ulat atau belatung dari tubuhnya. Pada hari 'Asyura' tahun 4 H, terjadi perang Dzatur Riqa'. Pada hari 'Asyura' tahun 61 H, Sayyiduna al-Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhuma terbunuh sebagai syahid di tangan orang-orang yang berbuat zalim kepadanya di Karbala, Iraq.

Dan masih banyak lagi kejadian dan peristiwa penting lainnya yang terjadi pada bulan Muharram yang kesemuanya menunjukkan kemuliaan dan keutamaan bulan Muharram.

Hadirin rahimakumullah

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #3

Judul: Bagaimana Kita Mengisi Bulan Muharram?

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

Jamaah yang dirahmati oleh Allah SWT,

Tahun hijriah seperti juga tahun masehi merupakan bagian dari fenomena alam biasa. Secara ringkas, bila kalender masehi mendasarkan penghitungan pada peredaran bumi mengelilingi matahari, kalender hijriah mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Karena itulah kita sering mendengar kalender hijriah disebut pula kalender qamariyah (qamar artinya bulan), sedangkan kalender masehi dikenal dengan sebutan kalender syamsiyah (syams artinya matahari). Dalam ilmu astronomi, kalender hijriah termasuk kategori kalender lunar, sementara kalender masehi termasuk kategori kalender lunar.

Namun demikian, dibalik posisinya sebagai gejala alam tersebut, terdapat keistimewaan-keistimewaan karena agama memang menjadikannya demikian. Islam mengajarkan bahwa ada kelebihan-kelebihan tertentu antara satu bulan dengan bulan yang lain dalam kalender hijriah. Sebagaimana firman Allah dalam Surat at-Taubah ayat 36:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

Artinya: "Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (mulia). Itulah (ketetapan) agama yang lurus."

Ayat tersebut menjelaskan bahwa tidak semua bulan berkedudukan sama. Dalam Islam ada empat bulan utama di luar Ramadhan, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Karena kemuliaan bulan-bulan itulah, Islam menganjurkan agar pemeluknya memanfaatkan momentum tersebut sebagai ikhtiar memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Mereka didorong untuk memperbanyak puasa, dzikir, sedekah, dan solidaritas kepada sesama.

Dalam Ihya' Ulumid-Din, Imam Al-Ghazali mengenalkan istilah al-ayyam al-fadhilah (hari-hari utama). Menurutnya, hari-hari utama selalu dijumpai dalam tiap minggu dan bulan. Al-Ghazali juga menyebut istilah al-asyhur al-fadhilah (bulan-bulan utama). Bulan-bulan utama ini juga selalu dijumpai di tiap tahun.

Waktu adalah salah satu dari makhluk Allah, seperti juga manusia, jin, dan binatang. Namun, sebagaimana ada tempat-tempat utama, seperti Multazam, Masjid Nabawi, Masjidil Haram, dan lainnya, waktu pun demikian. Dalam tiap rentang waktu tertentu (hari, pekan, bulan, dan tahun) selalu terkandung bagian waktu yang diistimewakan.

Misalnya waktu antara maghrib dan isya, sepertiga malam terakhir, hari Jumat, bulan Ramadhan, bulan Muharram, dan lain sebagainya. Dalam waktu-waktu spesial itulah pahala bisa dilipatgandakan, dosa-dosa bisa dihapus, dan doa-doa kemungkinan besar dikabulkan.

Kaum Muslimin wal Muslimat hafidzakumullah

Allah memang telah menganugerahi kita kesempatan-kesempatan emas yang demikian banyak. Allah mengutamakan waktu-waktu tertentu karena hendak memberi keutamaan pada hamba-hamba-Nya. Sebagaimana keterangan Ibnu 'Asyur saat menafsirkan Surat at-Taubah ayat 36 tadi:

وَاعْلَمْ أَنَّ تَفْضِيْلَ اْلأَوْقَاتِ وَالْبِقَاعِ يُشَبِّهُ تَفْضِيْلَ النَّاسِ، فَتَفْضِيْلُ النَّاسِ بِمَا يَصْدُرُ عَنْهُمْ مِنَ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، وَاْلأَخْلَاقِ اْلكَرِيْمَةِ

Artinya: "Ketahuilah bahwa dimuliakannya sejumlah waktu dan tempat tertentu merupakan kehendak dimuliakannya manusia, melalui perbuatan-perbuatan baik dan akhlak mulia yang mereka lakukan." (Muhammad Ibnu 'Asyur dalam at-Tharîr wat Tanwir)

Pernyataan Ibnu 'Asyur mengandung pengertian bahwa kemuliaan bulan tertentu tidak mutlak berarti kemuliaan umat Islam secara otomatis. Kemuliaan umat Islam mengandung syarat, yakni ketika mereka mau mengisi waktu-waktu khusus tersebut dengan amal saleh dan akhlakul karimah.

Keutamaan bulan-bulan khusus adalah satu hal, dan keutamaan pribadi orang-orang Islam adalah hal yang lain. Keistimewaan bulan Muharram adalah satu soal, sementara keistimewaan individu-individu kaum Muslimin adalah soal lain. Hal tersebut sangat tergantung bagaimana kita umat Islam merespons keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah itu kepada kita, apakah mengisinya dengan baik atau tidak.

Di antara amalan yang amat dianjurkan di bulan pertama kalender hijriah ini adalah puasa. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dijelaskan, "Seseorang datang menemui Rasulullah ﷺ dan bertanya, 'Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?' Nabi menjawab, 'Puasa di bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram.

Penyebutan Muharram sebagai "bulan Allah" (syahrullah) menunjukkan posisi bulan ini yang amat spesial. Melalui riwayat Ibnu Majah pula, puasa pada hari 'Asyura (10 Muharram) disebut sebagai bagian dari amalan untuk menghapus dosa-dosa setahun yang telah lewat. Selain 10 Muharram, puasa juga masih dianjurkan pada hari-hari lain di bulan ini.

Amalan lain yang bisa digiatkan adalah meningkatkan solidaritas antarsesama. Kebanyakan umat Islam, utamanya di Indonesia, menjadikan momen Muharram sebagai "lebaran anak yatim" dengan memberikan santunan kepada anak-anak yang kehilangan orang tua dan secara ekonomi lemah.

KH Shaleh Darat dalam Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah mengistilahkan 10 Muharram sebagai bagian dari hari raya umat Islam yang layak diperingati dengan sedekah kepada fakir dan miskin.

Tentu saja menyantuni anak yatim atau membantu siapa pun yang butuh pertolongan tak terikat dengan waktu. Tapi Muharram adalah momen sangat baik untuk menunjukkan kepedulian sosial kita. Bulan mulia harus diisi dengan perbuatan mulia. Al-a'mal as-shalihah wal akhlaq al-karamah yang disebut Ibnu 'Asyur harus hadir jika kita ingin meraih berkah keutamaan bulan Muharram. Pengertian amal saleh dan akhlak mulia amat luas, mencakup ibadah dengan Allah, berhubungan dengan masyarakat, atau sikap kita terhadap lingkungan alam kita.

Bulan Muharram merupakan bulan yang bagus untuk mengawali tahun dengan perbuatan dan perangai positif. Muharram bisa dikatakan cerminan langkah awal kita untuk menapaki 11 bulan berikutnya di pembukaan tahun baru hijriah ini. Al-faqir mengajak kepada diri sendiri dan jamaah sekalian untuk memuliakan bulan ini dengan menjernihkan hati, membenahi perilaku, dan memperindah karakter kepribadian kita.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #4

Judul: Keistimewaan Muharram dan Hikmah Hijrah

اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارْ، تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالْأَبْصَارْ، وَتَبْصِرَةً لِّذَوِي الْأَلْبَابِ وَالْاِعْتِبَارْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ الْمَلِكُ الْغَفَّارْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ. أَمَّا بَعْدُ

فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِيْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ

إِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا وَجَٰهَدُوا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِۚ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Saudara-saudara Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT, bulan Muharram merupakan satu di antara bulan-bulan yang mulia (al-asyhur al-hurum), yang diharamkan berperang di bulan ini. Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan.

Oleh karenanya, kita disunnahkan berpuasa terutama pada hari 'Asyura, yakni menurut pendapat mayoritas ulama, tanggal 10 Muharram. Di antara fadhilah bulan Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah subhanahu wata'ala sebagai momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan.

Keistimewaan bulan Muharram 1445 H ini lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk itu, marilah kita bersama-sama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1 Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan Islam?

Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada kitab Manaqib al-Anshar (biografi orang-orang Anshar) pada Bab Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan,

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

Artinya: "Dari Sahl bin Sa'd ia berkata: mereka (para sahabat) tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai dari masa terutusnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah".

Hal itu dilakukan meskipun tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada 'Umar, "Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian"; sebagian berkata: "Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi". 'Umar berkata, "Hijrah itu memisahkan antara yang hak (kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk menandai kalender awal tahun Hijriah".

Ma'âsyiral muslimîn hafidhakumullâh

Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian sahabat yang berpendapat bahwa untuk awal bulan Hijriyah itu: "Mulailah dengan bulan Ramadhan", tetapi Umar radhiyallahu anhu berpendapat: "Mulailah dengan Muharram", itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu dimulai dengan bulan Muharram.

Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bari Syarah Kitab Shahih al-Bukhârî mengatakan bahwa:

Artinya: "Sebagian sahabat menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi), masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi. Tetapi pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun.

Adapun waktu wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan kesedihan bagi umat. Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada peristiwa hijrah. Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam."

Ma'asyiral muslimin hafidzakumullah

Menurut satu pendapat, ada banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda kalender Islam, tahun baru Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami pergeseran dan peralihan status: dari umat yang lemah kepada umat yang kuat, dari percerai beraian atau perpecahan kepada kesatuan negara, dari siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan penyebaran agama, dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan pertolongan yang menentramkan, dan dari kesamaran kepada keterang-benderangan.

Di samping itu, dengan adanya Hijrah itu, terjadi peristiwa sungguh penting antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulh al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan) tahun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hijrah di Madinah, beliau kembali ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath Makkah. Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah, Al-Quran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al-Quran mengingatkan kita:

إِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُوْلُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَٰىۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Artinya: ""Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: "Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana" (QS. Al-Taubah [9]: 40).

Allah pun telah memuji orang-orang yang berhijrah, dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. setelah hari kemenangan Fathu Makkah bersabda:

لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوْا (مُتَّفّقٌ عَلَيْه). وَمَعْنَاهُ:لاَ هِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ لِأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ إِسْلاَمٍ

Artinya: "Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Makkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diminta untuk pergi berjihad maka pergilah" (Muttafaq 'alaih dari jalur 'Aisyah radhiyallahu 'anha) Maknanya: Tidak ada hijrah dari Makkah karena dia telah menjadi negeri Islam.

Hijrahnya Rasul dari Makkah ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 M., bukanlah sekadar peristiwa dalam sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita, yang terpenting di antaranya adalah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu tidaklah dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada penduduk Makkah. Oleh karena itu ketika beliau keluar meninggalkan Makkah beliau berkata:

وَاللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ (رواه الترميذي والنسائي عن عبد الله بن عدي بن حمراء رضي الله عنه)

Artinya: "Demi Allah, sungguh kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintai Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah) maka tiadalah aku keluar --darimu." (HR. al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Ibn Mâjah dll, dari 'Abdullâh bin 'Addî bin Hamrâ' radliyallahu 'anhum).

Ini menunjukkan betapa kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah populer menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah ekspresi kesempurnaan iman.

Dan satu hal yang penting dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia bahwa:

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ (رواه البخاري)

Artinya: "Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah." (HR. al-Bukhârî)

Hijrah di sini bermakna luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya membahayakan manusia.

Ma'asyiral muslimîn hafidhakumullâh,

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diambil kesimpulan berkaitan dengan memuliakan bulan Muharram dan memperingati tahun baru Hijrah. Bahwa dalam memuliakan dan memperingati tahun baru Hijriah harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting berikut ini:

Hijrah itu adalah perpindahan dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung. Hijrah itu adalah perjuangan untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan.

Hijrah itu adalah ibadah, karenanya motivasi atau niat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan. Hijrah itu harus untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan. Hijrah itu adalah jalan untuk mencapai kemenangan. Hijrah itu mendatangkan rezeki dan rahmat Allah. Hijrah itu adalah teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogianya kita ikuti.

Kaum Muslimin yang dikasihi Allah

Demikianlah keistimewaan bulan Muharram dan poin-poin penting dari hikmah hijrah. Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfâl (8) ayat 74:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ أُوْلَٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ

Artinya: "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia."

Demikian ceramah ini semoga bermanfaat. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #5

Judul: Memaknai Hakikat Hijriyah Dalam Kehidupan

اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارْ، تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالْأَبْصَارْ، وَتَبْصِرَةً لِّذَوِي الْأَلْبَابِ وَالْاِعْتِبَارْ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ الْمَلِكُ الْغَفَّارْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ.

أَمَّا بَعْدُ فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِيْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ إِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا وَجَٰهَدُوا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِۚ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Jemaah yang Bebahagia

Pada kesempatan ini sebagaimana yang terus sampaikan agar kita senantiasa meningkatkan taqwallah. Caranya dengan menjalankan perintah dan menjauhi dilarangnya. Semoga rasa dan kualitas takwa kita akan semakin baik, amin ya rabbal alamin.

Hadirin yang Dirahmati Allah

Bulan Muharram adalah satu di antara bulan yang mulia atau al-asyhur al-hurum, yang mana dulu diharamkan berperang di bulan ini. Ia dipandang sebagai bulan yang utama setelah bulan Ramadhan. Oleh karenanya, kita disunnahkan berpuasa terutama pada hari Asyura, yakni menurut pendapat mayoritas ulama, tanggal 10 Muharram. Di antara fadilah bulan Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan.

Keistimewaan bulan Muharram ini karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk itu, marilah kita bersama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1 Muharram.

Jamaah yang Berbahagia

Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan Islam? Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada kitab Manâqib al-Anshâr atau biografi orang-orang Anshar pada bab Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

Artinya: "Dari Sahl bin Sa'd ia berkata: Mereka (para sahabat) tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai dari masa terutusnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah."

Hal itu dilakukan meskipun tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada Umar: Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian. Sebagian berkata: Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi. Umar berkata: Hijrah itu memisahkan antara yang haq (kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah untuk menandai kalender awal tahun Hijriah.

Ma'asyiral Muslimin Hafidzakumullah

Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian sahabat yang berpendapat bahwa untuk awal bulan Hijriyah itu: Mulailah dengan bulan Ramadhan. Tetapi Umar Radhiyallahu Anhu berpendapat: Mulailah dengan Muharram itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu dimulai dengan bulan Muharram.

Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bari Syarah Kitab Shahih al-Bukhari mengatakan bahwa sebagian sahabat menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi), masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi. Tetapi pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun. Adapun waktu wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan kesedihan bagi umat.

Pendapat dan pilihan itu kemudian jatuh pada peristiwa hijrah. Mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam.

Ma'asyiral Muslimin yang Dirahmati Allah

Menurut satu pendapat, ada banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam dari tahun baru Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami pergeseran dan peralihan status dari umat yang lemah kepada umat yang kuat. Maupun dari percerai beraian atau perpecahan kepada kesatuan negara, dari siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan penyebaran agama. Termasuk dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan pertolongan yang menentramkan, atau dari kesamaran kepada keterang-benderangan.

Di samping itu, dengan adanya hijrah itu terjadi peristiwa sungguh penting antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulh al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan) tahun Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam hijrah di Madinah, beliau kembali ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fathu Makkah. Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat.

Oleh karena itulah, Al-Qur'an menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al-Quran mengingatkan kita sebagai berikut:

إِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُوْلُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَٰىۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Artinya: "Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita. Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana." (QS. Al-Taubah [9]: 40).

Allah pun telah memuji orang-orang yang berhijrah, dan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam setelah hari kemenangan Fath Makkah bersabda:

وَاللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ (رواه الترميذي والنسائي عن عبد الله بن عدي بن حمراء رضي الله عنه)

Artinya: "Demi Allah, sungguh kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintai Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah) maka tiadalah aku keluar --darimu. (HR. al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Ibn Mâjah dll, dari 'Abdullâh bin 'Addî bin Hamrâ' radıyallahu 'anhum)."

Ini menunjukkan betapa kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah populer menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta Tanah Air adalah ekspresi kesempurnaan iman.

Dan satu hal yang penting dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia bahwa:

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ (رواه البخاري)

Artinya: "Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. (HR Al-Bukhârî)."

Hijrah di sini bermakna luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya membahayakan manusia.

Ma'asyiral Muslimin Hafidzakumullah

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diambil kesimpulan berkaitan dengan memuliakan bulan Muharram dan memperingati tahun baru Hijriah. Bahwa dalam memuliakan dan memperingati tahun baru Hijriah harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting berikut ini:

  1. Hijrah itu adalah perpindahan dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung.
  2. Hijrah itu adalah perjuangan untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan.
  3. Hijrah itu adalah ibadah, karenanya motivasi atau niat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan.
  4. Hijrah itu harus untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan.
  5. Hijrah itu adalah jalan untuk mencapai kemenangan.
  6. Hijrah itu mendatangkan rezeki dan rahmat Allah.
  7. Hijrah itu adalah teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogyanya kita ikuti.

Kaum Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

Demikianlah keistimewaan bulan Muharram dan poin penting dari hikmah hijrah. Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat Al-Anfâl (8) ayat 74:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ أُوْلَٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ

Artinya: "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia."

Demikian khutbah ini semoga bermanfaat. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan, amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #6

Judul: Muhasabah untuk Berubah di Tahun Baru Hijriah

Maasyiral muslimin jemaah rahimakumullah,

Alhamdulillah saat ini kita berada dalam fase peralihan masa tahun hijriah. Bulan Dzulhijjah sebagai bulan terakhir berganti dengan Muharram sebagai awal bulan tahun hijriah.

Pergantian tahun ini tidak boleh dimaknai sebagai pergantian waktu seperti biasanya. Momentum ini memiliki makna dan hikmah mendalam yang jika dimaksimalkan akan membuahkan kesuksesan dan keberkahan dalam hidup.

Bergantinya tahun ini harus dijadikan sebagai waktu untuk melakukan muhasabah, evaluasi, introspeksi, terhadap perjalanan hidup selama ini agar ke depan lebih baik lagi.

Dengan merenungkan masa lalu, kita bisa meninggalkan hal-hal yang negatif dan mengambil sisi-sisi positif sebagai bekal menghadapi masa depan. Kita harus optimis bisa melakukan perubahan lebih baik di masa yang akan datang, dengan terus melakukan ikhtiar-ikhtiar terbaik. Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ

Artinya: "Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka). (HR Al-Hakim)."

Selain melakukan muhasabah terhadap apa yang telah dilakukan pada masa lalu, kita juga harus melakukan persiapan untuk menghadapi masa depan di tahun baru. Hal ini penting karena sebuah perjalanan pasti membutuhkan bekal yang cukup agar kita bisa sampai ke tujuan dengan baik.

Dalam mengarungi kehidupan melalui ikhtiar ini, kita juga harus menyadari bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Kita diperintahkan untuk melakukan ikhtiar dan setelah itu kita diingatkan untuk bertawakal, berserah diri kepada Allah.

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #7

Judul: Menyerap Pelajaran Penting Tahun Baru Hijriah

حَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.

Waktu mengalir terus. Dan "tanpa terasa" kita sampai kepada pergantian tahun hijriah untuk kesekian kalinya. Detik menuju menit, jam, hari, bulan, hingga tahun senantiasa bergerak maju yang berarti semakin bertambah pula usia manusia. Yang perlu menjadi catatan adalah: apakah bertambah pula keberkahan usia kita? Ini pertanyaan singkat dan hanya bisa dijawab dengan merefleksikan secara panjang-lebar jejak perjalan hidup kita yang sudah lewat.

Tahun baru hijriah yang kita peringati setiap tahun terkandung sejarah dan nilai-nilai yang terus relevan hingga kini. Nabi sendiri tak pernah menetapkan kapan tahun baru Islam dimulai. Begitu pula tidak dilakukan oleh khalifah pertama, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq. Awal penanggalan itu resmi diputuskan pada era khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khathab, sahabat Nabi yang terkenal membuat banyak gebrakan selama memimpin umat Islam.

Keputusan itu diambil melalui jalan musyawarah. Semula muncul beberapa usulan, di antaranya bahwa tahun Islam dihitung mulai dari masa kelahiran Nabi Muhammad. Ini adalah usulan yang cukup rasional. Rasulullah adalah manusia luar biasa yang melakukan revolusi ke arah peradaban yang lebih baik masyarakat Arab waktu itu. Karena itu kelahiran beliau adalah monumen bagi kelahiran perdaban itu sendiri. Tahun baru Masehi pun dimulai dari masa kelahiran figur yang diyakini membawa perubahan besar, yakni Isa al-Masih.

Yang menarik, Umar bin Khatab menolak usulan ini. Singkat cerita, forum musyawarah menyepakati momen hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah sebagai awal penghitungan kalender Islam atau kalender qamariyah yang merujuk pada perputaran bulan (bukan matahari). Karenanya kelak dikenal dengan tahun hijriah yang berasal dari kata hijrah (migrasi, pindah).

Jamaah shalat Jum'at hafidhakumullah,

Memilih momen hijrah daripada momen kelahiran Nabi yang dilakukan Umar dan para sahabat lainnya mengandung makna yang sangat dalam. Kelahiran yang dialami manusia adalah peristiwa alamiah yang tak bisa ditolaknya. Nabi Muhammad pun saat lahir tak serta merta diangkat menjadi nabi kecuali setelah berusia 40 tahun. Beliau kala itu hanyalah bayi putra Abdullah bin Abdul Muthalib. Hal ini berbeda dari hijrah yang mengandung tekad, semangat perjuangan, perencanaan, dan kerja keras ke arah tujuan yang jelas: terealisasinya nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil 'alamin).

Nabi memutuskan hijrah setelah melalui proses panjang selama 13 tahun di Makkah dengan berbagai tantangan dan jerih payahnya. Mula-mula beliau berdakwah secara tersembunyi, dimulai dari keluarga, orang-orang terdekat, dan pelan-pelan lalu kepada masyarakat luas secara terbuka. Selama itu, Rasulullah mendapat cukup banyak rintangan, mulai dari dicaci-maki, dilempar kotoran unta, kekerasan fisik, hingga percobaan pembunuhan. Semua dilalui dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan. Modal utama hingga hingga beliau berhasil menyadarkan sejumlah orang adalah akhlak mulia.

Rasulullah tampil sebagai agen perubahan di tengah masyarakat Arab yang begitu bejat. Asas tauhid melenceng jauh karena menganggap berhala sebagai Tuhan. Nilai-nilai kemanusiaan juga nyaris tak ada lantaran masih maraknya perbudakan, fanatisme suku, harta riba, penguburan hidup-hidup bayi perempuan, dan lain-lain. Rasulullah yang hendak mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat jahiliyah mesti berhadapan para pembesar suku yang iri dan tamak kekuasaan, termasuk dari paman beliau sendiri, Abu Jahal dan Abu Lahab. Pengikut Islam bertambah, dan secara bersamaan bertambah pula tekanan dari musyrikin Quraisy. Hingga akhirnya atas perintah Allah, Nabi Muhammad bersama para sahabatnya berhijrah dari Makkah ke kota Yatsrib yang kelak dikenal dengan sebutan Madinah.

Perjalanan hijrah dilakukan di malam hari dengan cara sembunyi-sembunyi dan penuh kecemasan, menghindari kejaran kaum musyrikin Quraisy. Beruntung kala di kota Yatsrib, Rasulllah bersama sahabat-sahabatnya disambut positif penduduk setempat. Sebagian dari mereka mengenal Islam dan bahkan sudah berbaiat kepada Nabi saat di Makkah. Di sinilah Nabi membangun peradaban Islam yang kokoh. Jumlah penganut semakin banyak, semangat persaudaraan antara Muhajirin dan Ansor dipupuk, dan kesepakatan-kesepakatan dengan kelompok di luar Islam diciptakan, demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang damai.

Mula-mula yang dilakukan Nabi setelah hijrah adalah mengubah nama dari Yatsrib menjadi Madinah. Mengapa Madinah (yang sekarang dimaknai sebagai "kota")? Secara bahasa madînah berarti tempat peradaban. Perubahan nama ini memberi pesan tentang pergeseran pola perjuangan Nabi yang semula di Makkah banyak dipusatkan pada penyadaran pribadi-pribadi, menuju dakwah dalam konteks sosial yang terorganisisasi dalam negara Madinah. Di sini konstitusi (mitsaq al-madinah atau Piagam Madinah) dibangun, struktur pemerintahan disusun, dan aturan-aturan Islam seputar muamalah (hubungan antarsesama) banyak dikeluarkan di sana. Tentang Piagam Madinah, Nabi menjadikannya sebagai titik temu dari masyarakat Madinah yang plural saat itu, yang meliputi orang Muslim, orang Yahudi, suku-suku di Madinah, dan lain-lain. Demikianlah hijrah Nabi yang monumental itu seperti mendapatkan momentum puncaknya, yakni terwujudnya masyarakat yang beradab.

Jamaah shalat Jum'at hafidhakumullah,

Setidaknya ada dua poin yang perlu digarisbawahi dari ulasan tersebut. Pertama, tahun baru hijriah harus dimaknai dalam kerangka perjuangan Nabi dalam merealisasikan nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil 'alamin). Nabi sebagai sosok-termasuk momen kelahirannya-memang layak dihormati, tapi ada yang lebih penting lagi yakni spirit dan prestasi beliau sepanjang periode risalah. Dalam perjuangan itu ada ikhtiar, pengorbanan, keteguhan prinsip, keseriusan, kesabaran, dan keikhlasan. Yang terakhir ini menjadi sangat penting karena Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Artinya: "Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan."

Nabi dan para sahabatnya menunjukkan ketulusan yang luar biasa semata hanya untuk jalan Allah. Namun justru karena niat seperti inilah mereka mendapatkan banyak hal, termasuk persaudaraan, keluarga baru, hingga kekayaan dan kesejahteraan selama di Madinah. Keikhlasan dan kerja kerasa dalam membangun masyarakat berketuhanan sekaligus berkeadaban berbuah manis meskipun tantangan akan selalu ada. Inilah teladan yang berikan Nabi dari hasil berhijrah.

Poin kedua adalah kenyataan bahwa Nabi tidak membangun negara berdasarkan fanatisme kelompok atau suku. Rasulullah menginisasi terciptanya kesepakatan bersama kepada seluruh penduduk Yatsrib untuk kepentingan jaminan kebasan beragama, keamanan, penegakan akhlak mulia, dan persaudaraan antaranggota masyarakat. Tujuan dari kesepakatan tersebut masih relevan kita terapkan hingga sekarang. Inilah hijrah yang tak hanya bermakna secara harfiah "pindah tempat", melainkan juga pindah orientasi: dari yang buruk menjadi yang baik, dari yang baik menjadi lebih baik. Dan Rasulullah meneladankan, perubahan tersebut tak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk masyarakat secara kolektif.

Semoga pergantian tahun hijriah membawa keberkahan bagi umur kita dengan belajar dari peristiwa hijrah Rasulullah yang monumental lengkap dengan nilai-nilai positif di dalamnya. Wallahu a'lam.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #8

Judul: Merenuning Hakikat Umur

الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ

اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Ada pemandangan yang hampir selalu kita temui tiap momen pergantian tahun, yakni banyak orang-orang larut dalam suka cita hingga kadang merasa perlu untuk merayakannya dengan kegiatan-kegiatan khusus. Tahun baru seolah menjadi saat-saat yang paling dinanti. Di detik-detik pergantiannya pun nyaris tiap orang rela berjaga, lalu meluapkan rasa bahagia dengan aneka petasan, kembang api, atau sejenisnya, ketika saat-saat yang ditunggu itu tiba.

Bahagia terhadap momen-momen tertentu merupakan sesuatu yang sangat manusiawi. Begitu pula dalam momen pergantian tahun ini. Yang menjadi pertanyaan, sudah pada tempatnyakah kebahagiaan itu diekspresikan?

Jamaah shalat jum'at rahimakumullah,

Waktu adalah sebuah anugerah. Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan akhirat. Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi.

Islam mengutamakan kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur'an melukiskan kehidupan dunia dengan istilah "tempat permainan" belaka.

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Artinya: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui." (QS al-Ankabut: 64)

Kalimat "kehidupan dunia ini merupakan senda gurau dan main-main" bukan berarti kita dianjurkan untuk berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat.

Lantas apa yang harus dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur'an telah memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi secara total kepada Allah.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS Adz-Dzariyat: 56)

Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah (seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain.

Memanfaatkan umur di dunia ini menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh Al-Qur'an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ، لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Artinya: "(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan." (QS Al-Mu'minun: 99-100)

Jamaah shalat jum'at rahimakumullah,

Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan-dengan mengutip hadits-dalam kitab Ayyuhal Walad:

عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ

Artinya: "Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan."

Dari penjelasan ini, kita patut memikirkan ulang tentang hakikat perayaan tahun baru. Momen tahunan ini seyogianya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan terhadap tahun baru semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia, bukan uforia kebanggaan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia. Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan).

Sebuah kata-kata Syekh Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan:

رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ.

Artinya: "Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."

Semoga kita menjadi pribadi yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya, dan terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a'lam bisshawâb.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #9

Judul: Tahun Baru Islam Momentum Hijrah Hakiki

Hadirin yang dirahmati Allah SWT,

Mengapa para Sahabat memilih Muharram sebagai awal penanggalan Islam? Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada kitab Manaqib al-Anshar (biografi orang-orang Anshar) pada bab sejarah memulai penanggalan disebutkan:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

Artinya: "Dari Sahl bin Sa'd ia berkata: Mereka (para Sahabat) tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai dari masa terutusnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah."

Umar ra berkata hijrah itu memisahkan antara yang hak (kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk menandai kalender awal tahun hijriah.

Jemaah yang Berbahagia,

Kemudian ada yang berpendapat awal tahun Hijriyah dimulai dengan bulan Ramadhan. Tetapi Umar ra berpendapat agar dimulai dengan bulan Muharram. Sebab Muharram merupakan masa selesainya ibadah haji. Dipilihnya Muharram juga karena awal komitmen berhijrah ada pada bulan tersebut.

Hijrah Rasul dari Makkah ke Madinah terjadi pada tahun 622 M. Itu bukan sekadar peristiwa dalam sejarah Islam. Banyak petuah dan pelajaran berharga yang di antaranya adalah Nabi SAW berhijrah tidak dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru cinta. Oleh karena itu ketika meninggalkan Makkah Nabi bersabda:

وَاللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ (رواه الترميذي والنسائي عن عبد الله بن عدي بن حمراء رضي الله عنه)

Artinya: "Demi Allah, sungguh kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintai Allah. Seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah), maka tiadalah aku keluar darimu. (HR al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Ibn Majah dll, dari 'Abdullah bin 'Addi bin Hamra' Radliyallahu Anhum)."

Maka dari itu, dalam memuliakan dan memperingati Tahun Baru Islam harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga, dari peristiwa hijrahnya Nabi SAW dan para sahabat.

Hijrah adalah perpindahan dari keadaan kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung. Hijrah merupakan perjuangan untuk suatu tujuan mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan.

Hijrah merupakan ibadah, karenanya motivasi atau niatnya adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan. Hijrah harus untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan.

Demikian pula, hijrah adalah jalan untuk mencapai kemenangan. Yang tidak kalah penting yakni hijrah itu mendatangkan rezeki dan rahmat Allah SWT. Pun demikian dengan hijrah yang merupakan teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogianya diikuti.

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ أُوْلَٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ

Artinya: "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia." (Surat Al-Anfal ayat 74)

Contoh Ceramah Muharram 1446 H #10

Judul: Tahun Baru Islam 1446 H

لسلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
الحمد لله والصلاة والسلام على سيدنا ومولانا محمد بن عبدالله وعلى اله وصحبه ومن تبعه الى يوم القيامة ولا حول ولا قوة الا بالله. اما بعد.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Pertama-tama, yang paling utama dan yang harus di utamakan, dalam rangka memperingati bulan Muharram yang penuh keagungan, yang lazimnya disebut dengan Tahun Baru Islam ini, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Biqoulina الحمد لله رب العالمين, Yang telah memberikan kita banyak nikmat, yang kita tidak akan pernah mampu untuk menghitug banyaknya, seperti yang telah Allah sebutkan dalam Al-qur'an, salah satunya adalah nikmat iman dan islam serta nikmat sehat, sehingga kita dapat bertatap muka, bermuajjahah dalam kesempatan yang Insya Allah penuh barokah ini, Amin.

Kedua kalinya, Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Manusia yang paling baik akhlaknya, paling indah tutur katanya, paling santun pekertinya, Nabi akhiruzzaman, Nabi yang paling mulia, Baginda Rasulullah SAW. Biqoulina اللهم صل على سيدنا محمد , Semoga kita yang berada dalam majlis ini termasuk kedalam umatnya yang akan tercatat dalam tinta emas orang-orang yang akan menerima Syafaat Beliau nanti di yaumil akhir, Amin Ya Robbal A'lamin.

Hadirin sekalian yang berbahagia!

Hari ini kita semua memperingati hari besar Islam 1 Muharram tahun 1446 Hijriyah. oleh karena itu patutlah kita bersyukur kepada Allah karena kita masih diperkenankan oleh Allah untuk menikmati segala fasilitas yang telah disediakan dimuka bumi-Nya dengan gratis alias cuma-cuma. Dengan memasuki tahun baru ini membuat kita sadar bahwa umur kita telah bertambah dari satu tahun menjadi dua tahun, yang asalnya tiga puluh tahun menjadi tiga puluh satu tahun dan begitulah seterusnya, akan tetapi haruslah kita sadari pula dengan bertambahnya tahun akan semakin berkuarang satu tahun, dan batas waktu serta kesempatan untuk berbuat dan beramal sholeh. Dan dengan memasuki tahun baru ini kita hendaknya mengoreksi akan hasil-hasil perbuatan pada masa yang silam atau pada tahun yang kita tinggalkan, koreksilah diri kita masing-masing dengan kaca mata agama, kita buat neraca apakah selama satu tahun yang kita tinggalkan itu banyak perbuatan-perbuatan yang melanggar syariat Islam, maka saldo rugilah yang akan kita sandang. Maka untuk menutupi saldo rugi tersebut, maka satu-satunya jalan yang harus kita tempuh adalah dengan memperbanyak amalan-amalan yang baik pada tahun yang baru atau tahun yang akan datang, yang akhirnya membuahkan saldo laba di tahun yang akan datang.
Hadirin sekalian yang berbahagia!

Dengan bergantinya tahun baru ini yang membuat umur kita menjadi bertambah, maka gunakanlah sisa dari umur yang ada itu dengan amal-amalan atau aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan norma-norma agama, dan itulah sebaik-baik tindakan manusia yang cerdik. Perhatikanlah kandungan hadist Rasulullah saw, di bawah ini:

Koirun naasi man thoola 'umtuhu wahasuna 'amaluhu, wasyarrun nassi man thoola 'umtuhu wasaa-a 'amaluhu.

Artinya: "Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang panjang umurnya dan bagus amalannya dan sejelek-jeleknya manusia adalah yang diberi umur panjang dan jelek amalannya (perbuatannya)." (HR. Ahmad)

Berangkat dari hadist ini, marilah kita dalam memperingati hari besar Islam utamanya tahun baru hijrah yang tepatnya pada tanggal 1 Muharrom kita perbanyak koreksi diri, kita perbanyak mengumpulkan amalan-amalan yang bagus, kita isi lembaran-lembaran yang baru itu dengan tinta emas, dan itulah makna yang sebenarnya di dalam kita memperingati hari besar tahun baru Islam yang sesungguhnya.

Dan sebagai penutup dari sambutan/pidato kami ini marilah kita kenang kata Sayyidina Umar yang sudah 15 abad lamanya itu:

Haasibuu anfusakum qobla an tuhaasabuu

Artinya: "Buatlah perhitungan terhadap diri kalian, sebelum kalian akan diperhitungkan oleh (Allah)."

Membuat perhitungan berarti kita mengadakan koreksi terhadap diri, usaha dan tindak tanduk kita pada masa lampau mengenai salah benarnya, sesuai tidaknya dengan perintah-perintah Allah. Kalau memang ternyata banyak menyimpang dari perintah Allah, maka dalam memasuki tahun yang baru itu kita luruskan dan kita betulkan. Kalau memang pada tahun yang baru itu sudah sesuai dengan perintah-perintah Allah, maka pada tahun yang baru itu kita tingkatkan, jangan sampai turun mutu dan kwalitasnya.

Demikian ceramah singkat yang dapat kami sampaikan dalam rangka memperingati tahun baru Islam 1 Muharram tahun 1445 Hijriyah ini, Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan tadi bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi kita semua pada umumnya. Amin ya robbal 'alamin

Terima kasih atas segala perhatiannya dan mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya, uushikum anafsii bitaqwallohh,

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Demikianlah kumpulan contoh ceramah Muharram 1446 H dengan berbagai tema menarik yang bisa dijadikan sebagai referensi. Semoga bermanfaat!




(alk/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads