20 Rumah di Selayar Rusak Diterjang Gelombang Pasang, Sebagian Warga Pindah

20 Rumah di Selayar Rusak Diterjang Gelombang Pasang, Sebagian Warga Pindah

Nur Hidayat Said - detikSulsel
Rabu, 03 Jul 2024 14:43 WIB
Gelombang air laut pasang masuk ke permukiman warga di Kabupaten Kepulauan Selayar.
Foto: Gelombang air laut pasang masuk ke permukiman warga di Kabupaten Kepulauan Selayar. (Dok. Istimewa)
Kepulauan Selayar -

Sebanyak 20 rumah warga di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), rusak diterjang gelombang air laut pasang. Gelombang masuk ke permukiman merupakan kejadian berulang dalam beberapa tahun terakhir yang membuat sebagian warga memilih pindah.

"Total ada 20 unit rumah (rusak) yang ada di pinggir pantai, 5 yang rusak berat," ujar Sekretaris Desa Kalaotoa Muhammad Aris kepada detikSulsel, Rabu (3/7/2024).

Aris mengungkapkan rumah rusak diterjang gelombang terjadi di Dusun Latokdok Barat, Desa Kalaotoa, Kecamatan Pasilambena. Total rumah yang rusak itu merupakan akumulasi peristiwa berulang sejak gempa bumi magnitudo 7,4 mengguncang wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2021 lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gempa bumi kala itu, kata dia, juga berdampak ke wilayah Desa Kalaotoa, khususnya di Dusun Latokdok Barat, yang mengakibatkan tanah turun hingga 1,3 meter menurut perhitungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

"Tanah turun jadi air masuk ke rumah. Sejak saat itu (setelah gempa) sampai saat ini selalu masuk air, apalagi saat musim timur (April-Oktober)," katanya.

ADVERTISEMENT

Aris menuturkan dari 20 kepala keluarga (KK) yang bermukim di pinggir pantai sebagian di antaranya memilih pindah. Sebagian lagi, kata dia, bertahan karena tidak ada pilihan lain.

"Ada yang sudah pindah, pindah ke gunung. Yang rumahnya permanen tidak bisa pindah karena mau bagaimana?" ucapnya.

Salah seorang warga terdampak, Syamsurniati mengaku gelombang pasang masuk ke permukiman warga terjadi khususnya pada musim timur. Dia menuturkan sebenarnya ada tanggul penahan ombak, namun tanah yang turun akibat gempa menjadikan tanggul tidak berfungsi maksimal.

"Tiap tahun kalau musim timur begini sampai bulan sepuluh (Oktober). Ada tanggul, tapi tenggelam itu tanggul. Waktu gempa dulu tanah turun. Lebih tinggi air daripada tanggul," bebernya.

Syamsurniati mengaku sebenarnya ingin pindah ke tempat lain. Hanya saja dia terpaksa harus menetap karena tidak punya lahan untuk membangun rumah baru.

"Mau pindah ke mana? Kita tidak ada tanah. Mau bangun di mana?" keluhnya.




(ata/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads