Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mencatat 2.763 anak tidak sekolah (ATS) tahun 2024. Anak-anak tidak sekolah terbanyak di wilayah kepulauan.
"Jumlah ATS untuk tahun 2024 sebanyak 2.763. Menurun dibandingkan 2023 yang mencapai 3.355," ujar Plt Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Kadispora) Selayar Mustakim KR kepada detikSulsel, Kamis (2/5/2024).
Mustakim mengatakan anak tidak sekolah berada pada usia 7 hingga 18 tahun atau tersebar di tingkat SD, SMP dan SMA. Jumlah anak tidak sekolah terbanyak di kepulauan sebesar 59 persen atau 1.639 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jumlah ATS terbanyak di kepulauan. Dari total 2.763 anak, 59 persen tersebar di kepulauan," katanya.
Anak putus sekolah untuk wilayah daratan di Kecamatan Benteng 360 orang, Bontosikuyu 239 orang, Bontoharu 232 orang, Bontomanai 137 orang, Bontomatene 105 orang, dan Buki 51 orang. Sementara, di wilayah kepulauan, Kecamatan Taka Bonerate 759 orang, Pasimasunggu 277 orang, Pasilambena 226 orang, Pasimasunggu Timur 219 orang, dan Pasimarannu 158 orang.
Mustakim mengaku pihaknya telah melakukan berbagai upaya pengentasan ATS. Pada 2023 lalu, salah satunya dengan melakukan pendataan mandiri ATS di 11 kecamatan. Selain itu, bekerja sama UNICEF dan Pemprov Sulsel melalui percepatan penanganan ATS berbasis aksi kolaborasi atau disingkat Pasti Beraksi.
Kemudian pada 2024 ini, bekerja sama pemerintah desa mendata dan melaporkan ATS melalui aplikasi SIPBM-ATS, melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Termasuk memastikan ketersediaan sarana/prasarana pendidikan memadai.
"Insyaallah tahun ini telah diupayakan program penurunan ATS dengan melibatkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dan pokjar-pokjar (kelompok belajar) yang ada. Kita targetkan angka ATS dapat diturunkan," tutur Mustakim.
Lebih lanjut, Mustakim mengungkapkan ATS didasari berbagai macam faktor. Mulai motivasi kurang, kemampuan ekonomi kurang, sudah bekerja atau ingin bekerja, disabilitas. Kemudian permasalahan keluarga, seperti akibat perceraian orang tua dan anak yatim piatu, korban bullying, menikah pada usia muda atau melahirkan anak, hingga kemampuan kognitif rendah.
(hsr/hsr)