Mahfud Md Tanggapi Putusan MK-Wacana Hak Angket DPR Saat Diskusi di Makassar

Mahfud Md Tanggapi Putusan MK-Wacana Hak Angket DPR Saat Diskusi di Makassar

Sahrul Alim - detikSulsel
Rabu, 01 Nov 2023 23:15 WIB
Menko Polhukan Mahfud Md didampingi Staf Khususnya Rizal Mustary saat mengahdiri acara diskusi bersama perwakilan kelompok pemuda di Hotel The Rinra, Makassar.
Foto: Menko Polhukan Mahfud Md didampingi Staf Khususnya Rizal Mustary saat mengahdiri acara diskusi bersama perwakilan kelompok pemuda di Hotel The Rinra, Makassar. (Sahrul Alim/detikSulsel)
Makassar -

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres hingga wacana angket DPR saat berdiskusi dengan perwakilan kelompok pemuda di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Peserta diskusi ingin mendengar pendapat cawapres Ganjar Pranowo ini soal putusan yang dinilai kontroversial tersebut.

Acara diskusi ini dikemas dengan tajuk 'Ngopi Bareng Menkoplhukam' di Hotel The Rinra, Makassar, Rabu (1/11/2023) malam. Awalnya Sekretaris DPD KNPI Sulsel Imran Yusuf bertanya ke Mahfud Md soal pendapatnya dengan putusan MK soal batas usia capres-cawapres.

"Menanggapi dinamika politik hari ini saya ingin bertanya kepada pak Menko bagaimana tanggapan bapak (Mahfud Md) soal putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan batas usia capres dan cawapres?" tanya Imran Yusuf kepada Mahfud Md.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menjawab pertanyaan itu, Mahfud Md mengungkapkan bahwa putusan MK itu mengikat dan harus diikuti. Jika putusan itu diduga melanggar etika, maka hakim harus disidang etik.

"Kalau saudara tanya bagaimana putusan MK, putusan MK itu mengikat, putusannya begitu, mengikat harus diikuti. Nah, kalau proses membuat putusan itu melanggar etika, itu ada pengadilan etikanya," jawab Mahfud.

ADVERTISEMENT

Mahfud menjelaskan, bunyi pasal 24C UUD 1945 menyatakan MK mengadili sengketa yang putusannya bersifat final dan mengikat. Meski pun hakimnya melanggar etik, putusannya tetap final dan mengikat.

"Putusannya bersifat final dan mengikat, selesai, tidak ada bandingnya. Nah pak hakimnya korupsi? hakimnya melanggar etik? adili," tegas Mahfud.

Dia mengisahkan pernah ada ketua MK yang ditangkap karena menerima suap. Putusan yang dihasilkannya tetap dianggap final dan mengikat meski putusannya salah karena menerima suap.

"Dulu ada hakim sekarang sedang dipenjara, ketua MK, putusannya salah semua karena suap dari bupati, wali kota, banyak sekali. Dari Kalimantan, Lampung, Banten pakai suap rupanya, tapi putusannya itu mengikat. Terus hakimnya yang melanggar hukum itu masuk penjara. Putusan hakim itu harus dianggap benar kalau sudah diputuskan inkrah," jelasnya.

Kata Mahfud, putusan hakim seyogyanya menyelesaikan perdebatan. Jika ada putusan hakim dianggap curang atau dianggap tidak berlaku maka tidak akan pernah ada putusan final.

"Oleh sebab itu, putusan itu mengikat, hakimnya tangkap, hakimnya adili. Nah seperti sekarang ada pengadilan etik, kita lihat aja seperti apa hukumnya kalau saudara anggap itu politik dinasti, anggap karena ada intervensi, kita tidak tahu benar tidaknya karena sedang diperiksa oleh pak Jimly," ujar Mahfud.

Wacana Hak Angket DPR

Sementara soal wacana DPR yang akan melakukan hak angket terhadap putusan MK itu, Mahfud mengaku pihaknya menghormati pendapat tersebut. Dia memilih tak mencampuri perdebatan di DPR soal wacana ini.

"Terserah DPR, saya kan tidak boleh mengomentari apa yang mau dilakukan oleh DPR. Silakan aja," katanya.

Namun kata Mahfud, Hak Angket DPR menurut aturan dilayangkan untuk pemerintah. DPR punya hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan pemerintah.

"Kalau menurut aturan, angket itu untuk pemerintah. Tapi silakan aja. Kan DPR nanti bisa berimprovisasi tentang siapa yang akan di-angket. Kita nggak boleh ikut campur," jelasnya.




(ata/ata)

Hide Ads