Perum Bulog Kanwil Sulselbar mengaku kesulitan menyerap beras produksi petani di tengah impor 70.000 ton beras masuk ke Sulawesi Selatan (Sulsel). Pihaknya berdalih hal ini terjadi karena harga di penggilingan yang mahal.
"(Serapan beras Bulog) Baru 85.000 ton. Padahal mestinya bisa diserap di atas itu. Kendalanya mahal," kata Pemimpin Wilayah Perum Bulog Kanwil Sulselbar M Imron Rosidi saat dikonfirmasi, Kamis (19/10).
Imron mengatakan serapan beras minim juga dipengaruhi produksi yang menurun. Namun dia mengaku kebutuhan masih relatif bertambah.
"Memang produksi menurun, itupun menteri yang ngomong ya. Memang produksi menurun. Kebutuhannya mungkin tetap atau bertambah," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya mengaku kerap membahas masalah ini saat rapat bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama Kemendagri tiap pekan. Bahwa Bulog tidak bisa menyerap produksi dalam negeri karena harganya jauh di atas harga pokok penjualan (HPP).
"Walaupun HPP sudah dinaikkan September kemarin tapi tetap di (harga) atasnya. Dan cenderungnya para penggilingan itu bikin beras itu sekarang ke premium karena premium range harganya lebih tinggi, HET-nya lebih tinggi. Sementara beras di kita ini kalau digiling sudah masuk di medium plus dan premium," kata dia.
Terkait kebijakan impor ini disebut akan merugikan petani, Imron tampak tak bergeming. Harga beras mahal di pasar umum, menurut dia, hanya menguntungkan penggilingan.
"Jadi kita memang dibatasi, kita diatur untuk beli maupun jualnya. Harga jualnya ada HET medium ada HET premium," katanya.
Sebelumnya, Imron juga tidak mempermasalahkan beras impor yang akan masuk ke Sulsel. Menurutnya kebijakan ini untuk antisipasi ketersediaan stok beras.
"Ini Sulsel kan daerah produksi. Memang kalau daerah produksi, kemasukan impor kan nggak ada masalah sebenarnya. Salahnya di mana," paparnya.
Dia mencontohkan Pulau Jawa yang produksi berasnya lebih besar ketimbang Sulsel tetap juga menikmati beras impor. Impor ini, kata dia, untuk antisipasi ketersediaan pangan di masyarakat dan pengendalian harga.
"Karena untuk antisipasi ketersediaan pangan di masyarakat juga dalam rangka pengendalian harga. Karena harga beras inikan naik terus," tambah Imron.
(sar/ata)