3 Contoh Amanat Apel Hari Santri 2023 dan Ketentuan Pelaksanaannya

3 Contoh Amanat Apel Hari Santri 2023 dan Ketentuan Pelaksanaannya

St. Fatimah - detikSulsel
Kamis, 19 Okt 2023 22:00 WIB
contoh poster Hari Santri Nasional 2023
Ilustrasi (Foto: Freepik/@pikisuperstar)
Makassar -

Hari Santri diperingati pada tanggal 22 Oktober setiap tahunnya. Dalam rangka memperingati momen tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) menginstruksikan untuk menggelar Apel Hari Santri di pesantren, lembaga pendidikan keagamaan Islam, dan juga Kantor Kementerian Agama.

Dalam pelaksanaan Apel Hari Santri, terdapat berbagai item acara. Salah satunya yaitu amanat yang disampaikan oleh pemimpin apel.

Topik amanat Apel Hari Santri biasanya mengikut dengan tema perayaan pada tahun itu. Bagi detikers yang bertugas sebagai pemimpin pada Apel Hari Santri, berikut contoh amanat yang bisa dibacakan seperti dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Simak yuk!

Contoh Amanat Apel Hari Santri (1)

Hari Santri harus benar-benar dipahami, dihayati, dan ditegakkan sebagai harinya seluruh bangsa Indonesia tanpa terkecuali, untuk mensyukuri "Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" yang telah mengaruniakan kepada bangsa ini generasi pahlawan paripurna yang berhasil menyempurnakan kelahiran Bangsa Indonesia sebagai Bangsa Merdeka,"

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله، والشكر لله، والصلاة والسلام على رسول الله، سيدنا ومولانا محمد ابن عبد الله، وعلى اله وصحبه ومن والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله. اما بعد:

Yang Mulia, Rais Aam PBNU, beserta jajaran Pengurus Syuriyah PBNU
Segenap Pengurus Tanfidziyah PBNU
Jajaran Pengurus Syuriyah dan Tanfidziyah PWNU se Indonesia
Jajaran Pengurus Syuriyah dan Tanfidziyah PCNU se-lndonesia, serta PCI-NU di berbagai negara Warga Nahdliyin di mana pun berada, serta semua peserta apel yang sama-sama mencintai Indonesia;

Bertepatan dengan Peringatan 70 Tahun Resolusi Jihad, Pemerintah memberikan pengakuan peran penting perjuangan para ulama dengan menjadikan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Apresiasi ini disampaikan di Masjid Istiqlal yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tertanggal 15 Oktober 2015.

Tentu, penetapan dari Pemerintah Indonesia ini patut disyukuri sebagai momentum untuk mengenang dan menghormati jasa perjuangan para pahlawan, seperti KH. Muhammad Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan. H.O.S Cokroaminoto, Tengku Fakinah, Maria Josephine Walanda Maramis, dan masih banyak pahlawan Iainnya yang turut berjuang sejak zaman pra revolusi kemerdekaan.

Merujuk sejarahnya, lahirnya Hari Santri Nasional bersumber pada fatwa KH. Muhammad Hasyim Asy'ari. Sebelum fatwa itu lahir, para ulama pesantren Jawa-Madura menggelar rapat di Kantor PBNU Jalan Bubutan, Surabaya, tanggal 21-22 Oktober 1945. Hasilnya, 2 keputusan yang berhasil menggerakkan rakyat melawan penjajahan:

Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan dan agama dan negara Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tangannya; Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat "sabilillah" untuk tegaknya Negara Republik Indonesia dan agama Islam. Kita kenal, fatwa atau keputusan itu dengan nama "Resolusi Jihad".

Selain itu, beberapa peristiwa yang membutuhkan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Antara Iain, peristiwa perebutan senjata tentara Jepang pada 23 September 1945 yang pada akhirnya membawa Presiden Soekarno melalui utusannya berkonsultasi kepada Kiai Hasyim Asy'ari, yang dinilai memiliki pengaruh di hadapan para ulama.

Fatwa ini memang patut ditahbiskan sebagai tonggak sejarah yang tidak hanya bermakna heroik dalam konteks kemerdekaan Republik Indonesia, tapi juga sebagai penanda paling Iugas dari tekad para ulama, sebagai rakyat Indonesia yang mencintai bangsanya, untuk membangun peradaban baru dengan menetapkan berdirinya Republik Indonesia sebagai Negara-Bangsa. Yaitu, Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga kewajiban mempertahankannya adalah kewajiban Jihad Fi Sabilillah dengan pahala syahid.

Jihad fi Sabilillah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan melawan pasukan kolonial inilah yang menjadi esensi Fatwa Resolusi Jihad. Kala itu, para kiai dan pesantrennya memimpin banyak perjuangan bagi kemerdekaan bangsa untuk mengusir para penjajah. Sehingga, bisa disimpulkan Resolusi Jihad merupakan bagian dari cikal bakal berkobarnya semangat para pahlawan untuk berjuang meraih kemerdekaan hingga akhirnya tanggal10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Dari alur sejarah ini, bisa dipahami meski merupakan fatwa dari Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar NU waktu itu bersama para ulama Iainnya, Resolusi Jihad menjelma menjadi seruan yang disambut serempak oleh segenap anak bangsa di seluruh Indonesia, dari semua kelompok dan kalangan, terlepas dari perbedaan Iatar belakang apa pun, termasuk perbedaan agama.

Oleh sebab itu, seperti Hari Nasional Iainnya, Hari Santri adalah peringatan jasa dan keteladanan para pahlawan secara umum, yakni sebagai momentum mengenang KEPAHLAWANAN SEGENAP-BANGSA INDONESIA, bukan hanya satu kelompok tertentu saja; Hari Santri harus benar-benar dipahami, dihayati, dan ditegakkan sebagai HARINYA SELURUH BANGSA INDONESIA TANPA TERKECUALI, untuk mensyukuri "Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" yang telah mengaruniakan kepada bangsa ini generasi pahlawan paripurna yang berhasil menyempurnakan kelahiran Bangsa Indonesia sebagai Bangsa Merdeka.

Meski demikian, Hari Santri tidak boleh dijadikan alasan oleh kelompok mana pun pada generasi saat ini untuk menuntut balas jasa, tidak oleh Nahdlatul Ulama ataupun pesantren. Kenapa? Karena yang berjasa mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia bukan generasi masa kini, bukan kita, melainkan para pahlawan agung dari Generasi 1945 lalu.

Tugas generasi saat ini, meski tidak turut serta berjuang bertaruh nyawa untuk negara dan bangsa Indonesia, namun bisa mensyukuri kemerdekaan dan mengenang jasa para pahlawan dengan membulatkan tekad untuk meneladani perjuangan mereka, sesuai momentum yang dihadapi.

Kewajiban generasi inilah untuk mendukung penuh Pemerintah Indonesia dalam kancah global dan membangun Indonesia yang sama-sama kita cintai. Nahdlatul Ulama memelopori R20, sebagai G20 Religion Forum, yang belum pernah ada sebelumnya. Dalam tiga tahun berturut-turut, G20 dipimpin oleh Indonesia yang mayoritas muslim, dilanjutkan India yang mayoritas Hindu, dan Brasil yang mayoritas Katolik. Dengan mensinergikan nilai-nilai yang dimiliki agama-agama, hal ini akan menjadi kekuatan penting yang masih relevan untuk menjawab tantangan zaman, bahkan 77 tahun, sejak Resolusi Jihad.

Selain itu, perlu pula meneladani semangat cinta tanah air dengan terus memupuk rasa nasionalisme. Hal ini dapat dilakukan dengan senantiasa mencintai Tanah Air Indonesia, bangga akan bangsa sendiri-tanpa maksud berpikiran chauvinistik-dan menjaga eksistensi bangsa Indonesia secara bersama-sama tanpa terkecoh dengan politik identitas yang bisa saja merongrong rasa patriotisme generasi bangsa.

Pantang Mengeluh, Berani Berpeluh, Bersatu Padu, untuk Indonesia Maju Merawat Jagat, Membangun Peradaban.

Contoh Amanat Apel Hari Santri (2)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين اللهم صل وسلم على سيدنا ومولانا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين أما بعد

Hari ini tahun ketiga Keluarga Besar Nahdlatul Ulama dan seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Santri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri tanggal 22 Oktober 2015 yang bertepatan dengan tanggal 9 Muharram 1437 Hijriah merupakan bukti pengakuan negara atas jasa para ulama dan santri dalam perjuangan merebut, mengawal, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.

Pengakuan terhadap kiprah ulama dan santri tidak lepas dari Resolusi Jihad yang dikumandangkan Hadlaratus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pada 22 Oktober 1945. Di hadapan konsul-konsul Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura, bertempat di Kantor Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama di Jl. Boeboetan VI/2 Soerabaja, Fatwa Resolusi Jihad NU digaungkan dengan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan:

"..Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe 'ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada diloear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itoe djadi fardloe kifayah (jang tjoekoep kalaoe dikerdjakan sebagian sadja...)."

Tanpa Resolusi Jihad NU dan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan ini, tidak akan pernah ada peristiwa 10 November di Surabaya yang kelak diperingati sebagai Hari Pahlawan. Kiprah santri teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila yang bersendikan Bhineka Tunggal Ika. Santri berdiri di garda depan membentengi NKRI dari berbagai ancaman.

Pada 1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan Nusantara sebagai Dârus Salâm. Pernyataan ini adalah legitimasi fikih berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila. Tahun 1945, kaum santri setuju menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan dan kesatuan bangsa. Tahun 1953, kaum santri memberi gelar Presiden Indonesia, Ir. Soekarno, sebagai Waliyyul Amri ad-Dlarûri bis Syaukah, pemimpin sah yang harus ditaati dan menyebut para pemberontak DI/TII sebagai bughat yang harus diperangi.

Tahun 1965, kaum santri berdiri di garda depan menghadapi rongrongan ideologi komunisme. Tahun 1983/1984, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan menyatakan bahwa NKRI sudah final sebagai konsensus nasional (mu'âhadah wathaniyyah). Selepas Reformasi, kaum santri menjadi bandul kekuataan moderat sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah 1945 bahwa NKRI adalah negara-bangsa-bukan negara agama,bukan negara suku-yang mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan.

Kenyataan ini perlu diungkapkan untuk menginsyafkan semua pihak, termasuk kaum santri sendiri, tentang saham mereka yang besar dalam berdiri dan tegaknya NKRI. Tanpa kiprah kaum santri, dengan sikap-sikap sosialnya yang moderat (tawassuth), toleran (tasâmuh), proporsional (tawâzun), lurus (i'tidâl), dan wajar (iqtishâd), NKRI belum tentu eksis sampai sekarang. Negeri-negeri Muslim di Timur Tengah dan Afrika sekarang remuk dan porak poranda karena ekstremisme dan ketiadaan komunitas penyangga aliran Islam wasathiyyah.

Momentum Hari Santri hari ini perlu ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Spirit "nasionalisme bagian dari iman" (حب الوطن من الايمان) perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme. Islam dan ajarannya tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air, karena itu Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan. Hari Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhaan, asketisme, dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri.

Etos ini penting di tengah merebaknya korupsi dan narkoba yang mengancam masa depan bangsa. Korupsi dan narkoba adalah turunan dari materialisme dan hedonisme, paham kebendaan yang mengagungkan uang dan kenikmatan semu. Singkatnya, santri harus siap mengemban amanah, yaitu amanah kalimatul haq. Berani mengatakan "iya" terhadap kebenaran walaupun semua orang mengatakan "tidak" dan sanggup menyatakan "tidak" pada kebatilan walaupun semua orang mengatakan "iya".

Itulah karakter dasar santri yang bumi, langit dan gunung tidak berani memikulnya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzaab ayat 72. Hari ini santri jugahidup di tengah dunia digital yang tidak bisa dihindari. Internet adalah bingkisan kecil dari kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Ia punya aspek manfaat dan mudharat yang sama-sama besar.

Internet telah digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan dakwah Islam, tetapi juga digunakan untuk merusak harga diri dan martabat seseorang dengan fitnah dan berita hoaks. Santri perlu 'memperalat' teknologi informasi sebagai media dakwah dan sarana menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan serta mereduksi penggunaannya yang tidak sejalan dengan upaya untuk menjaga agama (حفظ الدين والعقل), jiwa (حفظ النفس), nalar (حفظ العقل), harta (حفظ المال), keluarga (حفظ النسل), dan martabat(حفظ العرض) seseorang. Kaidah fikih: al-muhâfadhah ala-l qadîmis shâlih wa-l akhdzu bi-l jadîdi-l ashlah senantiasa relevan sebagai bekal kaum santri menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. Selamat Hari Santri 2017. Santri kuat, NKRI hebat.

شكرا ودمتم في الخير والبركة والنجاح والله الموفق إلى أقوم الطريق والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 22 Oktober 2017
Prof. Dr. KH S

Contoh Amanat Apel Hari Santri (3)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين اللهم صل وسلم على سيدنا
ومولانا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين

أما بعد

Hari ini tahun keempat Keluarga Besar Nahdlatul Ulama dan seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Santri. Setelah sebelumnya peran kaum santri diakui negara melalui Kepres No. 22 Tahun 2015 tentang Penetapan Tanggal 22 Oktober sebagai HARI SANTRI, tahun ini kaum santri kembali mendapat penguatan negara melalui pengesahaan UU Pesantren. Diharapkan melalui UU ini, santri dan pendidikan pesantren dapat meningkatkan peran dan kontribusinya dalam pembangunan bangsa dan negara melalui fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.

Di tengah revolusi gelombang keempat (4.0), santri harus kreatif, inovatif, dan adaptif terhadap nilai-nilai baru yang baik sekaligus teguh menjaga tradisi dan nilai-nilai lama yang baik. Santri tidak boleh kehilangan jati dirinya sebagai Muslim yang berakhlakul karimah, yang hormat kepada kiai dan menjanjung tinggi ajaran para leluhur, terutama metode dakwah dan pemberdayaan Walisongo. Santri disatukan dalam asâsiyât (dasar dan prinsip perjuangan), khalqiyat (jati diri), dan ghâyat (tujuan).

Dasar perjuangan santri adalah memperjuangkan tegak lestarinya ajaran Islam Ahlussunnah Waljama'ah, yaitu Islam bermadzhab. Di tengah kampanye Islam anti-madzhab yang menggemakan jargon kembali kepada Al-Qur'an dan Hadis, santri dituntut untuk cerdas mengembangkan argumen Islam moderat yang relevan, kontekstual, membumi, dan kompatibel dengan semangat membangun simbiosis Islam dan kebangsaan. Demikian inilah yang dicontohkan Walisongo, terutama Sunan Kalijogo. Islam tidak diajarkan dalam bungkusnya, tetapi isinya. Bungkusnya dipertahankan dalam wadah budaya Nusantara, tetapi isinya diganti dengan ajaran Islam. Budaya dijadikan sebagai infrastruktur agama, sejauh tidak bertentangan dengan syariat. Termasuk dalam hal ini adalah bentuk negara. Bentuk negara apa pun, asal syari'at Islam dapat dijalankan masyarakat, sah dan mengikat, baik berbentuk republik, mamlakah, maupun emirat. Karena NKRI berdasarkan Pancasila telah disepakati oleh para pendiri bangsa, seluruh warga negara, termasuk santri, wajib patuh menjaga dan mempertahankan konsensus kebangsaan.

Jati diri santri adalah moralitas dan akhlak pesantren dengan kiai sebagai simbol kepemimpinan spiritual (qiyâdah rūhâniyah). Karena itu, meskipun santri telah melanglang buana, menempuh pendidikan hingga ke mancanegara, dia tidak boleh melupakan jati dirinya sebagai santri yang hormat dan patuh pada kiai. Tidak ada kosakata bekas kiai atau bekas santri dalam khazanah pesantren. Santri melekat sebagai stempel seumur hidup, membingkai moral dan akhlak pesantren. Di hadapan kiai, santri harus menanggalkan gelar dan titelnya, pangkat dan jabatannya, siap berbaris di belakang kepemimpinan kiai.

Tujuan pengabdian santri adalah meninggikan kalimat Allah yang paling luhur (li i'lâi kalimâtillâh allatî hiya al-ulyâ) yaitu tegaknya agama Islam rahmatan lil alamin. Islam yang harus diperjuangkan bukan sekadar akidah dan syariah, tetapi ilmu dan peradaban (tsaqâfah wal-hadlârah), budaya dan kemajuan (taqaddum wat tamaddun). Islam dalam ethos santri adalah keterbukaan, kecendekiaan, toleransi, kejujuran, dan kesederhanaan. Semangat inilah yang diwariskan oleh salafus shâlih, yang telah mencontohkan cara bela agama yang benar.

Islam pernah mencapai zaman keemasan pada abad ke-7 sampai 13 M dengan ilmu dan peradaban. Para filsuf dan ulama seperti Jabir ibn Hayyan (721-815 M), Al-Fazari (w. 796/806 M), Al-Farghani (w. 870 M), Al-Kindi (801-873 M), Al-Khawarizmi (780-850 M), Al-Farabi (874-950 M), Al-Mas'udi (896-956 M), Ibn Miskawaih (932-1030 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al-Razi (1149-1209 M), Al-Haitsami (w. 1039 M), Al-Ghazali (1058-1111 M), dan Ibn Rushd (1126-1198 M) telah berjasa kepada dunia dengan sumbangan mereka yang tiada tara bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Manfaatnya lintas zaman, melampaui sekat agama dan bangsa. Dunia berterima kasih kepada Islam karena ilmu pengetahuan. Itulah cara bela Islam yang benar.

Islam tidak boleh dibela dengan pekik takbir di jalan-jalan, dengan kerumunan massa yang mengibar-ngibarkan bendera, dengan caci maki dan sumpah serapah. Islam harus dibela dengan ilmu pengetahuan dan peradaban. Itulah cara bela Islam yang benar. Benarlah peringatan Imam Ghazali dalam Kitab Tahâfutul Falâsifah:

و ضرر الشرع ممن ينصره لا بطريقه اكثرمن ضرره ممن يطعن فيه بطريقه

"Dan kecelakaan agama dari para pembela yang tidak tahu caranya itu lebih besar daripada kecelakaan agama dari para pencela yang tahu caranya."

Santri mewarisi legacy yang ditinggalkan oleh para ulama di abad keemasan Islam. Karena itu, kebangkitan Islam akan sangat ditentukan oleh kiprah dan peranan kaum santri.

Selamat Hari Santri 2019. Santri Unggul Indonesia Makmur.

شكرا ودمتم في الخير والبركة والنجاح
والله الموفق إلى أقوم الطريق

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 22 Oktober 2019

Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA.
Ketua Umum

Ketentuan Pelaksanaan Apel Hari Santri 2023

Ketentuan Pelaksanaan Apel Hari Santri 2023 disampaikan melalui Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nomor SE 25 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Apel Hari Santri 2023. Terdapat beberapa ketentuan yang diatur dalam surat edaran tersebut, yakni:

  1. Apel Hari Santri 2023 dilaksanakan secara serentak pada tanggal 22 Oktober 2023 dengan tema "Jihad Santri, Jayakan Negeri".
  2. Amanat Apel Hari Santri 2023 yang akan dibacakan pada Apel Hari Santri 2023 dapat diunduh atau didownload melalui website resmi Kementerian Agama RI.
  3. Peserta apel menggunakan sarung, atasan putih, berpeci hitam bagi laki-laki, dan untuk perempuan dapat menyesuaikan.
  4. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota agar menginformasikan kepada Pimpinan Pesantren dan Pimpinan Pendidikan Keagamaan Islam di wilayahnya mengenai pelaksanaan Apel Hari Santri 2023.
  5. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kepala Unit Pelaksana Teknis, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, dan Kepala Madrasah mempublikasikan pelaksanaan Apel Hari Santri 2023 di website, media sosial, atau media lainnya

Nah itulah contoh amanat Apel Hari Santri dan panduan pelaksanaan Hari Santri 2023. Semoga membantu!




(edr/urw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads