Bacapres Anies Baswedan hadir dalam Indonesian's Leader Talk di Universitas Hasanuddin (Unhas). Anies menyampaikan gagasannya soal paradigma pemerintah terhadap anggaran kesehatan dan pendidikan yang sudah saatnya diubah.
"Kita mengarahkan untuk sehat, terdidik. Human capital is the key. Kesehatan dan pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia," ujar Anies dalam acara yang berlangsung di Baruga AP Pettarani Unhas, Makassar, Minggu (24/9/2023).
Anies mengatakan dua indikator tersebut merupakan kunci pembangunan kualitas manusia di Indonesia. Untuk itu, dia menilai pandangan pemerintah terkait anggaran kesehatan dan pendidikan perlu untuk diubah karena menurutnya selama ini masih dianggap biaya dan bukan investasi negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melihat anggaran negara untuk kesehatan dan pendidikan, tidak boleh lagi dipandang sebagai biaya. Kesehatan dan pendidikan alokasi anggarannya harus dipandang sebagai investasi," kata dia.
Anies menuturkan, paradigma investasi yang disematkan pada kesehatan dan pendidikan berimplikasi pada keuntungan masa depan bangsa. Beda halnya dengan cara berpikir biaya yang berkonotasi sebagai beban.
"Begitu dia dipandang sebagai investasi, maka kita menghitungnya berapa yang akan kembali di kemudian hari. Tapi kalau kita memandang ini sebagai biaya, maka kita akan selalu berbicara bagaimana membuat ini menjadi efisien," ungkapnya.
Oleh karena itu, Anies menyebut tidak jarang alokasi anggaran kesehatan dan pemerintah dipangkas sedemikian rupa. Sehingga bagi Anies, masalah tersebut tidak dapat dituntaskan hingga saat ini.
"Dan sering kali dikurangi, dan ujungnya alokasi anggaran pendidikan diratakan sana-sini yang penting 20%-nya terpenuhi. Walaupun kenyataannya tidak mengubah kondisi pendidikan dan kesehatan di masyarakat," paparnya.
Lebih jauh, Anies juga mengatakan bahwa istilah kualitas sumber daya manusia sebaiknya diganti menjadi kualitas manusia. Sebab, menurutnya, dengan istilah tersebut, manusia hanya dijadikan sebagai faktor produksi belaka.
"Saya istilahkan kualitas manusia, bukan kualitas sumber daya manusia. Saya mengusulkan jangan menggunakan kualitas sumber daya manusia untuk pembangunan manusia," tuturnya.
"Kenapa? Jangan pandang manusia sebagai faktor produksi. Manusia sebagai aset terbesar Indonesia dan bukan semata-mata faktor produksi. Begitu diistilahkan sebagai sumber daya, maka dia ekuivalen. Sumber daya perekonomian ada, sumber daya orang, sumber daya kapital, sumber daya tanah, itu semua sumber daya di dalam faktor produksi. Manusia menjadi salah satu sumber daya," tambahnya.
Menurutnya, istilah sumber daya manusia membuat pendidikan hanya berorientasi pada persiapan kerja. Sehingga produk ilmu pengetahuan dijadikan sebagai jualan belaka.
"Nanti pada akhirnya pendidikan diarahkan sekadar untuk persiapan kerja. Dan ujungnya, mereka yang berilmu hanya mencoba menjajakan ilmunya. Kepada pembeli yang mau menjual dengan harga termahal," sebutnya.
(asm/sar)