Bakal calon presiden (capres) PDIP Ganjar Pranowo muncul di tayangan azan magrib di salah satu stasiun televisi (TV) hingga menuai kontroversi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun memberikan pandangannya terkait kemunculan Ganjar yang dikaitkan dengan politik identitas.
Dalam video beredar yang dilihat detikcom, tayangan azan magrib itu dibuka dengan pemandangan alam Indonesia. Ganjar terlihat mengenakan baju koko berwarna putih dan sarung batik.
Ganjar yang memakai peci berwarna hitam muncul menyambut jemaah yang akan salat. Ganjar lalu menyalami dan mempersilakan jemaah yang datang untuk masuk ke masjid.
Dalam tayangan azan itu pula, Ganjar terlihat sedang melakukan wudu sebelum salat. Ganjar duduk di saf depan sebagai makmum.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai tayangan azan yang menampilkan Ganjar hal yang lumrah. Anwar menilai tidak ada yang salah dalam tayangan tersebut.
"Karena saya bukan seorang politisi, maka bagi saya pribadi peristiwa tayangan azan dengan memunculkan video Ganjar Pranowo tidaklah bermasalah bahkan hal demikian menurut saya sangat bagus," kata Anwar Abbas dilansir dari detikNews, Minggu (10/9/2023).
Anwar menganggap Ganjar adalah tokoh yang menjadi bakal calon presiden. Dia mengaku apa yang dilakukan Ganjar bagian dari tindakan yang positif.
"Jadi apa yang dilakukan oleh Ganjar tersebut menurut saya boleh-boleh saja apalagi nilai dan dampaknya terhadap kehidupan keagamaan umat Islam tentu akan sangat besar," tuturnya.
Dia pun mengajak bakal capres lain mengikuti hal serupa. Selama lanjut dia, niatnya memang untuk membawa kebaikan.
"Oleh karena itu kalau ada bakal calon presiden yang lain yang juga mau melakukan hal yang sama dan serupa saya rasa cukup bagus serta silakan saja," jelas Anwar.
Anwar menyadari tayangan azan magrib yang memunculkan gambar Ganjar menimbulkan pro dan kontra. Dia lalu memberikan penjelasan mengacu pada pandangan ulama.
"Jika itu yang terjadi maka ada satu qaidah yang sangat dikenal dan terkenal di kalangan ulama fiqih dan ushul fiqih yang sangat perlu kita ketahui, pertimbangkan dan camkan baik-baik yaitu sebuah prinsip yang berbunyi: Dar'ul mafasid muqoddam 'ala jalbil masholih," paparnya,
"Artinya meninggalkan kemafsadatan harus didahulukan dari pada mengambil kemashlahatan," tegas Anwar.
Atas hal tersebut, Anwar menegaskan jika tayangan itu kemudian mendatangkan kerugian yang besar, lebih baik ditinggalkan. Pihaknya menekankan agar menghentikan sesuatu yang berpotensi menimbulkan kegaduhan.
"Oleh karena itu jika menyiarkan hal tersebut akan lebih besar mudharat dari pada manfaatnya atau akan menimbulkan kegaduhan dan pro-kontra di tengah-tengah masyarakat maka tentu hal-hal semacam itu lebih baik ditinggalkan saja," terangnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
(sar/asm)