Wilayah Papua masih menjadi jajahan Belanda saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya atas Jepang pada 17 Agustus 1945. Frans Kaisiepo menjadi sosok yang berperan dalam menyatukan wilayah Papua menjadi bagian Republik Indonesia.
Tak hanya itu, Frans Kaisiepo juga menjadi orang pertama yang mengibarkan Bendera Merah Putih di Papua. Atas jasanya, Frans ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden nomor 077/TK/1993.
Wajah Frans Kaisiepo sendiri tak asing bagi warga Indonesia. Hal ini lantaran Pemerintah Indonesia menggunakan gambar wajah Frans Kaisiepo dalam pecahan uang Rp 10.000 emisi 2016 dan 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk lebih mengenal sosoknya, berikut ini profil Frans Kaisiepo serta ulasan perjuangannya yang telah dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber.
Mengenal Frans Kaisiepo Muda
Frans Kaisiepo berasal dari keluarga berlatar belakang suku Biak Numfor. Ia lahir pada 10 Oktober 1921, di sebuah desa yang terletak di tepi sungai belakang tebing yang curam bernama Kampung Wardo, Kecamatan Biak Barat, Kabupaten Teluk Cenderawasih.
Frans yang merupakan anak sulung dari enam bersaudara semasa kecil diasuh oleh tante dari pihak ayahnya. Sebab saat berumur 1 atau 2 tahun, ibunya meninggal dunia. Karena itu sejak kecil, Frans telah merasakan kegetiran hidup.
Frans Kaisiepo pun tumbuh besar di bawah asuhan tantenya. Meski tidak tinggal bersama ayahnya, sebagai anak sulung dari enam bersaudara, Frans telah dikenal memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi.
Jiwa kepemimpinan Frans itu nampak dari cara ia bermain dengan anak sebayanya. Frans Kaisiepo senantiasa memimpin kawannya hingga maju di garis terdepan apabila ada perselisihan anak-anak antar kampung.
Seiring berjalannya waktu, Frans bertumbuh menjadi remaja yang semakin matang dan dewasa. Selain berjiwa pemimpin, kepribadiannya pun terbentuk menjadi anak yang cepat beradaptasi sehingga banyak yang menyayanginya.
Setelah memasuki usia 12 tahun, Frans mesti mengikuti tradisi sukunya, Biak Numfor yaitu melakukan upacara yang melambangkan bahwa ia sudah dewasa dan diterima dalam pergaulan pria. Selanjutnya Frans diberi pendidikan moral, kecakapan kerja, dan kepahlawanan.
Dari tradisi inilah Frans mendapatkan ilmu-ilmu perang seperti cara memanah, melempar tombak, menggunakan perisai, bahkan belajar tari-tarian perang. Sembari mendapatkan pendidikan adat, Frans juga masuk ke sekolah formal yakni Sekolah Desa Klas 3.[1]
Jejak Pendidikan dan Karir Frans Kaisiepo
Setelah lulus dari Sekolah Desa Klas 3, Frans melanjutkan pendidikannya ke Vervolgschool atau Sekolah Sambungan di Korido, Kecamatan Supiori. Berkat kemauan dan dukungan keluarga, Frans akhirnya bisa lulus dengan segelintir prestasi pada tahun 1934.
Tidak sampai di situ, Frans juga melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru di Miei, Wandamen, lalu akhirnya lulus pada 1936. Frans Kaisiepo kemudian menjadi seorang guru dan berpindah-pindah mengajar ke beberapa sekolah. Dia juga kerap kali diberi amanah untuk menjadi kepala sekolah di sejumlah SD dalam kurun waktu yang berbeda-beda.
Hingga pada akhirnya, Frans berlabuh di Sekolah Rakyat Kpudori, Biak sebagai kepala sekolah. Sayangnya, pasukan Jepang datang menduduki Irian Barat. Sebagai pegawai pemerintahan, Frans ditawan dan dijadikan mandor pada sebuah perusahaan kapas milik Jepang di Manokwari.
Beruntungnya, nasib baik masih menyertai langkah Frans. Sebab setelah Jepang kalah oleh sekutu, Frans melanjutkan pendidikan dengan mengikuti kursus Sekolah Bestuur atau Pamong Praja. Perjalanan karirnya dalam bidang pemerintahan pun dimulai.
Pada tahun 1953, Frans menduduki beberapa posisi dari waktu ke waktu. Mulai dari kepala Distrik Ransiki Manokwari, Kepala Distrik Kokas Fak-Fak, Kepala Pemerintah Setempat Sukarnopura, sampai Wakil Residen di Sukarnopura.
Setelah itu, pada 10 November 1964, ia diangkat menjadi Gubernur/ Kepala daerah Tingkat I Irian barat selama dua periode. Saat masa jabatannya selesai, Frans ditarik ke pusat dan diangkat menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia sampai akhir hayatnya. [1]
Perjuangan Frans Kaisiepo Mempertahankan Kemerdekaan
Usai Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 atas Jepang, Belanda kembali berupaya menguasai wilayah Papua pada 31 Agustus 1945. Frans Kaisiepo mengambil peran besar dalam menegakkan eksistensi Republik Indonesia di sana.
Ia bahkan menjadi orang pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di Papua.
Frans Kaisiepo banyak berjuang di bidang politik. Pada tahun 1946, Frans adalah satu-satunya orang asli Papua yang diutus Nederlands Nieuw Guinea pada Konferensi Malino di Sulawesi Selatan. Di sana dia menentang keras rencana penggabungan Maluku dan Papua menjadi Negara Indonesia Timur.
Frans juga mengusulkan nama Papua diubah menjadi Irian yang dalam bahasa asli biak berarti cahaya yang mengusir kegelapan. Sebab kata Papua berasal dari kata pua-pua yang berarti keriting sehingga dianggap merendahkan.
Dalam mempertahankan kemerdekaan, Frans kemudian mendirikan Partai Indonesia Merdeka di Biak. Aksinya kemudian tidak berhenti di sana, ia melakukan segelintir perlawanan mempertahankan kemerdekaan hingga dipenjarakan oleh Belanda pada 1954 sampai 1961.
Setelah keluar dari penjara pada 1961, Frans mendirikan Partai Irian Sebagian Indonesia untuk menuntut penyatuan Papua dengan republik Indonesia. Pada tahun yang sama, Presiden Soekarno membentuk Tiga Komando rakyat yang menghasilkan Perjanjian New York.
Perjanjian yang lahir pada 1 Mei 1963 itu memutuskan wilayah papua dikembalikan dari Belanda ke Indonesia. Pemerintah RI pun menggunakan nama warisan dari Frans yaitu Irian Jaya pada 1969.
Berkat usahanya yang menyatukan Papua dengan Indonesia, pada tahun 1973, Frans dipilih menjadi anggota parlemen untuk Papua pada pemilihan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lalu ia diangkat menjadi Dewan Pertimbangan Agung sebagai wakil untuk urusan Papua pada 1977.
Dari sejumlah perjuangannya itu, Frans Kaisiepo dianugerahi penghargaan Bintang Maha Putra Adi Pradana Kelas Dua. Bukan cuma itu, namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal peran TNI Angkatan Laut, KRI Frans Kaisiepo 368, serta bandar udara di Pulau Biak, papua.
Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 077/TK/1993, Frans Kaisiepo pada akhirnya ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia dari Papua. Bahkan hingga saat ini, wajahnya terpampang pada pecahan rupiah bernilai Rp.10.000 emisi 2016.[2]
Nah, itulah tadi profil Frans kaisiepo sosok dibalik bersatunya Papua dan Indonesia. Semoga menginspirasi yah, detikers!
Sumber:
1. Dokumen Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, "Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo"
2. Laman Resmi Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu Republik Indonesia, "Frans Kaisiepo, Simbol Perjuangan Rakyat Papua Dalam Persatuan Bangsa Indonesia"
(edr/alk)