Analisa Pakar Geofisika Soal Salju Abadi di Puncak Jaya Wijaya Menuju Punah

Analisa Pakar Geofisika Soal Salju Abadi di Puncak Jaya Wijaya Menuju Punah

Nur Afni Aripin - detikSulsel
Minggu, 27 Agu 2023 05:30 WIB
Puncak Jayawijaya (Carstensz Pyramid)
Puncak Jaya Wijaya, Papua. Foto: Situs Satpol PP Provinsi Papua
Makassar -

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut salju abadi di puncak Jaya Wijaya, Papua kian mengkhawatirkan dan semakin dekat dengan kepunahan. Perubahan iklim serta fenomena El Nino menjadi penyebabnya.

Pakar Geofisika Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Muh Altin Massinai mengungkapkan, saat ini Indonesia sedang menghadapi pemanasan global. Kondisi ini yang membuat salju di Puncak Jaya Wijaya dapat mencair.

"Memang ada gunung es di sana. Hanya sekarang fenomena pemanasan global ini itu kemungkinan bisa mencair," kata Altin Massinai saat berbincang dengan detikSulsel, Sabtu (26/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Altin meyakini salju di Tanah Papua tak akan hilang selamanya. Menurutnya, salju bisa saja kembali memenuhi puncak ketika musim dingin terjadi di wilayah tersebut.

"Itu risikonya seperti itu akan hilang sementara. Tapi pada musim selanjutnya, kemungkinan akan muncul lagi es di sana, pada saat kemarau panjang misalnya panas global itu maka es akan habis, tapi akan kembali ke siklus (semula) pada musim dingin," terangnya.

ADVERTISEMENT

"Untuk sementara kalau menurut saya, karena kan Bumi kan silih berganti kemarau, musim dingin, musim panas. Nah di sana juga kalau musim dingin muncul lagi, sama dengan di kutub. Kalau di kutub itu musim panas luar biasa mencair. Tapi kalau musim dingin akan membeku lagi," imbuhnya.

Di sisi lain, Altin mengatakan kondisi yang terjadi saat ini dapat berdampak ke wilayah sekitar Puncak Jaya Wijaya. Dia menyebut salah satu yang bisa terjadi dengan pencairan es atau salju itu adalah banjir bandang.

"Esnya mencair, di situ ada danau di sekitar akan terisi. Kemungkinan akan menimbulkan banjir bandang yang ada di sekitar situ," jelasnya.

BMKG Ungkap Kondisi Salju Abadi

Sebelumnya, BMKG menyebut Puncak Jaya Wijaya terus mengalami pencairan. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menilai kondisi ini semakin mengkhawatirkan.

Melansir detikEdu, Dwikorita mengatakan dampak perubahan iklim serta fenomena El Nino menjadi penyebabnya. El Nino tahun ini diyakini berpotensi mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya Wijaya. Hal ini juga akan berdampak pada aspek kehidupan di wilayah tersebut.

"Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut," ungkap Dwikorita dalam situs BMKG Selasa (22/8).

Di sisi lain, Dwikorita menerangkan, Indonesia menjadi salah satu lokasi yang unik. Meski berada di wilayah tropis, Indonesia memiliki salju abadi di Puncak Jaya Wijaya, Papua.

Bentang alam ini menarik perhatian ilmuwan, peneliti, hingga pecinta alam. Namun dalam beberapa dekade terakhir, terjadi penurunan drastis pada luas area salju.

Sejak 2010, BMKG diketahui telah bekerja sama dengan Ohio State University, Amerika untuk melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya. Hasilnya, menurut Dwikorita, tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan.

Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dengan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010-2015. Kemudian saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es mencapai 5 meter per tahun.

Donaldi Sukma Permana, pemimpin Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya menambahkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2016-2022, laju penipisan es terjadi sekitar 2,5 meter per tahun. Luas tutupan es di salju abadi itu sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan.

"Dampak nyata lainnya dari pencairan es di pegunungan ini adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global," imbuh Pakar Klimatologi BMKG itu.




(asm/hsr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads