Bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menilai tidak perlu ada batasan dalam kritikan. Anies lantas menyinggung soal pasal karet dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Saya merasa tidak perlu ada aturan-aturan yang melarang kritik," ujar Anies dalam acara 'Titip Harapan, Milenial Menyampaikan Anies Mengerjakan', dilansir dari detikNews, di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (19/8/2023).
Anies menilai pasal karet dalam UU ITE merepotkan. Hal inilah yang mendasarinya agar pasal karet yang dimaksud dihapus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan pasal-pasal karet itu harusnya direvisi, karena itu sudah merepotkan," ungkap Anies.
Menurutnya pasal karet itu hanya membatasi masyarakat untuk menyampaikan kritikan. Padahal kata dia, kritikan perlu untuk meningkatkan pelayanan.
"Banyak dari kita yang mengalami pelayanan-pelayanan publik yang salah, ketika melaporkan justru dilaporkan, ketika cerita ke publik, laporkan," paparnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini beranggapan pasal karet dalam UU ITE mesti direvisi untuk menjaga kebebasan berekspresi. Anies tidak ingin masyarakat takut menyampaikan pendapat.
"Bukan hanya kepada pemerintah, ada pelayanan misalnya, pelayanan bengkel, ternyata bengkelnya nggak melayani dengan benar, ketika kita menceritakan di sosmed bisa kena nggak itu? Bisa. Itu karet itu, yang harus ditiadakan supaya kebebasan berekspresi itu terjaga dan akal sehat itu dijaga," tambah Anies.
Anies menuturkan pemerintah sudah sewajarnya mendapat kritikan dari warga yang menyoroti pelayanan publik. Selama kritikannya baik, pemerintah dianggap harus menerima dan melakukan perbaikan atas kritikan tersebut.
"Pemerintahan itu jadi alamatnya kritik. Kritik itu ada yang dilakukan nyaman di kuping, ada kata-kata yang tidak nyaman di kuping, dan selama berada di pemerintahan, itu tidak penting yang soal nyaman di kuping atau tidak," imbuhnya.
Sementara Waketum PAN Viva Yoga Mauladi menilai pemerintah saat ini sabar ketika menerima kritikan. Dia menganggap Presiden Jokowi sekalipun sadar ketika dikritik rakyatnya.
"Pak Jokowi termasuk presiden yang sabar. Kesabaran itu tumbuh karena kesadaran akan posisinya sebagai pejabat negara," ungkap Via Yoga.
Menurutnya sudah menjadi konsekuensi seorang pejabat negara untuk dikritik. Presiden Jokowi lanjut dia, sudah merasakan berbagai bentuk kritikan tersebut.
"Sebagai pejabat negara yang memimpin lembaga eksekutif, dirinya dibiarkan untuk dikritik, dihujat, dimaki, dibully, sepanjang waktu. Itu sudah menjadi konsekuensi logis dari seorang presiden,"jelasnya.
(sar/sar)