- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #1
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #2
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #3
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #4 Khutbah II
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #5 Khutbah II
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #6 Khutbah II
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #7 Khutbah II
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #8 Khutbah II
- Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #9 Khutbah II
Masyarakat baru saja merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78 pada Kamis, 17 Agustus 2023. Maka dari itu, khutbah Jumat tentang hari kemerdekaan tepat untuk disampaikan pada 18 Agustus 2023 ini.
Bingung untuk menyusun khutbah Jumat mengenai hari kemerdekaan?
Nah detikers tak perlu bingung. Berikut ini detikSulsel sajikan sejumlah contoh khutbah Jumat hari kemerdekaan RI ke-78 lengkap beserta dalil dan doanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuk disimak!
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #1
Judul: Dari Sekadar Memaklumi Perbedaan, Menuju Mencintai Sesama
Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Jamaah shalat Jumat hafidzakumullah,
Suatu hari Rasulullah ﷺ berpesan kepada para sahabatnya yang akan melakukan sebuah perjalanan:
لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ
Artinya: "Janganlah ada satu pun yang shalat 'Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidhah."
Ketika Nabi mengatakan hal itu, ada sebagian sahabat sudah menunaikan shalat Ashar. Pesan itu diingat-ingat betul oleh mereka. Tidak ada masalah, hingga di tengah perjalanan mereka berselisih pendapat saat waktu Ashar mau habis sedangkan mereka belum sampai di perkampungan Bani Quraidhah.
Dengan dalih pesan secara jelas Nabi, sebagian dari mereka bersikukuh tidak shalat Ashar kecuali di perkampungan yang disebut Nabi itu. Sedangkan sebagian lain berpendapat bahwa yang dimaksud Nabi adalah agar kita bergegas menuju perkampungan Bani Quraidhah, sementara shalat Ashar tetap harus dilaksanakan pada waktunya.
Dua cabang pendapat ini sebenarnya berpangkal pada dua sudut pandang yang berbeda. Yang pertama mengacu pada bunyi lahiriah sabda Nabi, adapun yang kedua mengacu pada konteks sabda itu dinyatakan-prajurit harus bergerak cepat karena konteks waktu itu adalah perang. Mereka pun akhirnya teguh dengan pendapat masing-masing dan melaksanakan apa yang masing-masing yakini.
Ketika permasalahan perbedaan pendapat ini disampaikan kepada Rasulullah, beliau tidak menyalahkan keduanya.
Perbedaan pendapat memang sudah terjadi di kalangan sahabat Nabi, sejak Rasulullah ﷺ masih hidup di tengah-tengah mereka. Meskipun, jumlahnya relatif sedikit karena sumber kebenaran (yakni Nabi) masih hidup dan kalaupun terjadi perselisihan tajam, Nabi lah yang bakal meleraikannya.
Zaid bin Tsabit al-Anshari dan Ibnu 'Abbas, misalnya, adalah dua ahli hukum Islam yang pernah berselisih pendapat dalam pembahasan harta warisan (farâidl). Namun demikian, bukan berarti mereka secara sosial bermusuhan.
Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy'ari dalam Irsyâdul Mu'minîn ilâ Sîrati Sayyidil Mursalîn wa Man Tabi'ahu minas Shahâbah wat Tâbi'în menceritakan tentang kisah haru dari kedua tokoh yang sangat dihormati itu.
Selepas menshalati jenazah sang ibunda, Zaid bin Tsabit pulang dengan menaiki bighâl (bagal; peranakan kuda dan keledai). Ketika hendak naik ke hewan tunggangan itu, Ibnu 'Abbas tiba-tiba menghampiri lalu memegang tali kendali tunggangan tersebut. Sepupu Rasulullah ini menuntunnya sebagai bentuk penghormatan.
Zaid bin Tsabit yang merasa sungkan diperlakukan demikian oleh Ibnu 'Abbas pun bertutur sopan, "Lepaskanlah, wahai anak paman Rasulullah!"
"Beginilah kami memperlakukan orang alim," jawab Ibnu 'Abbas memuji Zaid bin Tsabit. Bagi Ibnu 'Abbas, orang biasa seperti dirinya sudah sepantasnya menghormati sahabat selevel Zaid.
Sontak, Zaid mencium tangan Ibnu 'Abbas. "Beginilah kami diperintah dalam memperlakukan keluarga Nabi," katanya. Ini adalah sikap balasan atas ketawadhuan Ibnu 'Abbas. Kerendahan hati dibalas kerendahan hati.
Jamaah shalat Jumat hafidzakumullah,
Yang bisa kita petik pelajaran dari kisah singkat tadi adalah perbedaan pendapat adalah hal yang sangat lumrah. Bahkan Rasulullah sendiri merestui perbedaan yang pada tingkat cabang agama itu (furû')-bukan ushûlud dîn (pokok-pokok agama). Kenapa perbedaan pendapat itu lumrah? Karena masing-masing orang dikaruniai potensi akal yang aktif, latar belakang sosial yang beragam, dan jenis kebutuhan yang berbeda-beda.
Yang kerap dilupakan oleh mereka yang gemar memusuhi kelompok lain karena beda paham adalah jebakan setan. Seolah-olah telah memperjuangkan kebenaran tapi sesungguhnya telah meninggalkan kebenaran yang lain. Mereka bertengkar untuk "kebenaran" furû'iyyah tapi meninggalkan kebenaran yang lebih prinsipil, yakni persaudaraan. Bisa jadi yang diperjuangkan hanya setingkat hukum sunnah, tapi mengorbankan ukhuwah yang merupakan hal pokok.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَــــــــارِهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Demi Allah, belum beriman (dengan sempurna) seorang hamba hingga ia mencintai sesuatu untuk tetangganya seperti ia mencintai sesuatu itu untuk dirinya sendiri." (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Hadits ini memberi pesan tentang persatuan yang nyata. Ada pengandaian bahwa antara kita dan tetangga kita adalah satu jiwa, sehingga kebahagiaan yang diperoleh tetangga seharusnya juga menjadi kebahagiaan kita. Begitu juga sebaliknya, kesedihan yang menimpa tetangga sudah seharusnya pula menjadi kesedihan kita.
Jamaah shalat Jumat hafidzakumullah,
Konsep hubungan sosial semacam ini melebihi dari sekadar memaklumi perbedaan. Orang tak Cuma memandang lumrah orang-orang yang berbeda dengannya, tapi sudah menganggap mereka seperti bagian dari diri kita.
Bisa saja kita mentoleransi orang berbeda pendapat dengan kita, tapi belum tentu hati kita mampu ikhlas untuk tetap mencintainya. Karena itu, sikap saling "membiarkan" perbedaan, perlu meningkat menjadi sikap saling mengerti dan saling rasa memiliki. Sikap yang terakhir ini bisa tumbuh hanya ketika kita tidak hanya melihat orang lain sebagai "yang berbeda" tapi juga sebagai "sesama": sama-sama manusia, sama-sama beragama, sama-sama bangsa Indonesia, dan seterusnya.
Yang menarik, Nabi dalam hadits itu menggunakan kata "tetangga" (jâr), yang maknanya tentu lebih luas, menembus sekat-sekat suku, ras, kelas ekonomi, status sosial, bahkan agama. Yang lebih penting lagi, Rasulullah membuka sabdanya dengan sumpah "demi Allah" dan mengaitkan orang yang tidak mencintai tetangga, bermusuhan karena perbedaan pendapat, dengan predikat "iman tidak sempurna".
Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya penghargaan terhadap orang lain. Sampai-sampai hal-hal yang sangat prinsipil, yakni akidah (iman), dihubungkan dengan sikap sosial manusia. Seolah-olah nabi ingin mengatakan bahwa tingkat iman kita berbanding lurus dengan perilaku kita dalam bermasyarakat.
Al-Qur'an sendiri mengingatkan kita dengan pesan:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا، كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya: "Dan berpegang teguhlahlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allâh kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (Ali 'Imran:103)
Demikianlah, Allah memerintahkan, dan dan Rasul-Nya telah meneladankan. Semoga kita sebagai umat Nabi diberi kesadaran dan kemampuan untuk menjunjung tinggi kemerdekaan pendapat orang lain, kesabaran dalam mengajak kepada kebaikan, dan kekuatan dalam memegang teguh iman. Wallahu a'lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Oleh: Alif Budi Luhur yang dikutip dari dari laman resmi Nahdlatul Ulama)
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #2
Judul: Para Nabi adalah Pejuang Kemerdekaan
Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Hakikat diciptakannya manusia adalah untuk menghamba kepada Allah ﷻ. Untuk tujuan ini pula Allah mengutus para rasul untuk menyeru kepada umat manusia supaya menunaikan kewajiban itu. Tak hanya seruan untuk menyembah Allah, para rasul juga bertanggung jawab menjauhkan mereka dari ketundukan kepada selain Allah, termasuk kepada kesemena-menaan, penjajahan, penindasan, atau semacamnya.
Misi para rasul tersebut tampak dalam Surat an-Nahl ayat 36 sebagai berikut:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
"Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thaghut."(QS. An-Nahl: 36)
Secara bahasa thaghut berakar kata dari thaghâ yang bermakna melampaui batas. Dalam Tafsir al-Quran al-Azim, Ibnu Katsir menafsirkan thaghut sebagai menyembah sesuatu selain Allah. Menurut pakar tafsir Al-Qur'an Prof Quraish Shihab, thaghut mengacu pada segala macam kebatilan, baik dalam bentuk berhala, ide-ide yang sesat, manusia durhaka, atau siapa pun yang mengajak pada kesesatan. Ketika membahas Surat an-Nahl ayat 36 itu, ia mengartikan thaghut sebagai "tiran yang merusak".
Hampir semua ulama tafsir sepakat bahwa thaghut identik dengan tindakan di luar batas sebagai bentuk kedurhakaan kepada Allah. Thaghut adalah berhala-berhala yang tak hanya bisa berbentuk patung tapi juga kondisi-kondisi yang menjauhkan manusia dari ketundukkan hanya kepada Allah. Dalam sejarah, para rasul diutus juga untuk membebaskan umatnya dari belenggu itu semua, dan mewujudkan umat yang merdeka dalam ketaatan kepada Allah ﷻ.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Nabi Ibrahim saat diutus oleh Allah mendapati masyarakatnya berkubang dalam keimanan yang rusak. Patung-patung berhala dipertuhankan, termasuk oleh ayahandanya sendiri. Dengan strategi yang matang, Nabi Ibrahim pun berjuang menyadarkan mereka bahwa berhala tidak memiliki kekuatan apa-apa. Memuliakannya atau bahkan menganggapnya sebagai Tuhan merupakan kesesatan yang nyata.
Tugas Nabi Ibrahim makin berat ketika kesesatan tersebut ditopang kekuasaan zalim Raja Namrud. Ia mesti mengatasi dua persoalan sekaligus, yakni membebaskan umat dari berhala sekaligus memerdekakan mereka dari tiran yang merusak Namrud. Allah menolong Nabi Ibrahim, termasuk ketika beliau dibakar oleh rezim sewenang-wenang tersebut.
Perjuangan yang mirip juga dialami oleh Nabi Musa. Bahkan, Nabi Musa tak hanya menghadapi orang yang menyembah selain Allah, melainkan raja yang mengaku sebagai Allah itu sendiri. Fir'aun dengan segenap kesombonganya mengaku diri sebagai Tuhan dan berupaya melenyapkan semua orang yang menentangnya. Umat Nabi Musa pun berada dalam penindasan yang parah, baik secara jasmani maupun rohani. Nabi Musa hadir untuk menaklukkan penindasan ini dan mengajak umat untuk kembali ke jalan Allah secara merdeka.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Apa yang dialami Rasulullah Muhammad ﷺ sesungguhnya juga tak jauh dari jejak para nabi pendahulunya. Seruan masuk Islam Nabi Muhammad bersamaan dengan kebejatan moral yang akut di tanah Arab, fanatisme suku-suku hingga sering terjadi peperangan, paganisme, penghinaan atas martabat kaum perempuan, dan lain sebagainya.
Risalah Baginda Nabi Muhammad ﷺ hadir untuk memerdekakan umat yang sedang dalam kegelapan tersebut menuju jalan cahaya yang diridhai Allah (minadh dhulumâti ilân nûr). Melalui ajaran tauhid, Nabi Muhammad menghapus semua klaim paling mulia dan berkuasa selain Allah ﷻ. Beliau membawa kepada arah masyarakat yang setara, dan mengingatkan bahwa kemuliaan diukur dengan tingkat ketakwaan (inna akramakum 'inda-Llâhi atqâkum), bukan dengan hirarki perbedaan suku, strata ekonomi, jenis kelamin, atau identitas sosial lainnya.
Dengan fakta ini, tak berlebihan jika kita menyebut perjuangan Rasulullah Muhammad ﷺ sebagai perjuangan kemerdekaan yang luar biasa. Sebuah ikhtiar sungguh-sungguh membebaskan masyarakat dari dan kemerosotan moral dan sistem masyarakat yang menindas saat itu. Revolusi yang dilakukan Nabi mencakup aspek spiritual dan material sehingga menciptakan peradaban yang lebih manusiawi. Rasulullah bukan cuma mengajak manusia untuk hanya tunduk dan menghamba kepada Allah, tapi juga melaksanakan konsekuensi dari ajaran tauhid ini, yakni bersikap kepada seluruh makhluk Allah--termasuk manusia--dengan penuh kasih sayang.
Sikap ini selaras dengan misi utama diutusnya Baginda Nabi Muhammad ﷺ:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya:"Dan tiadalah Kami mengutus mu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (Al-Anbiya': 107)
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Demikianlah kenyataan sejarah hidup di dunia ini. Setiap penindasan, penjajahan, dan penyimpangan selalu menghendaki perjuangan total untuk melakukan perubahan. Para nabi terdahulu meneladankan itu semua bukan saja dengan pengorbanan harta, tenaga, dan pikiran tapi bahkan risiko hilangnya nyawa. Nabi Ibrahim mengalami dilempar ke dalam api yang sedang berkobar, Nabi Musa menjadi buronan Fir'aun, serta Nabi Muhammad yang berkali-kali mengalami percobaan pembunuhan dari musuh-musuh dedengkotnya.
Ini pula yang dilakukan para ulama, tokoh, dan segenap elemen bangsa lainnya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Keringat dan darah rela mereka korbankan untuk membebaskan umat dari penindasan yang memang menjadi musuh setiap agama, termasuk Islam. Sebab, kemerdekaan adalah syarat mutlak dari terciptanya kondisi aman. Sedangkan keamanan adalah prasyarat bagi setiap insan untuk tenang dan khusyuk menunaikan ibadah kepada Allah ﷻ.
Setelah merdeka, apa yang mesti kita lakukan? Pertama, tidak lain adalah menjalankan fungsi pokok diciptakannya manusia, yakni menghamba secara total kepada Allah. Tidak diciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Allah. Dijalankannya fungsi kehambaan ini juga menjadi tujuan dari risalah tiap-tiap rasul, sebagaimana disebut dalam Surat An-Nahl ayat 36 di awal tadi.
Kedua, membangun peradaban manusia yang mencerminkan ketaatan kepada nilai-nilai ketuhanan. Termasuk dalam hal ini adalah mengembangkan semangat rahmatan lil 'alamin, kasih sayang kepada manusia, binatang, dan alam/lingkungan dengan menghindari sikap semena-mena, serakah, dan zalim. Akhirnya, kita tidak hanya sibuk dengan bagaimana cara paling mudah mendapatkan kebahagiaan bagi diri sendiri meski dengan merugikan orang lain, akan tetapi bagaimana cara terbaik untuk meraih kebahagiaan bersama orang lain. Wallahu a'lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Oleh: Alif Budi Luhur yang dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama)
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #3
Judul: Cinta Tanah Air Bagian dari Iman
Khutbah I
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم}، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Kaum muslimin jamaah shalat Jumat hafidzakumullah,
Pertama marilah kita bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala, yaitu menjauhi segala larangan Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya. Alhamdulillah pada bulan Agustus ini Republik Indonesia telah memperingati hari kemerdekaan yang ke-74. Hendaknya kita mengisi kemerdekaan dengan menjadi warga negara yang baik dan cinta terhadap tanah air kita bersama, Indonesia.
Islam mengajarkan bahwa cinta tanah air bagian dari Iman. Tanah air kita adalah Indonesia. Mencintai Indonesia adalah bagian dari iman. Kiai Muhammad Said dalam kitab Ad-Difa' ani Al Wathan min Ahammi al-Wajibati ala Kulli Wahidin Minna halaman 3 menjelaskan bahwa umat Islam wajib menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu memupuk persaudaraan dan persatuan di kalangan Muhajirin, antara kalangan Muhajirin dan Anshar, serta mengakomodasi kepentingan umat Islam, umat Yahudi, dan orang-orang Musyrik.
Mencintai tanah air merupakan ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Rasulullah mencintai Makkah dan Madinah karena dua tempat mulia tersebut merupakan tanah air beliau. Mencintai tanah air adalah bagian dari iman karena tanah air merupakan sarana primer untuk melaksanakan perintah agama. Tanpa tanah air, seseorang akan menjadi tunawisma. Tanpa tanah air, agama seseorang kurang sempurna, dan tanpa tanah air, seseorang akan menjadi terhina. Syekh Muhammad Ali dalam kitab Dalilul Falihin halaman 37 mengatakan:
حُبُّ الوَطَنِ مِنَ الإِيْماَنِ
Artinya: "Cinta tanah air bagian dari iman."
Terkait anjuran untuk mencintai tanah air, Nabi memberikan sebuah contoh teladan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari juz 3 halaman 23:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا»
Artinya: "Ketika Rasulullah hendak datang dari bepergian, beliau mempercepat jalannya kendaraan yang ditunggangi setelah melihat dinding kota Madinah. Bahkan beliau sampai menggerak-gerakan binatang yang dikendarainya tersebut. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan beliau terhadap tanah airnya." (HR Bukhari).
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam Fath al-Bari juz 3, hal.705 menjelaskan bahwa hadits tersebut menunjukkan keutamaan Madinah dan dianjurkannya mencintai tanah air serta merindukannya. Dalam konteks Indonesia, menjaga kemerdekaan RI, menjaga Pancasila, menjaga Bhineka Tunggal Ika, menjaga NKRI, dan menjaga Undang-undang 1945 adalah bagian dari iman dan agama.
Bagaimana kita mengisi kemerdekaan Republik Indonesia tercinta ini?
Kaum muslimin jamaah shalat Jumat hafidzakumullah!
Syekh Muhammad Amin As-Syinqithi sebagaimana dikutip Muhammad Said dalam kitab Al-Difa' ani Al Wathan min Ahammi Al Wajibati ala Kulli Wahidin Minna halaman 24-25 mengatakan bahwa Al-Qur'an telah memposisikan umat Islam pada posisi yang merdeka, mulia, terhormat, maju, dan mandiri. Ketika umat Islam dalam posisi terbelakang, miskin, atau dalam kondisi yang mundur, lebih disebabkan oleh kecerobohan umat Islam sendiri, yaitu meninggalkan kewajiban dalam mengelola kehidupan duniawi.
Imam An-Nawawi menyatakan dalam pendahuluan kitab al-Majmu': wajib bagi umat Islam untuk bekerja, mandiri, dan produktif dalam segala kebutuhan, walaupun hanya memproduksi sebuah jarum maupun garam. Umat Islam tidak boleh tergantung pada umat lain. Sebab tolok ukur kekuatan umat Islam tergantung terhadap kemandiriannya dalam mencukupi kebutuhan. Untuk mengisi kemerdekaan dan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, maju dan berdaulat, setiap warga memperjuangkan bangsa sesuai profesi masing-masing. Jika menjadi pejabat, jadilah pejabat yang baik, amanah, jujur, dan tidak korupsi. Jika menjadi pendidik, jadilah pendidik yang baik, produktif dalam karya ilmiah, jujur, dan mengabdi di masyarakat. Jika menjadi pelajar, jadilah pelajar yang rajin menuntut ilmu di bidang masing-masing, karena ilmu mu kelak dibutuhkan oleh bangsa dan umat.
Secara umum, jadilah warga Negara yang selalu berusaha berbuat baik dalam segala kondisi, tempat, dan berperilaku baik dengan akhlak yang mulia. Berusaha untuk berbudi pekerti luhur, menjaga moral, dan membangun kecintaan terhadap tanah air dengan jalan yang baik.
Kaum muslimin jamaah shalat Jumat hafidzakumullah!
Mengapa hubbul wathan minal îmân? Mengapa kita perlu mencintai tanah air Indonesia tercinta ini? Karena hanya dengan kondisi bangsa dan negara yang aman dan stabil, umat Muslim bisa beribadah dengan nyaman, beramal dengan baik, dan dapat beristirahat dengan nyenyak. Bayangkan saudara kita yang dilanda peperangan, seperti di Suriah, Afghanistan, Irak, dan Libya, mereka tidak pernah nyaman dan enak seperti kita. Atsar Khalifah Umar bin Khattab sebagaimana dikutip Syekh Ismail Haki dalam kitab Tafsir Ruhul Bayan juz 6 halaman 442 menyatakan:
ﻟَﻮْلَا ﺣُﺐُّ ﺍﻟْﻮَﻃَﻦِ ﻟَﺨَﺮُﺏَ ﺑَﻠَﺪُ ﺍﻟﺴُّﻮْﺀ ﻓَﺒِﺤُﺐِّ ﺍﻟْﺎَﻭْﻃَﺎﻥِ ﻋُﻤِﺮَﺕِ ﺍْﻟﺒُﻠْﺪَﺍﻥُ
Sayyidina Umar berkata: "Seandainya tidak ada cinta tanah air, hancurlah negara yang terpuruk. Dengan cinta tanah air, negara akan berjaya."
Dengan kecintaan terhadap tanah air, setiap orang memiliki keinginan untuk menjadikan tanah airnya maju, aman, dan damai. Dengan cinta tanah air, seseorang tidak menginginkan bangsanya hancur, terpecah belah, penuh konflik, dan saling bermusuhan. Di hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74, semoga Indonesia menjadi negara yang maju, aman, damai, sejahtera, dicintai rakyatnya, dan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negara yang baik dan diampuni oleh Allah subhanahu wata'ala). Amîn yâ rabbal 'âlamîn.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Oleh: Rustam Ibrahim, Dosen IAIN Surakarta; Wakil Katib Syuriah PCNU Boyolali yang dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama)
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #4
Judul: Merawat Kemerdekaan
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ،ـ
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ، كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ، بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (سورة سبأ: ١٥)
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta'ala.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Tidak lama lagi, kita akan memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78. Ya, 17 Agustus nanti kita akan merayakan kemerdekaan yang telah kita raih dan lalui selama 78 tahun.
Kemerdekaan Indonesia bukanlah pemberian dari siapa pun. Bukan pula hadiah dari penjajah. Juga tidak dibantu oleh negara mana pun. Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa ini murni adalah rahmat Allah yang diikhtiarkan melalui perjuangan berdarah-darah serta pengorbanan nyawa dan harta dari para pendahulu kita. Sungguh benar apa yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Para pahlawan dan pejuang kemerdekaanlah yang mengerahkan daya upaya dan ikhtiar, dan Allah-lah yang menentukan dan memberikan kemenangan. Allah adalah pencipta segala sesuatu. Allah yang menghendaki terjadinya segala sesuatu. Allah-lah yang mencurahkan dan menganugerahkan rahmat kemerdekaan kepada kita semua.
وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
Artinya: "Allahlah sendirian yang mengalahkan semua musuh"
Alhamdulillah, ikhtiar para pendahulu kita diiringi rahmat Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga kemenangan dan kemerdekaan pada akhirnya dapat diraih. Mudah-mudahan para pahlawan yang telah berjuang untuk Islam dan Indonesia di bumi nusantara yang telah gugur mendahului kita memperoleh balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah ta'ala.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Kemerdekaan adalah rahmat dari Allah dan merupakan nikmat bagi kita semua. Jika kita terus bersyukur atas nikmat kemerdekaan dan nikmat-nikmat Allah lainnya, maka Allah akan menambahkan nikmat-nikmat-Nya sebagaimana yang Ia firmankan:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: "Sesungguhnya jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepada kalian. Tetapi jika kalian mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat berat" (QS Ibrahim: 7).
Mensyukuri nikmat adalah dengan tidak menggunakannya dalam bermaksiat kepada Allah. Kita syukuri nikmat kemerdekaan ini dengan melakukan berbagai kebaikan dan berbuat baik kepada orang lain. Kita syukuri kemerdekaan ini dengan melaksanakan semua kewajiban dan menjauhi seluruh larangan Allah. Kita lakukan tugas dan kewajiban kita sebagai ayah, ibu, anak, sebagai suami, istri, sebagai guru, murid, sebagai pejabat, rakyat, sebagai orang yang hidup bertetangga, sebagai orang yang hidup bermasyarakat dan sebagai orang yang hidup berdampingan dengan umat agama lain. Jika masing-masing dari kita telah mengetahui, memahami dan melakukan tugas dan kewajibannya sebagaimana mestinya, maka negara ini akan senantiasa aman dan sentosa.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang berbahagia,
Kemerdekaan adalah nikmat yang menjadikan kita terbebas dari berbagai belenggu. Nikmat kemerdekaan adalah pintu yang membuka nikmat-nikmat yang lain. Dengan nikmat kemerdekaan, kita dapat merasakan nikmatnya beribadah dengan leluasa. Dengan nikmat kemerdekaan, kita dapat merasakan nikmatnya belajar dan mengajar. Dengan nikmat kemerdekaan, kita dapat menikmati kebersamaan kita sebagai saudara-saudara seagama, saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Dan dengan nikmat kemerdekaan, kita bisa membangun negeri ini secara bersama-sama.
Oleh karena itulah, kita rawat dan lestarikan nikmat kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai nikmat yang agung ini terlepas dari kita. Bagaimana cara merawat dan melestarikannya? Dengan cara terus membangun negeri ini dan memperbaikinya . Kita mulai dengan membangun dan memperbaiki diri dan keluarga kita. Lalu meluas ke masyarakat. Ibarat sebuah bangunan, maka Indonesia terdiri dari banyak sekali batu-bata dan komponen-komponen lainnya. Kita dan keluarga kita adalah salah satu dari batu-bata negeri ini. Jika semua batu-bata dan komponen lainnya baik dan kuat, maka bangunan negeri ini akan kuat. Sebaliknya, jika ada satu saja atau beberapa batu-bata yang rapuh, maka bisa jadi hal itu akan berakibat rapuhnya bangunan seluruh negeri, bahkan bisa menjadikan seluruh bangunan menjadi runtuh.
Hadirin yang mudah-mudahan dimuliakan Allah,
Negeri ini tidak hanya berupa wilayah geografis, yaitu tanah, air dan udara semata. Tapi lebih dari itu, negeri ini juga mencakup manusia yang merupakan penduduk negeri yang di tangan merekalah nasib negeri ini akan seperti apa. Oleh karena itu, kita utamakan membangun manusia daripada membangun yang lain. Karena sendi dan tiang penyangga dari bangunan negeri ini tiada lain adalah akhlak karimah. Lalu apa gerangan pondasi dari bangunan negeri ini? Pondasinya adalah paham dan haluan yang moderat. Ya, paham dan haluan yang moderat dalam politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain, terutama paham, pandangan dan haluan yang moderat dalam keagamaan.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Islam memerintahkan kita agar berpaham moderat (wasatiyyah), tidak ghuluww (melampaui batas yang digariskan Islam) dan tidak taqshir (ceroboh sehingga tidak sampai pada batas yang digariskan Islam), tidak ekstrem kanan dan tidak ekstrem kiri. Paham keagamaan yang moderat adalah paham yang diajarkan dan disampaikan oleh para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah dan diyakini oleh mayoritas umat Islam dari masa ke masa. Paham inilah yang harus selalu kita junjung tinggi jika kita ingin membangun negeri ini. Karena fakta sejarah membuktikan bahwa pemikiran dan paham yang ghuluw, taqshir, dan ekstrem telah memporak-porandakan dan meluluhlantakkan berbagai negara. Contoh konkretnya di masa sekarang adalah Irak, Suriah, Afganistan dan lain-lain. Jangan sampai Indonesia menjadi Irak atau Suriah kedua. Paham takfir syumuli (pengafiran menyeluruh kepada semua orang yang tidak sepaham), paham pengafiran terhadap pemerintah yang tidak berhukum dengan hukum Islam dan menuduhnya dengan thaghut, paham pengafiran dan pemusyrikan terhadap para pelaku tabarruk, tawassul, peringatan maulid Nabi dan ziarah makam para nabi dan wali, semua itu telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di berbagai belahan dunia. Hal itu juga telah merenggut kemerdekaan dari banyak orang. Akibat paham-paham ekstrem tersebut, banyak orang yang tidak bisa lagi menikmati kebebasan dan kemerdekaan dalam banyak hal. Lebih-lebih lagi, apabila paham dan pemikiran ekstrem tersebut dituangkan dalam aksi-aksi pengeboman, perusakan fasilitas umum dan pembunuhan serta penyembelihan orang-orang yang dianggap musyrik dan kafir.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Jika kita mencintai negeri ini, jika kita cinta tanah air ini, maka buktikan cinta itu. Jangan hanya cinta yang terucap di bibir saja. Tapi cinta yang benar-benar cinta. Yaitu cinta yang senantiasa mendorong kita untuk terus membangun dan memperbaiki negeri ini. Kita bangun dan perbaiki negeri ini dengan menjadi pribadi-pribadi yang shalih. Yaitu pribadi-pribadi yang berilmu, beramal dan penuh dedikasi untuk membangun negeri. Pribadi-pribadi yang shalih akan melahirkan keluarga-keluarga yang shalih. Dan keluarga-keluarga yang shalih akan mewujudkan masyarakat yang shalih. Jadi kesalehan individu akan mewujudkan kesalehan sosial. Kesalehan sosial akan menjadikan negeri ini aman, sentosa dan sejahtera. Dengan kesalehan sosial, segala bentuk kejahatan akan terputus. Dan satu lagi, jangan pernah bosan untuk terus mengampanyekan paham-paham Ahlussunnah yang moderat dan rahmatan lil 'alamin. Paham moderat lah yang akan menjadikan Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Selamat HUT ke-78 RI, Dirgahayu Republik Indonesia. Bersama, kita jadikan Indonesia lebih maju.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا،ـ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(Oleh: Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Peribadatan & Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Mojokerto yang dikutip dari laman Nahdlatul Ulama)
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #5
Judul: Khutbah Kemerdekaan Republik Indonesia
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّهِ ، اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللهُـمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ : يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin sidang jumat rahimakumullah marilah kita senantiasa menanamkan kekuatan iman Islam dalam hati sanubari kita masing masing dengan tujuan untuk mewujudkan rasa takut kita kepada Allah SWT, mudah mudah ibadah kita senantiasa diterima oleh Allah swt,
Ma'asyiral muslimn rahimakumullah
Saat ini kita berada pada bulan Agustus 2021 yakni bulan di mana Allah memberikan kenikmatan kepada kita semuanya berupa kemerdekaan RI yang ke 76 tahun. Sekian lamanya kita merasakan kemerdekaan yang begitu nikmat dari Allah SWT. Kalau kita cermati pembentukan UUD 1945 ini seiring dengan konsep Islam ini dibuktikan dengan adanya Dasar Negara Republik Indonesia yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan Negara Republik Indonesia saat ini.
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar Negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Kemerdekaan sangatlah indah, didambakan dan diharapkan oleh semua manusia. Hidup dijajah oleh Belanda sangatlah menyakitkan. Pembunuhan, pemerkosaan terjadi setiap hari di sekitar kita. Tiada kebebasan baik kebebasan hak asasi manusia maupun kebebasan beragama. Hidup serba sulit, hidup serba diatur oleh penguasa Belanda. Mengadakan majelis perkumpulan saja masyarakat Indonesia dicurigai mengadakan pemberontakan terhadap Belanda, apalagi Mengibarkan bendera merah putih.
Makanya para Ulama' Indonesia mempunyai terobosan untuk mengadakan pertemuan pertemuan warga dikemas dengan menggunakan majelis taklim, pengajian sholawatan ISHARI (Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia) yang dipelopori oleh KH. Wahab Hasbulloh agar tidak dicurigai oleh penguasa Belanda.
Ulama' mengajarkan strategi mengibarkan sang saka merah putih dengan aman cara setiap membangun kuda kuda rumah mereka memasang bendera merah putih sebagai tanda mereka mensyukuri nikmat Allah sehingga Penguasa tertipu dan terkelabui dengan strategi ini.
Setiap bangsa berhak merdeka setiap bangsa berhak terbebas dan beraktivitas sebagaimana mestinya, oleh karena itu dalam pembukaan alenia pertama disebutkan bahwa "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Jerih payah Perjuangan bengsa indonesia dalam meraih kemerdekaan sangatlah sulit, bertumpah darah, peperangan secara langsung berhadapan dengan belanda,
Dengan semangat Resolusi Jihad yang pelopori oleh KH. Hasyim As'ari dan semangat perjuangan oleh KH. Ahmad Dahlan juga dengan para tokoh pejuang Indonesia mereka mengumpulkan para santri masyarakat indonesia untuk melawan belanda, dengan kekuatan yang mereka miliki.
Hasyim Asyari mengajak berdoa dengan kalimat:
ياَ اَللُّهُ يَا حَفِيْظُ ياَ اَللُّهُ ياَ مُحِيْطُ فاَنْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الكَافِرِيْنَ فاَنْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ
"Ya Allah wahai dzat yang Maha Menjaga, Ya Allah Wahay Dzat Yang Maha Menguasai, berilah pertolongan pada kami atas orang-orang kafir, berilah pertolongan pada kami atas orang-orang yang zalim"
Kemudian pada alenia kedua menerangkan tentang Proses Perjuangan Meraih Kemerdekaan yang berbunyi "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
Pada alenia ketiga menerangkan Ungkapan Rasa Syukur Kemerdekaan dengan kalimat "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
Bagaimana cara kita mensyukuri nikmat Allah yang begitu besar dan istimewa ini. Marilah kita isi dengan kegiatan yang bermanfaat, menjadikan para pemuda yang mempunyai semangat juang tinggi mencetak kader bangsa yang berkualitas menjauhi narkoba, menjauhi segala tindankan yang mengarah pada pidana mencipotakan kesejahteraan dan kerukunan dalam hibup bermasyarakat, menciptakan keadilan dll.
Wujud terima kasih kita kepada Allah SWT. kita selenggarakan do'a bersama kepada para pejuang Syuhada' yang gugur di medan peran dan yang gugur dalam memikirkan Nasib bangsa ke depan di malam hari kemerdekaan RI. Dalam tradisi budaya Jawa do'a malam tirakatan disebut dengan bari'an artinya adalah bebasan terbebas dari penjajahan belenggu yang menyakitkan. Kita haru ingat siap yang memberikan kemerdekaan dan kebebasan yakni Allah SWT.,
"Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. al-Hasyr : 24) :
Seiring dengan pembukaan UUD 1945 alenia ketiga Dalam Asmaul husna ada sifat Allah berupa al-Bari'u (Maha Membebaskan) oleh karena itu kita operbanyak bertasbih mengagungkan Allah kita niatkan mengisi kemerdekaan dengan li'ila'i kalimatillahi semangat berjuang (untuk memuliakan kalimat kalimat Allah).
Perjuangan yang kita lakukan sesuai profesi dan kemampuan kita masing masing :
مَنْ كاَنَ عَلَيْهِ الْمَالُ فَلْيُجَاهِدْ بِمَالِهِ وَمَنْ كاَنَ عَلَيْهِ العِلْمُ فَلْيُجَاهِدْ بِعِلْمِهِ وَمَنْ كاَنَ عَلَيْهِ العَمَلُ فَلْيُجَاهِدْ بِعَمَلِهِ
"Barang siapa yang memiliki harta, maka berjuanglah dengan hartanya, dan barangsiapa yang memiliki Ilmu, maka berjuanglah dengan ilmunya, dan barangsiapa yang memiliki tenaga, maka berjuanglah dengan tenaganya"
Pada alenia keempat menerangkan Tujuan kemerdekaan dengan kalimat "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
Tujuan kemerdekaan RI pada alenia keempat Seiring tujuan hukum islam "Maqashid as-syar'i":
- Hifdzul ad-Din : memelihara agama dalam undang undang ada melarang adanya penistaan agama, penyelewengan agama dan masyarkat diberikan kebebasan beragama menurut keyakianan masing masing sesuai pasal 29 ayat 2.
- Hifdzul an-Nafs : memelihara jiwa adanya undang undang ada melarang pembunuhan dan segala perbuatan yang mengarah pada kerusakan kematian
- Hifdzul al-Aql : memelihara akal dalam undang undang ada larangan meminum Khamr dan mengkonsumsi sesuatu yang memabukkan menghilangkan kesadaran akal.
- Hifdzul an-Nasli / an-Nasbi : memelihara keturunan dalam undang undang ada larangan berbuat Zina, pemerkosaan pelecehan seksual dll.
- Hifdzu al-Maal ; menjaga harta adanya undang undang ada larangan mencuri, merampok mengambil hak orang lain dengan cara pemaksaan.
- Hifdzu al-Irdli : memelihara kehormatan adanya Undang-undang yang melarang membuat berita hoaks, memfitnah, mengadu domba, menghina melecehkan sesama warga baik pejabat atau juga rakyat,
Kalau semua masyarakat Indonesia mampu menjalankan Pembukaan Undang-undang Dasar RI 1945 secara otomatis mereka juga telah menjalankan perintah dan ajaran Agama Islam juga mengamalkan tujuan beragama akan tercipta kesehateraan kebahagiaan kehidupan yang lebih bermartabat menjadikan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Aman sentosa bahagia sejahtera.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّهِ ، اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً شُكْراً عَلَى مَا اَنْعَمْ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ اَللهُـمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ
فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَقَالَ اللهُ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قاَئلِاً عَلِيْماً فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #6
Judul: Mencintai Tanah Air, Memaklumi Keberagaman
Khutbah I
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةً وَّسُرُوْرًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَفْضلِ اْلأَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبه أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Jamaah shalat Jumat hadâkumullah,
Suatu hari sebuah keluarga hendak mengecat rumah mereka dengan warna yang baru. Sang istri yang warna favoritnya adalah merah muda ingin rumahnya dicat dengan warna serba pink. Tapi sang suami berkemauan lain. Ia tidak begitu berselera dengan warna semacam ini. Ia lebih suka dinding rumahnya memiliki warna serba putih. Anak-anak mereka bisa jadi berangan-angan warna lain tentang tembok kediaman mereka.
Lantas bagaimana keputusannya? Dilakukanlah sebuah musyawarah antar anggota keluarga tentang warna cat rumah yang sesuai dengan kesepakatan semua pihak. Mereka saling berargumen, saling memberi masukan. Sempat berdebat keras tapi masing-masing segera bisa meredamnya karena khawatir merusak keharmonisan rumah tangga. Singkat cerita, disepakatilah warna kuning yang memiliki karakter cerah sebagaimana pink dan putih. Menurut mereka kuning juga memiliki arti kehangatan, optimism, dan rasa bahagia. Mereka berharap ada ketenteraman (sakînah) pada keluarga kecil mereka.
Jamaah shalat Jumat hadâkumullah,
Cerita tersebut hanyalah ilustrasi tentang dinamika perbedaan pendapat, selera, lalu proses mengatasinya. Kasusnya adalah keluarga, unit terkecil dalam masyarakat. Cara yang sama juga bisa terjadi dalam lingkup yang lebih besar: RT, RW, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan bahkan negara.
Yang menarik dari ilustrasi tersebut adalah bagaimana mereka mengelola perbedaan, memaklumi selera yang beragam, dan menempuh jalan musyawarah sebagai metode mempertemukan titik-titik kesepakatan. Apa yang membuat mereka berkepentingan untuk sampai pada titik kesepakatan itu? Tidak lain adalah karena mereka lebih mendahulukan kepentingan keluarga daripada selera diri sendiri, mencintai rumah tangga mereka melebihi menuruti keinginan pribadi. Masing-masing dari mereka menempatkan kedamaian, harmoni, dan ketenteraman keluarga sebagai hal yang prioritas di atas perbedaan kehendak yang sifatnya sekunder saja.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini pun demikian. Keragaman adalah sunnatullah, keniscayaan yang sudah Allah takdirkan. Dengan jumlah orang yang demikian besar, tinggal di wilayah dengan kondisi geografis berbeda, lingkungan masyarakat yang beragam, dan isi pikiran yang bermacam-macam, tidak mengherankan bila riak-riak perselisihan hampir senantiasa ada. Ini bukan sesuatu yang selalu negatif meski bukan berarti layak didiamkan hingga meningkat ke level permusuhan dan perpecahan.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya: "Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang pria dan seorang wanita dan kami menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu di sisi Allah ialah orang yang saling bertaqwa". (Q.S. al-Hujarat:13).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa keragaman jenis kelamin, suku, dan bangsa sengaja diciptakan oleh Allah. Al-Qur'an menggunakan istilah "khalaqnâkum" (telah Kami ciptakan). Namun demikian, Al-Qur'an mengajak kita semua untuk saling memahami satu sama lain karena pada dasarnya setiap orang adalah setara, yang membedakan mereka di sisi Allah adalah derajat ketakwaannya. Dalam hal ini, pesan ayat tersebut selaras dengan anjuran bermusyawarah dalam Islam. Musyawarah merupakan ikhtiar mendudukkan perkara secara arif dengan mendiskusikannya bersama pihak-pihak lain guna menemukan titik persetujuan tertentu.
Jamaah shalat Jumat hadâkumullah,
Fakta tentang kebhinekaan dan musyawarah sebagai metode penyelesaian masalah tidaka akan berjalan tanpa masing-masing pihak memiliki kesadaran akan pentingnya menjunjung tinggi kemaslahatan bersama. Seperti seorang suami atau istri yang mencintai rumah tangganya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengenal sikap ini dengan sebutan cinta tanah air (hubbul wathan). Cinta tanah air lebih dari sekadar cinta terhadap asal daerah tapi cinta terhadap kelangsungan hidup masyarakat di atasnya dengan segenap kemajemukannya.
Turunan dari cinta tanah air ini antara lain adalah jiwa patriotik ketika negara kita dijajah dan dizalimi sebagaimana Rasulullah membela umatnya ketika mendapat serangan dari kaum musyrikin; juga menurunnya tensi egosentrisme, dan melihat persoalan dalam konteks kepentingan bersama. Dalam kaidah fiqih disebutkan:
المُتَعَدِّيْ أَفْضَلُ مِنَ اْلقَاصِرِ
Sesuatu yang manfaatnya dirasakan masyarakat luas itu lebih utama ketimbang sesuatu yang manfaatnya hanya dirasakan diri sendiri.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, ulama-ulama kita pernah mempraktikkan hal ini. Proses pendirian negara-bangsa Indonesia dilingkupi dinamika pikiran dan sosial yang luar biasa dari berbagai penjuru. Namun cerita itu akhirnya berhenti pada kesepakatan pilihan akan Pancasila, lima dasar negara yang bisa diterima seluruh pihak dan tidak bertentangan-bahkan selaras-dengan substansi ajaran Islam.
Oleh karena itu sebagian ulama kita menyebut Indonesia sebagai darul mu'âhadah (negara kesepakatan). Indonesia dibentuk dari ijtihad para pendirinya yang mementingkan kemaslahatan bersama di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Ia berangkat dari fakta keragaman kehendak dan melewati musyawarah yang bermartabat.
Jamaah shalat Jumat hadâkumullah,
Ketika ada sebagian orang yang mengatakan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari 'ashabiyah (fanatisme bangsa) adalah keliru. 'Ashabiyah lekat dengan tradisi masyarakat jahiliyah yang gemar melakukan pertumpahan darah antarsuku akibat fanatisme golongan. Rasulullah hadir di antaranya membawa misi memberantas penyakit sosial ini. Cinta tanah air justru menghendaki dibuangnya fanatisme kesukuan atau budaya tertentu untuk kemudian fokus pada kepentingan bersama sebagai bangsa yang bersatu, bangsa Indonesia. Cinta tanah air juga tidak otomatis membenarkan adanya kebencian terhadap tanah air orang lain. 'Ashabiyah memicu perpecahan, sementara cinta tanah air punya semangat mempersatukan.
Sebagaimana dipraktikkan Nabi di Madinah, masyarakat bersatu dalam naungan Watsiqatul Madînah (Piagam Madinah), butir-butir kesepakatan di kalangan penduduk Madinah kala itu yang beragam. Mereka mencintai tanah air dan memaklumi pluralitas di dalamnya. Karena itu dibuatlah perjanjian atau kontrak sosial yang melindungi semuanya secara setara dan memberikan dampak hukum bagi para pelanggarnya. Piagam Madinah ini disebut-sebut sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia yang kini berkembang di dunia modern.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Oleh: Alif Budi Luhur yang dikutip dari situs Nahdlatul Online)
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #7
Judul: Meneladani Kecintaan Rasulullah terhadap Tanah Air
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Kita semua tentu punya rumah. Tempat kita singgah dalam waktu yang lama. Tempat bernaung dan memperoleh keamanan dan kenyamanan. Di rumah kita menikmati adanya privasi, kedaulatan untuk-misalnya-beribadah secara khusyuk, belajar dengan fokus, dan sejenisnya. Rumah adalah kebutuhan pokok sekaligus hak seseorang yang tak boleh dirampas. Siapa pun tak berhak mencuri harta benda atau mengganggu rumah kita. Islam menjamin hak-hak ini sehingga si pemilik boleh membela diri. Seorang pencuri dalam Islam juga tak lepas dari sebuah sanksi.
Lebih luas dari rumah, kita menyebutnya rukun tetangga atau RT. Lebih luas lagi, ada rukun warga atau RW, kemudian kampung, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga negara. Dalam bahasa Arab, untuk menyebut istilah-istilah tersebut dikenal kata dâr yang biasa diartikan rumah, tempat tinggal, negeri, atau sejenisnya. Kata lain yang juga digunakan adalah wathan yang berarti tanah air, tanah kelahiran, atau negeri.
Al-Jurjani pernah menyebut istilah al-wathan al-ashli, yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.
اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya, "Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya," (Lihat Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-'Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).
Tempat tinggal merupakan keperluan alamiah (thabi'i). Seluruh manusia, bahkan juga binatang, meniscayakan kebutuhan yang satu ini. Tapi mencintainya adalah bagian dari mencintai kebutuhan primer manusiawi yang memang sangat dijunjung tinggi syariat. Tidak salah bila para ulama mengatakan bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari iman (hubbul wathan minal iman).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sendiri pernah mengungkapkan rasa cintanya kepada tanah kelahiran beliau, Makkah. Hal ini bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anh yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya, "Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, 'Alangkah baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu" (HR Ibnu Hibban).
Setelah pengusiran tersebut, Nabi lantas hijrah ke kota Yatsrib yang di kemudian hari bernama Madinah. Di tempat tinggal yang baru ini, Rasulullah pun berharap besar bisa mencintai Madinah sebagaimana beliau mencintai Makkah.
Seperti yang terungkap dalam doa beliau yang terekam dalam Shahih Bukhari.
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
"Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah." (HR al-Bukhari 7/161)
Jamaah shalat jum'at hadâkumullah,
Jelaslah bahwa cintah tanah air bukanlah 'ashabiyah (fanatisme) sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kalangan. Seolah-olah cinta tanah air berarti fanatik buta kepada negeri sendiri lalu mengabaikan atau bahkan merendahkan negeri lain. Tidak demikian. 'Ashabiyah yang menjangkiti suku-suku zaman jahiliyah adalah sesuatu yang sangat dibenci Rasulullah. Fanatisme kesukuan memicu munculnya banyak perseteruan antargolongan. Menganggap cinta tanah sebagai 'ashabiyah sama dengan menganggap Rasulullah melakukan sesuatu yang beliau benci sendiri. Tentu pandangan ini sama sekali tidak masuk akal.
Cinta tanah air bukan soal egoisme kelompok. Cinta tanah air adalah tentang pentingnya manusia memiliki tempat tinggal yang memberinya kenyamanan dan perlindungan. Cinta tanah air juga tentang kemerdekaan dan kedaulatan. Sehingga siapa pun yang berusaha menjajah atau mengusir dari tanah tersebut, Islam mengajarkan untuk melakukan pembelaan. Ketika kondisi aman, mencintai tanah air adalah sebuah hal wajar, bahkan sangat dianjurkan.
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8)
Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut juga mengindikasikan bahwa Al-Qur'an menyejajarkan antara agama dan tanah air. Al-Qur'an memberi jaminan kebebasan beragama sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka.
Jamaah shalat Jumat hadâkumullah,
Lalu apa manfaat dari cinta tanah air? Apa beda cinta tanah air dengan cinta kita terhadap jenis makanan tertentu atau cinta kita terhadap tayangan televisi tertentu? Kita mafhum bahwa kata cinta bermakna lebih dari sekadar kesukaan atau kegemaran. Cinta mengandung asosiasi mengasihi, merawat, mengembangkan, juga melindungi. Ketika Rasulullah mencintai negeri Makkah, beliau menjadi orang yang sangat peduli terhadap penindasan dan bejatnya moral masyarakat musyrik kala itu. Saat beliau mencintai Madinah, beliau juga membangun masyarakat beradab dengan sistem hukum yang adil untuk masyarakat yang majemuk di Madinah.
Dengan demikian, cinta tanah air jauh dari pengertian fanatisme kelompok. Ia hadir justru dari semangat untuk menghargai seluruh manusia yang tinggal dalam satu tanah air yang sama meski berasal dari kelompok yang berbeda-beda. Cinta tanah air menandakan seseorang untuk hidup saling menghargai, saling menolong, dan saling melindungi. Karena tanah air adalah tempat mereka lahir, sumber makanan, tempat beribadah, dan mungkin sekali juga tempat peristirahatan terakhir bagi kita.
Semoga Allah menjadikan negeri kita dalam limpahan keberkahan, aman, damai, dan sejahtera. Warga di dalamnya dianugerahi petunjuk sehingga mampu bersatu dan bersama-sama membangun kemaslahatan untuk semua.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(Oleh: Alif Budi Luhur yang dikutip dari situs Nahdlatul Ulama)
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #8
Judul: Cara Mensyukuri Kemerdekaan
Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu 'anh pernah melontarkan kalimat:
مَتَى اسْتَعْبَدْتُم النَّـــــــــاسَ وَقَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُمْ أَحْرَارًا؟
"Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu-ibu mereka melahirkan mereka sebagai orang-orang merdeka." (Kitab al-Wilâyah 'alal Buldân fî 'Ashril Khulafâ' ar-Râsyidîn)
Sayyidina Umar memang menyampaikannya dengan nada tanya, namun sesungguhnya ia sedang mengorek kesadaran kita tentang hakikat manusia. Menurutnya, manusia secara fitrah adalah merdeka. Bayi yang lahir ke dunia tak hanya dalam keadaan suci tapi juga bebas dari segala bentuk ketertindasan.
Sebagai konsekuensinya, penjajahan sesungguhnya adalah proses pengingkaran akan sifat hakiki manusia. Karena itu Islam mengizinkan membela diri ketika kezaliman menimpa diri. Bahkan, pada level penjajahan yang mengancam jiwa, umat Islam secara syar'i diperbolehkan mengobarkan perang. Perang dalam konteks ini adalah untuk kepentingan mempertahankan diri (defensif), bukan perang dengan motif asal menyerang (ofensif).
Hal ini pula yang dilakukan para ulama, santri, dan umat Islam bangsa ini ketika menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang pada masa lalu. Perjuangan mereka lakukan bersama berbagai elemen bangsa lain yang tidak hanya beda suku dan daerah tapi juga agama dan kepercayaan. Sebab, kemerdekaan memang menjadi persoalan manusia secara keseluruhan, bukan cuma golongan tertentu. Islam mengakuinya sebagai nilai yang universal.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Tanah air menjadi elemen penting dalam perjuangan tersebut. Tanah air tidak ubahnya rumah yang dihuni jutaan bahkan ratusan juta manusia. Islam mengakui hak atas keamanan tempat tinggal dan memperbolehkan melakukan pembelaan bila terjadi ancaman yang membahayakannya.
Al-Qur'an bahkan secara tersirat menyejajarkan posisi agama dan tanah air dalam Surat al-Mumtahanan ayat 8:
لَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8)
Seorang pakar ilmu tafsir, KH Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut memberi pesan bahwa Islam menyejajarkan antara agama dan tanah air. Oleh Al-Qur'an keduanya dijadikan alasan untuk tetap berbuat baik dan berlaku adil. Al-Qur'an memberi jaminan kebebasan beragama sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka. Tidak heran bila sejumlah ulama memunculkan jargon hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman).
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Dengan demikian, cara pertama yang bisa dilakukan untuk menyambut hari kemerdekaan ini adalah mensyukuri secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati atas anugerah kemanan atas agama dan negara kita dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan. Sebab, nikmat agung setelah iman adalah aman (a'dhamun ni'ami ba'dal îmân billâh ni'matul aman).
Lalu, bagaimana cara kita mensyukuri kemerdekaan ini?
Pertama, mengisi kemerdekaan selama ini dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Menjalankan syariat secara tenang adalah anugerah yang besar di tengah sebagian saudara-saudara kita di belahan dunia lain berjuang mencari kedamaian. Umat Islam Indonesia harus mensyukurinya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada sang khaliq dan berbuat baik kepada sesama. Perlombaan yang paling bagus dim omen ini adalah perlombaan menuju paling menjadi pribadi paling takwa karena di situlah kemuliaan dapat diraih.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS al-Hujurat: 13)
Yang kedua, mencintai negeri ini dengan memperhatikan berbagai kemaslahatan dan kemudaratan bagi eksistensinya. Segala upaya yang memberikan manfaat bagi rakyat luas kita dukung, sementara yang merugikan masyarakat banyak kita tolak.
Dukungan terhadap kemaslahatan publik bisa dimulai dari diri sendiri yang berpartisipasi terhadap proses kemajuan di masyarakat, andil bergotong royong, atau patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sebaliknya, mencegah mudarat berarti menjauhkan bangsa ini dari berbagai marabahaya, seperti bencana, korupsi, kriminalitas, dan lain sebagainya.
Inilah pengejawantahan dari sikap amar ma'ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas. Ajakan kebaikan dan pengingkaran terhadap kemungkaran dipraktikkan dalam konteks pembangunan masyarakat. Tujuannya, menciptakan kehidupan yang lebih harmonis, adil, dan sejahtera. Termasuk dalam praktik ini adalah mengapresiasi pemerintah bila kebijakan yang dijalankan berguna dan mengkritiknya tanpa segan ketika kebijakan pemerintah melenceng dari kemaslahatan bersama.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ' 'Ulûmid Dîn mengatakan:
المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
"Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap."
Al-Ghazali dalam pernyataan itu seolah ingin menegaskan bahwa ada hubungan simbiosis yang tak terpisahkan antara agama dan negara. Alih-alih bertentangan, keduanya justru hadir dalam keadaan saling menopang. Negara membutuhkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam agama, sementara agama memerlukan "rumah" yang mampu merawat keberlangsungannya secara aman dan damai.
Indonesia adalah sebuah nikmat yang sangat penting. Kita bersyukur dasar negara kita senafas dengan substansi ajaran Islam. Kemerdekaan memang belum diraih secara tuntas dalam segala bidang. Namun, itulah tugas kita sebagai warga negara yang baik untuk tak hanya mengeluhkan keadaan tapi juga harus turut serta memperbaikinya sebagai bagian dari ekspresi hubbul wathan. Semoga Allah subhânahu wata'âlâ senantiasa menjaga negara dan agama kita dari malapetaka hingga bisa kita wariskan ke generasi-generasi berkutnya. Wallâhu a'lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Oleh Mahbib yang dikutip dari situs Nahdlatul Ulama)
Contoh Khutbah Jumat tentang Kemerdekaan #9
Judul: Keramahan Islam di Indonesia dan Harapan di Masa Depan
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله.اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون, اتقو الله حق تقاته ولاتموتن ألا وأنتم مسلمون
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Ahamduillah pada hari ini kita masih diberi nikmat untuk bersama-sama menjalankan ibadah bertemu dalam shalat jum'at berjama'ah. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. semoga ketaqwaan itu bisa menyelamatkan kita dari api neraka dan memposisikan kita di dalam surga.
إِنَّ الْجَنَّةَ حُفَّتْ بِالْمَكَارِهِ وَإِنَّ النَّارَ حُفَّتْ بِالشَّهَوَاتِ
"Sesungguhnya surga itu dikepung oleh segala kemakruhan (hal yang dinistakan agama) sedangkan neraka dikelilingi oleh syahawat (hal-hal yang menyenangkan manusia)."
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang menganugerahkan keamanan dan keselamatan atas bangsa Indonesia ini, tepatnya setelah melaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak pada 15 Februari yang lalu. Sebagai bangsa yang hidup berlandaskan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keamanan dan keharmonisan ini haruslah disykuri bersama-sama dengan cara terus menjaga dan meningkatkan rasa kepekaan sosial antar sesama, karena inilah saha satu hal penting yang terbukti mampu melahirkan kebersamaan dan keamanan di tengah perbedaan. Inilah sukses kita semua, sukses bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam
Para hadirin jamaah jumat rahimakumullah,
Sukses besar bangsa ini dalam melaksanakan hajatan demokrasi menunjukkan kepada dunia bahwa jalinan kemanusiaan, ukhuwah insaniyah atau humanisme dalam jiwa bangsa Indonesia adalah sesuatu yang nyata bukan sekadar wacana. Sesuatu yang telah terjadi dalam realitas kehidupan sosial (al-madhahir al-ijtima'iyyah), bukan sekedar teori di dalam tumpukan buku. Hal ini membuktikan bahwa ajaran tentang kemanusiaan dalam diri umat Islam di Indonesia telah lebih dulu hadir sebelum kata humanisme itu sendiri. Sehingga Indonesia dengan umat Islamnya yang bersuku-suku dan berbeda-beda bahasa, patut menjadi contoh bagi negara-negara lain yang sedang mencari jati dirinya.
Di sisi lain, kenyataan ini menunjukkan kepada kita akan kebesaran muslim Indonesia yang memiliki kemampuan merubah segala konsep dan pemikiran yang datang dari luar untuk disesuaikan dengan realitas keindonesiaan yang ada di sekitar. Tentunya hal ini tidak lepas dari usaha dan ijtihad para ulama dan cendekiawan muslim yang selalu berusaha meramu berbagai pemikiran dan ideologi yang menyerbu bangsa ini. Para ulama dan cendekiawan muslim itu adalah penjaga (the guardian) yang menginginkan bangsanya tetap berkarakter. Dengan pengetahuan keislaman yang membumi, para ulama itu memeras segala yang datang dari 'Dunia Barat' untuk diambil sari kebaikannya dan membuang remah-remah keliberalan yang tak sesuai nilainya dengan karakter ketimuran. Demikian pula dalam menghadapi pemikiran yang datang dari 'Dunia Arab', para ulama Indonesia hanya memilah konsep-konsep yang dapat menyempurnakan keislaman di Indonesia dan menghalau unsur-unsur fundamentalis yang tidak sesuai dengan nilai keislaman di Indonesia.
Jama'ah jum'ah yang dirahmati Allah,
Demikianlah sungguh besar karunia Allah terhadap bangsa Indonesia ini. Begitu besarnya karunia itu sehingga seringkali menutupi mata batin kita untuk bersyukur kepada-Nya. Bahkan besarnya karunia itu menjadi sumber kesombongan diri dengan menyatakan sebagai pihak yang paling memiliki andil paling banyak dalam keamanan dan ketertiban. Tentunya kita sebagai umat muslim yang sadar diri hendaknya menghindar dari sifat-sifat buruk yang demikian. Karena sifat-sifat buruk itu hanya akan menyakiti diri kita sendiri dan merugikan sesama umat muslim lainnya.
Sebagai sebuah sistem pemilihan pemimpin, pilkada yang telah lalu akan menghasilkan para pemimpin masa depan. Sebentar lagi akan dikibarkan kepada kita semua, siapakah yang berhak menjadi pemimpin dan siapa pula yang terbukti mendapat amanah lebih banyak dari masyarakatnya. Pastilah akan banyak kekecewaan, karena tidak mungkin yang terpilih mengantongi 100 persen suara pemilih. Oleh karena itu, bagi para pemilih yang kecewa, harus yakin bahwa Allah SWT memiliki rencana tersendiri. Rencana Agung untuk kemajuan bangsa. Rencana terbaik untuk bangsa yang mayoritas penduduknya adalah hamba-hambanya yang taat dan beriman semuanya. Selaku kelompok yang tersisih tidak seharusnya putus asa. Sebagaimana Usaha Nabi Musa melawan Fir'aun yang mencapai kesuksesannya setelah empat puluh tahun berusaha dan berdoa.
Sebagaimana Rasulullah SAW yang tidak putus asa setelah gagal memasuki kota Makkah pada tahun 6 Hijriyah setelah di tahan dan diusir kembali bersama 1500 umat Islam Madinah. Sebuah kejadian yang dramatis menimpa Rasulullah yang telah merindukan kampung halamannya, dan segenap umat muslim yang hendak melakukan ibadah haji. Walaupun hal itu telah diinformasikan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW lewat mimpinya. Ternyata semua rencana tidak dikabulkan Allah SWT, karena Allah SWT telah memiliki rencana lain yang jauh lebih dahsyat, tentang Fathu Makkah. Begitulah kegagalan ini diabadikan oleh Allah SWT dalam surat Al-Fath ayat 27.
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ ۖ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
Artinya: "Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat."
Hadirin Jamaah Jum'ah yang dimuliakan Allah
Seringkali Allah SWT menunda keberhasilan dari hamba-Nya, karena telah menyiapkan rencana lain yang lebih agung nilainya. Meskipun seringkali penundaan itu sangat menyakitkan. Sebagaimana yang dirasakan sahabat Umar dalam mengomentari kegagalan Umat Islam memasuki kota Makkah yang diungkapkan kepada Rasulullah SAW "Ya Rasulullah bukankah Engkau telah memberi kabar bahwa kita akan memasuki kota Makkah?" Demikian kekecewaan itu adalah manusiawi. Kemudian Rasulullah SAW menjawab "apakah aku mengatakanmu pada tahun ini?" Umar berkata "tidak". Lalu Rasulullah SAW berwasiat "sungguh engkau akan memasuki kota Makkah dan melakukan thawaf di sana, maka eratkan tanganmu (kekuatan keyakinanmu) wahai saudaraku, untuk membenarkan apa yang dijanjikan Allah kepadamu, perbaiki prasangkamu pada Allah dan para kekasih-Nya terutama pada gurumu, hindarilah perasaan bohong dan ragu-ragu dengan nabimu agar tidak menjadi cacat di mata hatimu dan tidak menjadi sebab kebutaan mata hatimu dan juga tidak memadamkan cahaya rahasia bathinmu.
Apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW terhadap Sayyidina Umar ra. Sebenarnya adalah satu fragmen yang menggambarkan betapa manusia seringkali berharap kepada Allah SWT dan seringkali harapan itu tidak mendapatkan balasannya, sehingga kecewa dan merasa putus asa. Sebagaimana lumrahnya sebuah doa yang lama sekali tidak terkabulkan. Inilah yang dibicarakan dalam Al-Baqarah 216:
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
Demikianlah khotbah singkat ini semoga dapat memberi inspirasi untuk diri khatib khususnya, dan semua jama'ah pada umumnya.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَىوَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
(Oleh Ulil Hadrawi yang dikutip dari situs Nahdlatul Ulama)
Demikianlah kumpulan contoh khutbah Jumat tentang Hari Kemerdekaan RI ke-78. Semoga artikel ini dapat membantu ya, detikers!
(urw/alk)