18 Puisi Tentang Pahlawan Penuh Semangat Menggelora sebagai Penghormatan

18 Puisi Tentang Pahlawan Penuh Semangat Menggelora sebagai Penghormatan

Niken Dwi Sitoningrum - detikSulsel
Rabu, 16 Agu 2023 19:16 WIB
Ilustrasi puisi untuk guru.
Ilustrasi puisi pahlawan (Foto: Istimewa)
Makassar -

Peringatan HUT RI juga menjadi pengingat kita atas jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang dalam meraih kemerdekaan Indonesia. Sebagai wujud penghormatan, detikers bisa membacakan puisi tentang pahlawan dari sejumlah penyair terkenal berikut.

Puisi tentang pahlawan juga bisa menggerakkan gelora atau semangat kita untuk turut berjuang dalam memajukan negeri. Momentum peringatan kemerdekaan ini menjadi waktu yang tepat untuk memotivasi diri dan lingkungan sekitar, khususnya generasi muda dalam berkontribusi menyumbangkan prestasinya untuk tanah air.

Berikut detikSulsel telah merangkum 18 puisi tentang pahlawan yang penuh semangat menggelora untuk dibacakan detikers sebagai bentuk penghormatan. Simak ya!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puisi Tentang Pahlawan #1

Judul: Maju Tak Gentar
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar
Hak orang diserang.

ADVERTISEMENT

Maju tak gentar
Pasti kita menang!

Puisi Tentang Pahlawan #2

Judul: Gugur
Karya: W.S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya

Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya

Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya

Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,

ia berkata:
"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.

Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.

Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."

Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:

"Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur

kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
"Alangkah gemburnya tanah di sini!"

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya

Puisi Tentang Pahlawan #3

Judul: Sebuah Jaket Berlumur Darah
Karya: Taufiq Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa

Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!

Puisi Tentang Pahlawan #4

Judul: Putra-Putra Ibu Pertiwi
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan bangsa
Dan patriot-patriot negara
(Bunga-bunga kalian mengenalnya
Atau hanya mencium semerbaknya)

Ada yang gugur gagah dalam gigih perlawanan
Merebut dan mempertahankan kemerdekaan
(Beberapa kuntum dipetik bidadari sambil senyum
Membawanya ke sorga tinggalkan harum)

Ada yang mujur menyaksikan hasil perjuangan
Tapi malang tak tahan godaan jadi bajingan
(Beberapa kelopak bunga di tenung angin kala
Berubah jadi duri-duri mala)

Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan dan bajingan-bajingan bangsa
(di tamansari bunga-bunga dan duri-duri
Sama-sama diasuh mentari)

Anehnya yang mati tak takut mati justru abadi
Yang hidup senang hidup kehilangan jiwa
(mentari tertawa sedih memandang pedih
Duri-duri yang membuat bunga-bunga tersisih)

Puisi Tentang Pahlawan #5

Judul: Musium Perjuangan
Karya: Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.

Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.

Puisi Tentang Pahlawan #6

Judul: Dongeng Pahlawan
Karya: W.S. Rendra

Pahlawan telah berperang dengan panji-panji
berkuda terbang dan menangkan putri.
Pahlawan kita adalah lembu jantan
melindungi padang dan kaum perempuan.

Pahlawan melangkah dengan baju-baju sutra.
Malam tiba, angin tiba, ia pun tiba pula.
Adikku lanang, senyumlah bila bangun pagi-pagi
karna pahlawan telah berkunjung di tiap hati.

Puisi Tentang Pahlawan #7

Judul: Prajurit Jaga Malam
Karya: Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

Kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Puisi Tentang Pahlawan #8

Judul: Pahlawan
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Lahir. Hilang. Gugur. Hidup. Mengalir. Sudah.

Puisi Tentang Pahlawan #9

Judul: Pahlawan Tak Dikenal
Karya: Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.

Puisi Tentang Pahlawan #10

Judul: Lagu dari Pasukan Terakhir
Karya: Asrul Sani

Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
bimbang telah datang pada nyala
langit telah tergantung suram
kata-kata berantukan pada arti sendiri

Bimbang telah datang pada nyala
dan cinta tanah air akan berupa
peluru dalam darah
serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
bertanya akan kesudahan ujian
mati atau tiada mati-matinya

O Jenderal, bapa, bapa,
tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
ataukah suatu kehilangan keyakinan
hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
akan hilang ditiup angin, karena
ia berdiam di pasir kering

O Jenderal, kami yang kini akan mati
tiada lagi dapat melihat kelabu
laut renangan Indonesia.

O Jenderal, kami yang kini akan jadi
tanah, pasir, batu dan air
kami cinta kepada bumi ini

Ah, mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
yang akan dikirim ke bumi

Jenderal, mari Jenderal
mari jalan di muka
mari kita hilangkan sengketa ucapan
dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan
engkau bersama kami, engkau bersama kami

Mari kita tinggalkan ibu kita
mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
mari Jenderal mari
sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya
mari Jenderal mari Jenderal mari, mari ...

Puisi Tentang Pahlawan #11

Judul: Diponegoro
Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju

Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.

Puisi Tentang Pahlawan #12

Judul: Karawang Bekasi
Karya: Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Puisi Tentang Pahlawan #13

Judul: Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
Karya: W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Puisi Tentang Pahlawan #14

Judul: Prajurit Jaga Malam
Karya: Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

Kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Puisi Tentang Pahlawan #15

Judul: Persetujuan dengan Bung Karno
Karya: Chairil Anwar

Ayo Bung Karno kasih tangan,
Mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu,
dipanggang di atas apimu, digarami oleh lautmu

Dari mulai tanggal 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno, Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh.

Puisi Tentang Pahlawan #16

Judul: Gerilya
Karya: WS Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

Puisi Tentang Pahlawan #17

Judul: Merdeka atau Mati
Karya: Moh. Yamin

Darah di tanah tak bertuan menggenang
Ratusan nyawa melayang
Bergelimpangan di medan perang
Mengangkat panji kemenangan
Seorang pejuang berteriak lantang
Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
Dua kata menjadi pilihan
Merdeka atau mati
Tubuh kekar dihujani peluru
Penuh lubang di sekujur tubuh
Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati

Puisi Tentang Pahlawan #18

Judul: Surabaya
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Jangan anggap mereka kalap
jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
Jangan dikira mereka nekat
Karena mereka cuma berbekal semangat
Melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
Atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
Tengoklah merah putih yang berkibar
Di hati mereka
Dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar!

Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar!
Gaungnya menggelegar
Mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar
Menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigil

Surabaya,
O, kota keberania
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
Yang membakar nyali kezaliman?
Mana pekik merdekamu
Yang menggeletarkan ketidakadilan?
Mana arek-arekmu yang siap
Menjadi tumbal kemerdekaan
Dan harga diri
Menjaga ibu pertiwi
Dan anak-anak negeri
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
Lagu-lagu satu nada
Demi menjaga
Keselamatan dan kepuasan
Diri sendiri

Allahu Akbar!
Dulu Arek-arek Surabaya
Tak ingin menyetrika Amerika
Melinggis Inggris
Menggada Belanda
Murka pada Gurka
Mereka hanya tak suka
Kezaliman yang angkuh mereja-lela
Mengotori persada.
Mereka harus melawan
Meski nyawa yang menjadi taruhan
Karena mereka memang pahlawan

Surabaya
Di manakah kau sembunyikan
Pahlawanku?

Nah, itulah 18 puisi tentang pahlawan yang penuh semangat menggelora untuk dibacakan detikers sebagai bentuk penghormatan. Semoga bermanfaat ya!




(urw/urw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads