20 Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus dari Penyair Ternama

20 Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus dari Penyair Ternama

Niken Dwi Sitoningrum - detikSulsel
Selasa, 15 Agu 2023 05:00 WIB
Hari Puisi Sedunia 2023 diperingati pada 21 Maret. Tujuan peringatannya adalah merayakan bentuk ekspresi, identitas budaya, dan bahasa manusia dalam bentuk karya sastra puisi.
Foto: Getty Images/iStockphoto/mizar_21984
Makassar -

Berbagai perayaan bisa dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan. Salah satunya adalah menggelar lomba membacakan puisi kemerdekaan untuk 17 Agustus mendatang.

Selain berpartisipasi dalam lomba, membacakan puisi kemerdekaan ini menjadi wujud kecintaan kita terhadap tanah air. Apalagi, jika puisinya juga dapat membangkitkan semangat untuk membangun negeri.

Sebagai referensi, berikut detikSulsel telah merangkum 20 puisi kemerdekaan yang bisa dibacakan detikers untuk 17 Agustus 2023 mendatang dari para penyair terkenal. Yuk disimak!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #1

Judul: Menatap Merah Putih
Karya: Sapardi Djoko Damono

Menatap merah putih melambai dan menari-nari di angkasa
Kibarannya telah banyak menelan korban nyawa dan harta benda

ADVERTISEMENT

Berkibarnya merah putih yang menjulang tinggi di angkasa
Selalu teriring senandung lagu Indonesia Raya

dan tetesan air mata
dulu, ketika masa perjuangan pergerakan kemerdekaan

untuk mengibarkan merah putih
harus diawali dengan pertumpahan darah

pejuang yang tak pernah merasa lelah
untuk berteriak: Merdeka!

Menatap merah putih adalah perlawanan melawan angkara murka
membinasakan penindas dari negeri tercinta Indonesia

Menatap merah putih adalah bergolaknya darah
demi membela kebenaran dan asasi manusia

menumpas segala penjajahan
di atas bumi pertiwi

Menatap merah putih adalah kebebasan
yang musti dijaga dan dibela

kibarannya di angkasa raya
Berkibarlah terus merah putihku
dalam kemenangan dan kedamaian

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #2

Judul: Museum Perjuangan
Karya: Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya
Berdiri kukuh menjaga senapan tua
Peluru menggeletak di atas meja
Menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya
Tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
Terkubur kenangan dan impian
Aku tahu sudah, suatu kali
Ibu-ibu direnggut cintanya
Dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya
Senapan akan kembali berbunyi
Meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.

Ingatlah, sesudah sebuah perang
Selalu pertempuran yang baru
Melawan dirimu.

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #3

Judul: Prajurit Jaga Malam
Karya: Chairil Anwar

Waktu jalan...
Aku tidak tahu apa nasib waktu
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian
Ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu jalan...
Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #4

Judul: Karawang-Bekasi
Karya: Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat

Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #5

Judul: Sebuah Jaket Berlumur Darah
Karya: Taufiq Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #6

Judul: Aku Tulis Pamplet Ini
Karya: W.S. Rendra

Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng-iya-an

Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.

Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca:
ternyata kita, toh, manusia!

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #7

Judul: AKU
Karya: Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #8

Judul: Hari Kemerdekaan
Karya: Sapardi Djoko Damono

Akhirnya tak terlawan olehku
tumpah dimataku, dimata sahabat-sahabatku

ke hati kita semua
bendera-bendera dan bendera-bendera

bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal

Tanah di mana kuberpijak berderak
awan bertebaran saling memburu

angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali

makin samar
mencapai puncak kepecahnya bunga api
pecahnya kehidupan kegirangan

Menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan di lembah

memandangi tepian laut
tetapi aku menggenggam yang lebih berharga

dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
dan fajar mulai kemerahan

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #9

Judul: Merdeka atau Mati
Karya: Moh. Yamin

Darah di tanah tak bertuan menggenang
Ratusan nyawa melayang
Bergelimpangan di medan perang
Mengangkat panji kemenangan
Seorang pejuang berteriak lantang
Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
Dua kata menjadi pilihan
Merdeka atau mati
Tubuh kekar dihujani peluru
Penuh lubang di sekujur tubuh
Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #10

Judul: Gugur
Karya: W.S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
tiada kuasa lagi menegak
telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
diatas bumi yang dicintainya
belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
ketika anaknya memegang tangannya
Ia berkata :

"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah,
dan akupun berasal dari tanah
tanah ambarawa yang kucinta
kita bukanlah anak jadah
kerna kita punya bumi kecintaan.
bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.

Bumi kita adalah tempat pautan yang sah
bumi kita adalah kehormatan
bumi kita adalah jua dari jiwa
ia adalah bumi nenek moyang
ia adalah bumi waris yang sekarang
ia adalah bumi waris yang akan datang."

Hari pun berangkat malam
bumi berpeluh dan terbakar
kerna api menyala di kota ambarawa

Orang tua itu kembali berkata:
"Lihatlah, hari telah fajar!
wahai bumi yang indah
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
"Alangkah gemburnya tanah di sini!"

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #11

Judul: Atas Kemerdekaan
Karya: Sapardi Djoko Damono

Kita berkata: jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut

di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala

Terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk

mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba

Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita

sementara seekor ular melilit pohon itu:
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah.

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #12

Judul: Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini
Karya: Taufiq Ismail

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran
"Duli Tuanku?"
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #13

Judul: Bunga dan Tembok
Karya: Wiji Thukul

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami
Di manapun - tirani harus tumbang!

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #14

Judul: Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
Karya: Wiji Thukul

Apa guna punya ilmu
Kalau hanya untuk mengibuli
Apa gunanya banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Di mana-mana moncong senjata
Berdiri gagah
Kongkalikong
Dengan kaum cukong
Di desa-desa
Rakyat dipaksa
Menjual tanah
Tapi, tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #15

Judul: Diponegoro
Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #16

Judul: Sajak Suara
Karya: Wiji Thukul

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diamaku
siapkan untukmu: pemberontakan!

sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?

sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #17

Judul: Gerilya
Karya: WS Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #18

Judul: Persetujuan dengan Bung Karno
Karya: Chairil Anwar

Ayo Bung Karno kasih tangan,
Mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu,
dipanggang di atas apimu, digarami oleh lautmu

Dari mulai tanggal 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno, Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh.

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #19

Judul: Maju Tak Gentar
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar
Hak orang diserang.

Maju tak gentar
Pasti kita menang!

Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus #20

Judul: Puisi untuk Adik
Karya: Wiji Thukul

Apakah nasib kita akan terus seperti
Sepeda rongsokan karatan itu?
O... tidak, dik!
Kita akan terus melawan
Waktu yang bijak bestari
Kan sudah mengajari kita
Bagaimana menghadapi derita
Kitalah yang akan memberi senyum
Kepada masa depan
Jangan menyerahkan diri kepada ketakutan
Kita akan terus bergulat
Apakah nasib kita akan terus seperti
Sepeda rongsokan karatan itu?
O... tidak, dik!
Kita harus membaca lagi
Agar bisa menuliskan isi kepala
Dan memahami dunia

Demikianlah 20 puisi kemerdekaan yang bisa dibacakan detikers untuk 17 Agustus 2023 mendatang dari para penyair ternama di Indonesia. Semoga bermanfaat ya, detikers!




(edr/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads