Perampasan Tanah Adat Masih Marak, 301 Kasus Mayoritas di Sulawesi-Kalimantan

Perampasan Tanah Adat Masih Marak, 301 Kasus Mayoritas di Sulawesi-Kalimantan

Rachmat Ariadi - detikSulsel
Rabu, 09 Agu 2023 21:45 WIB
Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi
Foto: Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi (Rachmat Ariadi/detikSulsel)
Toraja Utara -

Memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengungkap maraknya kasus perampasan tanah adat di Indonesia. Tercatat ada 301 kasus perampasan tanah adat yang mayoritas terjadi di wilayah Sulawesi dan Kalimantan.

"Tepat 9 Agustus peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional, masalah besar yang terjadi saat ini masih banyak perampasan tanah, kriminalisasi dan pemiskinan masyarakat adat di Indonesia," kata Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi kepada detikSulsel, Rabu (9/8/2023).

301 kasus perampasan tanah adat tersebut terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yakni sejak 2019 hingga 2023. Kasus perampasan tanah adat tersebut kebanyakan dilakukan oleh perusahan tambang yang melakukan eksplorasi sumber daya alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat ini kami tangani kurang lebih 301 kasus perampasan tanah masyarakat adat di Indonesia, ada Flores, Halmahera dan paling banyak itu Kalimantan dan pulau Sulawesi. Rata-rata dilakukan perusahaan panas bumi dan tambang nikel," ungkapnya.

Tercatat, total luas lahan tanah adat yang dirampas mencapai 8,5 juta hektare. Dalam kasus tersebut, sebanyak 672 Masyarakat Adat turut menjadi korban kriminalisasi.

ADVERTISEMENT

"Wilayah adat yang mencangkup luas lahan sebesar 8,5 juta Ha. Dari kasus perampasan wilayah adat tersebut, setidaknya 672 Masyarakat Adat dikriminalisasi karena mempertahankan haknya atas wilayah adat," ungkapnya.

Menurutnya, kurangnya perlindungan dan tidak adanya pengakuan masyarakat adat yang dilakukan pemerintah membuat masyarakat adat rentan kehilangan wilayahnya. Padahal kata dia, Presiden Jokowi sempat berjanji untuk mengesahkan undang-undang masyarakat adat yang tertuang dalam program Nawacita.

"Jokowi berjanji dalam Nawacita 2014 lalu, termasuk mensahkan UU Masyarakat adat, sinkronisasi UU, termasuk membentuk lembaga independen untuk masyarakat adat. Tapi sampai sekarang itu tidak ada, justru masyarakat adat semakin terancam sekarang, kami tagih janji presiden itu," ucapnya.

Oleh karena itu, pada momen peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional ini, pihak AMAN masih terus berupaya mendorong DPR RI dan Pemerintah untuk segera mengesahkan UU masyarakat adat. Hal tersebut dinilai sangat perlu untuk melindungi hak masyarakat adat.

"Saat ini kami masih berusaha mendorong DPR dan pemerintah mengesahkan UU masyarakat adat, agar masyarakat adat ini mendapat perlindungan dan berdaulat di tanah mereka sendiri. Apalagi UU cipta kerja membuat perusahaan semena-mena mengusir masyarakat adat, dan itu kami akan lawan," tegas Rukka.

Sebagai informasi, peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional 2023 dipusatkan di kampung adat Kete' Kesu', Toraja Utara. Situs Kete' Kesu' menjadi salah satu situs budaya yang telah diakui sebagai cagar budaya warisan dunia oleh UNESCO.




(urw/urw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads