Kisah Tukang Sol Sepatu Menjadi Haji Mabrur Tanpa Berangkat Ke Makkah

Kisah Tukang Sol Sepatu Menjadi Haji Mabrur Tanpa Berangkat Ke Makkah

Tim detikHikmah - detikSulsel
Minggu, 25 Jun 2023 22:00 WIB
Ilustrasi Masjidil Haram di Mekkah
Ilustrasi tukang sol sepatu menjadi haji mabrur. Foto: Adi Wijaya/Tim MCH 2023
Jakarta -

Menunaikan ibadah haji dan mendapat predikat haji mabrur merupakan dambaan setiap muslim. Namun, ada suatu kisah seorang tukang sol sepatu menjadi haji mabrur tanpa pernah berangkat ke Mekkah.

Dilansir dari detikHikmah, kisah tukang sol sepatu diterima menjadi haji mabrur tanpa ke Makkah diambil dari buku Koleksi Hadits dan Kisah Teladan Muslim karya Ahmad Saifudin dan Mahdi dan laman resmi Kementerian Agama (Kemenag).

Kisah Tukang Sol Sepatu Jadi Haji Mabrur Tanpa ke Baitullah

Dalam hadis riwayat Abdullah bin Al Mubarak diceritakan kisah saat dirinya istirahat dan tidur, setelah menyelesaikan ibadah haji. Saat itu, dia bermimpi melihat malaikat turun dari langit dan mendengar percakapannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu malaikat bertanya kepada malaikat yang bersamanya mengenai jumlah jemaah haji.

"Berapa banyak orang yang datang untuk menunaikan ibadah haji tahun ini?" tanya malaikat itu.

ADVERTISEMENT

"Mereka berjumlah enam ratus ribu jemaah," jawab malaikat yang ditanya.

"Berapa banyak dari mereka yang ibadahnya diterima?" tanya kembali malaikat pertama kepada malaikat yang bersamanya.

"Tidak ada satu pun dari mereka," jawab malaikat yang pertama.

Mendengar pernyataan dari malaikat, Abdullah bin Al Mubarak merasa gemetar. Sambil menangis dia pertanyakan perjuangan jemaah yang telah menunaikan haji.

"Apakah semua orang ini datang dari tempat yang jauh dengan perjuangan dan kelelahan melewati gurun yang luas, hanya untuk semua usahanya menjadi sia-sia?" kata Abdullah bin Al Mubarak dalam mimpinya.

Sementara itu, dia terus mendengar percakapan kedua malaikat tersebut dengan tubuh yang masih gemetar.

"Namun ada seseorang yang meskipun tidak melaksanakan haji, amal perbuatannya diterima oleh Allah dan semua dosanya diampuni. Karena dia, seluruh jemaah haji diterima oleh Allah." kata malaikat kedua.

"Bagaimana hal itu bisa terjadi?" tanya malaikat pertama.

"Itu adalah kehendak Allah," jawab malaikat kedua.

"Siapa orang tersebut?" tanya malaikat pertama lagi.

"Orang itu adalah Ali bin Al Muwaffaq, seorang tukan sol sepatu di Kota Damaskus," jawabnya.

Setelah mendengar jawaban tersebut, Abdullah bin Al Mubarak terbangun dari tidurnya. Setelah menyelesaikan ibadah haji, dia langsung pergi ke Damaskus, Suriah. Saat itu hatinya masih gemetar dan penuh tanda tanya.

Ketika sampai di Damaskus, Abdullah bin Al Mubarak mencari tukang sepatu yang disebut malaikat dalam mimpinya. Dia menelusuri setiap tukang sepatu apakah ada di antara mereka yang bernama Ali bin Al Muwaffaq.

"Iya, dia ada di tepi kota," jawab salah satu tukang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.

Setelah mendapatkan arah, dia menuju ke tempat yang dimaksud. Sesampainya di sana, nampak seorang tukang sol sepatu yang berpakaian sederhana.

"Apakah Anda Ali bin Al Muwaffaq?" tanya Abdullah bin Al Mubarak.

"Iya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya tukang sepatu.

"Saya ingin tahu apa yang telah Anda lakukan sehingga Anda layak menerima pahala haji yang diterima oleh Allah, padahal Anda tidak pergi menunaikan haji," kata Abdullah bin Al Mubarak yang masih penasaran.

"Saya sendiri tidak tahu, tuan," jawab Ali bin Al Muwaffaq.

"Ceritakanlah kehidupan Anda selama ini." kata Abdullah bin Al Mubarak.

Ali bin Al Muwaffaq kemudian menceritakan kisa hidupnya selama ini. Dia menjelaskan telah menabung selama puluhan tahun untuk naik haji.

"Selama puluhan tahun, setiap hari saya menyisihkan sebagian uang dari penghasilan saya sebagai tukang sol sepatu. Saya menabung sedikit demi sedikit hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, jumlah yang cukup untuk pergi menunaikan ibadah haji. Saya sudah siap untuk berangkat haji."

"Tapi Anda tidak pergi menunaikan haji," kata Abdullah bin Al Mubarak.

"Benar," kata Ali bin Al Muwaffaq yang membenarkan.

"Apa yang terjadi?" tanya Abdullah bin Al Mubarak.

Ali bin Al Muwaffaq kembali menceritakan alasannya tidak berangkat haji saat uang sudah cukup.

"Pada saat itu, istri saya hamil dan sedang mengidam. Ketika saya hendak pergi, dia sangat menginginkan aroma makanan yang lezat, " cerita Ali bin Al Muwaffaq.

"Suamiku, bisakah kau mencium aroma masakan yang enak ini?" kata istrinya.

"Iya, sayang," kata Ali bin Al Muwaffaq.

"Cobalah cari siapa yang memasak, aroma masakannya sangat harum. Tolong mintakan sedikit untukku," pinta istrinya.

"Akhirnya, saya mencari sumber aroma masakan itu. Ternyata berasal dari gubuk yang hampir roboh. Di sana, ada seorang janda dan enam anaknya. Saya memberitahunya bahwa istri saya menginginkan masakan yang dia masak, meskipun hanya sedikit. Janda itu diam dan memandang saya, jadi saya mengulangi kata-kata saya," ungkap Ali bin Al Muwaffaq.

"Tidak boleh, tuan," kata janda itu dengan ragu.

"Apa pun harganya, saya akan membelinya."

"Makanan ini tidak dijual, tuan," katanya sambil meneteskan air mata.

"Mengapa?" tanya Ali.

"Makanan ini halal bagi kami, tapi haram bagi tuan," kata janda tersebut sambil meneteskan air mata.

Mendengar pernyataan tersebut Ali bin Al Muwaffaq bertanya-tanya di dalam hatinya. Dia bingung dengan perkataan perempuan tersebut.

"Bagaimana mungkin ada makanan yang halal baginya, tapi haram bagiku, padahal kita semua muslim?"

Karena heran, dia mendesaknya lagi.

"Kenapa?"

"Selama beberapa hari ini, kami tidak memiliki makanan. Di rumah kami tidak ada makanan sama sekali. Hari ini, kami melihat seekor keledai mati, jadi kami mengambil sebagian dagingnya untuk dimasak dan dimakan," janda itu menjelaskan sambil menangis.

Mendengar pernyataan itu, Abdullah bin Al Mubarak tidak bisa membendung air matanya. Dia lantas pulang dan menceritakannya kepada istrinya dan juga menangis dengan cerita tersebut. Hingga akhirnya mereka memutuskan memasak makanan dan membawanya pergi ke rumah perempuan enam anak tersebut.

"Kami membawa makanan untukmu," katanya.

Selain itu, Ali bin Al Muwaffaq juga memberikan 350 dirham uang yang selama puluhan tahun dikumpulkannya untuk menunaikan ibadah haji.

"Gunakan uang ini untuk keluarga Anda. Gunakan untuk usaha agar Anda tidak kelaparan lagi," kata Ali bin Al Muwaffaq.

Mendengar kisah tersebut, Abdullah bin Al Mubarak tidak dapat membendung air matanya. Terjawablah pertanyaannya, ternyata amal tersebut yang dilakukan oleh Ali bin Al Muwaffaq sehingga Allah SWT menerima amalan hajinya meskipun tidak berkesempatan menginjakkan kaki di Baitullah.

(alk/alk)

Hide Ads