Menjelang Idul Adha, banyak pertanyaan muncul di tengah masyarakat tentang hukum memotong kuku dan mencukur rambut. Khususnya, bagi mereka yang berniat untuk melaksanakan ibadah kurban.
Lantas, seperti apa sebenarnya hukum dan ketentuan potong kuku dan bercukur bagi yang ingin berkurban?
Agar tidak bingung, berikut detikSulsel telah menghimpun ketentuan serta hukum potong kuku dan rambut bagi yang akan melaksanakan ibadah kurban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Niat Puasa Dzulhijjah, Tarwiyah, dan Arafah |
Simak baik-baik ya, detikers!
Perdebatan Pendapat Ulama
Perdebatan sejumlah pendapat ulama tentang hukum potong kuku dan rambut sebelum kurban masih terus terjadi.
Hal ini dikarenakan pedoman yang dipegang oleh para ulama memang berbeda-beda. Sejumlah hadits menyebutkan beberapa hukum dan larangan memotong kuku dan rambut bagi umat Muslim yang akan melaksanakan ibadah kurban.
Melansir NU Online, berikut salah satu hadits yang diperdebatkan:
حدثنا ابن أبي عمر المكي، حدثنا سفيان، عن عبد الرحمن ابن حميد ابن عبد الرحمن ابن عوف، سمع ابن المسيب يحدث، عَن أم سلمة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وأراد أحدكم أن يضحي، فلا يمس من شعره وبشره شيأ. (رواه مسلم)
Artinya: Meriwayatkan hadits kepada kami Ibnu Abi Umar Al-Makky, bercerita kepada kami Sufyan, dari Abdurrahman bin Humaid bin Abdirrahman bin Auf. Ia mendengar Ibn Al-Musayyab menceritakan dari Ummi Salamah bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda: Jika hari kesepuluh telah tiba, dan salah satu di antara kalian ingin menyembelih Kurban, maka jangan menyentuh (memotong) apa pun dari rambut pada kulit kalian. (HR Muslim, nomor 1977)
Berdasarkan penjelasan dirayah (Sanad Hadits) yang juga dikutip dari NU Online, waktu yang menjadi larangan untuk memotong kuku dan rambut adalah ketika memasuki tanggal 10 Dzulhijjah tepat pada Hari Raya Idul Adha.
Namun begitu, terdapat hadits yang juga menjelaskan larangannya adalah ketika memasuki hilal Dzulhijjah atau mulai tanggal 1 Dzulhijjah.
Hukum Potong Kuku dan Rambut Sebelum Kurban
Lantas, dari perdebatan yang ada, bagaimana hukumnya di dalam Islam sendiri?
Adanya perbedaan pemahaman dan pedoman dikarenakan para ulama memiliki acuan yang berbeda untuk menemukan hukum memotong kuku dan rambut menjelang kurban. Dikutip dari NU Online, berikut hukum-hukumnya menurut para ulama:
Menurut Abu Hanifah
Abu Hanifah berpendapat tidak makruh. Pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan tidak makruh ini memiliki alasan tersendiri.
Hal ini menyatakan konsekuensi logisnya bahwa mengikuti anjuran hadits tersebut di atas adalah juga tidak mustahab (sunnah). Alasannya, bagi Imam Abu Hanifah, kemakruhan dan keharaman sesuatu itu hanya bisa diputuskan dengan dalil khusus yang menyatakan hal itu (As-Sya'rani, Al-Mizan Al-Kubra, 1: 52).
Sehingga, Imam Abu Hanifah menyamakan implikasi hukum dari hadits di atas adalah sebagaimana perintah makan dan minum dalam ayat yang berimplikasi pada hukum mubah.
Menurut Imam Malik
Imam Malik berpendapat tidak makruh dalam suatu riwayat, dan menyatakan makruh dalam riwayat yang lain.
Menurut Imam Syafii
Imam Syafi'i dan pengikutnya menyatakan bahwa hal tersebut adalah makruh (makruh tanzih) dan bukanlah haram.
Imam Syafi'i yang menyatakan makruh tanzih didasarkan kepada hadits lain dalam Sahih al-Bukhari:
عن عائشة رضي الله عنها قالت: (كنت أفتل قلائد هدي رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم يقلده ويبعث به ولا يحرم عليه شيء أحل الله حتى ينحر هديه) رواه البخارى ومسلم
Artinya: Dari Aisyah radliyallahu 'anha berkata: "Saya memintal tali kekang unta Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah mengalungkan tali itu dan mengirimkannya. Serta Nabi tidak mengharamkan sesuatu apa pun yang dihalalkan oleh Allah hingga untanya disembelih" (HR al-Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits di atas, secara qiyas aulawiyyah Imam Syafi'i berpendapat bahwa mengirimkan unta itu lebih kuat dari sekadar menginginkan berkurban (unta). Sedangkan, mengirimkan saja Nabi tidak mengharamkan memotong rambut dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa hadits larangan memotong rambut dan kuku sebagaimana disebutkan di atas tidak menunjukkan keharaman.
Menurut Imam Ahmad
Imam Ahmad, Ishaq bin Rawaih, Abi Dawud, dan sebagian dari kalangan Syafi'iyyah mengatakan bahwa hal tersebut hukumnya adalah haram. Keharamannya ini sampai selesai ia disembelihnya hewan kurban. (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim bin Hajjaj: 1257)
Dari pendapat-pendapat tersebut, pendapat haram memang didasarkan pada beberapa hadits (An-Nawawi: 1257).
Sementara pendapat makruh sendiri didasarkan pada beberapa perbandingan hadits Aisyah yang bersifat lebih umum. Adapun, hadits dalam persoalan ini adalah hadits khusus yang harus didahulukan.
Al-Atsyubi di dalam Syarah Sunan Nasai mengatakan:
ومقتضى النهي التحريم وهذا يرد القياس ويبطله، وحديثهم عما وهذا خاص يجب تقديمه بتنزيل العام على ما عدا تناوله الحديث الخاص.
Artinya: "Tuntutan dari larangan itu (pada dasarnya) adalah haram. Dan ini membatalkan qiyas. Sedang hadits mereka (yang menyatakan makruh) adalah hadits yang umum. Sedang hadits (tentang larangan mencukur rambut) ini adalah hadits khusus yang harus didahulukan. Dengan menghilangkan keumuman atas yang selain apa yang dikhususkan oleh hadits khusus." (Al-Atsyubi (33), hlm. 277)
Hikmah Larangan Potong Kuku dan Rambut Sebelum Kurban
Dari sumber yang sama, juga dijelaskan hikmah dari larangan yang dijalankan oleh umat Muslim yang akan berkurban bahwa semua anggota tubuh kita sekecil apa pun akan diselamatkan dari api neraka.
Sementara itu, ada pendapat yang mengatakan bahwa larangan tersebut untuk menyerupai (tasybih) larangan bagi orang yang sedang ihram untuk menyembelih dan berburu hewan apa pun.
Akan tetapi, pendapat lainnya dari kalangan Syafiiyyah mengatakan bahwa pendapat terakhir ini adalah salah. Karena alasan seperti, pada saat ihram kita diperintahkan untuk tidak memakai wewangian, namun dalam berkurban tidak demikian. (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim bin Hajjaj: 1257).
Nah, kini detikers sudah tahu kan penjelasan tentang hukum potong kuku dan rambut sebelum kurban menurut para ulama? Bahkan, ada hikmah bagi detikers yang menjalankan hal tersebut. Semoga bermanfaat ya!
(edr/urw)