Komisi V DPR RI menyoroti Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan (BBWSP) Jeneberang gegara proyek irigasi di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) mandek 3 tahun. Hal tersebut membuat petani tidak bisa bercocok tanam.
"Kalau sudah 3 tahun tidak bercocok tanam petani di Soppeng itu sudah salah. Kalau itu kelalaian dari Balai, saya akan meminta Kepala Balai Pompengan untuk segera menyelesaikan permasalahannya," kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan Aras kepada detikSulsel, Kamis (15/6/2023).
Andi Iwan mengatakan proses pembangunan proyek irigasi dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sehingga pelaksanaan kegiatan pembangunan itu tidak boleh mengganggu aktivitas petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pihak balai harus mengantisipasi itu dan tidak merugikan petani. Karena hakikatnya pengerjaan itu untuk memberikan keuntungan, bukan membuat petani terhambat, karena sama halnya itu merugikan petani," sebutnya.
"Yang pasti negara hadir harusnya untuk mensejahterakan rakyatnya. Bukan sebaliknya menyengsarakan rakyat," sambung Ketua DPD Gerindra Sulsel itu.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala BBWSP Jeneberang Djaya Sukarno mengaku sudah menugaskan anggotanya untuk meninjau lokasi proyek irigasi di Soppeng. Dia pun berjanji proyek itu akan dituntaskan dalam 10 hari kerja.
"Kami sudah mulai tugaskan satker untuk cek lokasi dan sekarang sudah ditangani. Lokasinya berada pada DI Tinco di areal saluran sekunder Mattoangin, dan rencana penyelesaian 10 hari kerja," ucapnya.
Sebelumnya, petani di Kabupaten Soppeng mengeluh sudah enam kali musim tanam tidak menanam padi atau tiga tahun. Petani menyebut hal ini terjadi karena adanya proyek irigasi milik BBWSP Jeneberang di sekitar sawah mereka.
"Proyek dari Balai Pompengan ini kami anggap merusak. Petani sudah 3 tahun atau 6 kali panen tidak ditanami padi lantaran proyek irigasi tersebut berhenti," kata Ketua Gapoktan Sipurennue Idris, Sabtu (10/6).
Lokasi proyek itu berada di Kelurahan Salokaraja, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Keberadaan proyek tersebut membuat jalan petani semakin tinggi yang mengakibatkan air sawah semakin dalam dan tidak bisa ditanami padi.
"Karena proyek itu, sawah kami semakin dalam dan tidak bisa ditanami padi. Airnya sampai di lutut orang dewasa," sebut Idris.
(asm/ata)