Korea Selatan sedang menghadapi krisis demografi karena angka kelahiran semakin menurun. Mirisnya, mayoritas perempuan di sana enggan menikah dan punya anak karena bukan prioritas.
Dilansir dari detikINET, data jumlah penduduk menunjukkan jumlah bayi yang lahir tahun sebelumnya menduduki rekor terendah. Menurut Statistik Korea, Korsel menjadi negara dengan angka kelahiran terendah yaitu 249.000 bayi di tahun 2022, artinya turun 4,4 % dari tahun 2021. Statistik tersebut menunjukkan Korsel tengah menghadapi krisis demografi.
Sementara itu, profesor dari Seoul National University, Park Jeong Min merilis data terbaru di Korean Journal of Social Welfare Studies terkait kondisi ini. Dilaporkan sebanyak 4,4% wanita Korea usia 20 dan 30-an tahun belum menikah karena menganggap pernikahan dan merawat anak penting.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Korea Times, sebanyak 13% kaum pria menganggap menikah dan merawat anak penting. Sedangkan terdapat 53% lebih wanita menilai pernikahan dan melahirkan tidak penting. Begitu juga dengan 26% yang menilai hal yang sama.
Merosotnya angka kelahiran dan kesuburan wanita Korea tidak mengalami perbaikan meskipun pemerintah telah berusaha mengatasi fenomena krisis Demografi tersebut. Sejak 16 tahun silam, pemerintah telah menggelontorkan dana sebanyak USD 210 miliar dalam upaya meningkatkan jumlah kelahiran di Korsel.
Pakar kebijakan populasi di Korea Development Institute, Choi Seul Ki menilai kebijakan pemerintah mungkin kurang efektif. Anak muda justru semakin skeptis akibat pemaksaan menikah.
"Untuk mayoritas anak muda Korea, menikah dan punya anak dianggap hal pribadi, bukan norma sosial yang harus diikuti. Ketimbang langsung meminta mereka menikah, pemerintah harus menciptakan ruang dan lingkungan dimana pernikahan pilihan yang memikat bagi generasi muda," katanya.
Beberapa contoh upaya konkret yang bisa dilakukan pemerintah di antaranya menambah lapangan kerja, menurunkan harga rumah, dan mengatasi kesenjangan. Hal tersebut dinilai bisa menjadi solusi karena penyebab generasi muda di Korsel enggan menikah karena kebutuhan hidup yang semakin tinggi.
(urw/asm)