Kisah seorang pemilik kebun kurma yang menolak surga menjadi menjadi asbabun nuzul surat Al-Lail ayat 5-11. Seperti apa kisahnya?
Dilansir dari detikHikmah, dalam buku Al-Itqan fi Ulumil Quran yang ditulis Jalaluddin As-Suyuthi disebutkan bahwa para ulama memiliki perbedaan pendapat persoalan lokasi turunnya Surat Al-Lail. Sebagian ulama menyatakan surat ini tergolong dalam surat Makkiyah, yang mana turun sebelum Nabi SAW berhijrah.
Sementara sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa Surat Al-Lail termasuk kedalam surat Madaniyah. Karena, terdapat suatu kisah mengenai pohon kurma yang menjadi Asbabun Nuzul beberapa ayatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal tersebut, berikut ini riwayatnya yang dijelaskan dalam buku Meraih Rezeki Tak Terduga yang ditulis Ahmad Yasin Ibrahim.
Kisah Pemilik Pohon Kurma yang Menolak Surga
Dikisahkan ada seorang lelaki miskin yang sedang berjalan melewati sebuah perkebunan kurma di Kota Madinah. Saat itu, lelaki tersebut sedang merasa kelaparan, namun ia tidak memiliki harta bahkan makanan sedikit pun untuk disantap.
Lelaki itu kemudian mendapati sebuah pohon kurma tampak subur dan memiliki buah yang rimbun. Saking rimbunnya, kurma-kurma itu menjuntai hampir menyentuh tanah.
Karena tak bisa menahan rasa laparnya, lelaki itu pun mengambil sebuah kurma tersebut untuk dimakan. Namun, apa yang dilakukan lelaki miskin itu diketahui oleh tuan pemilik kebun.
Lelaki miskin itu pun langsung langsung dimaki-maki oleh tuan pemilik kebun. Kemudian, tuan itu berkata, "Aku akan bawa dan adukan perbuatanmu kepada Rasulullah. Sungguh, tanganmu akan dipotong karena telah mencuri!"
Pria fakir itu bertanya sambil terus mengikuti tuan kebun yang membawanya kepada Rasul SAW, "Apakah benar tanganku harus dipotong hanya karena sebuah kurma yang kuambil?"
Saat tiba di hadapan Rasulullah SAW, pemilik kebun langsung mengatakan kepada beliau, "Ya Rasulullah, potonglah tangan orang ini! Ia telah mencuri di kebunku."
Setelah mendengarkan aduan pemilik kebun, Rasul SAW pun bertanya kepada lelaki fakir itu, "Apa yang sudah kau curi, wahai saudaraku?"
"Maafkan aku, ya Rasulullah! Aku mencuri sebutir kurma dari kebun tuan ini lantaran rasa lapar yang kurasa. Aku khilaf." ujar pria itu.
Mendengar jawaban pria itu, Rasulullah SAW langsung bertanya kembali kepada pemilik kebun, "Mengapa tidak kau infakkan saja sebutir kurma itu kepadanya? Sehingga kau akan mendapat kebaikan dan pahala berlimpah."
Namun, pemilik kebun itu menolak, "Tidak ya Rasulullah, aku tidak mau menginfakkannya meski sedikit. Orang ini perlu diberi sanksi. Bila dibiarkan, kelak ia akan terbiasa."
Nabi SAW pun masih menawarkan hal yang lebih lagi, "Maukah kau kuberitakan ganjaran yang lebih hebat? Kau infakkan pohon kurma yang lebat itu, dan sebagai ganjarannya Allah SWT akan memberimu surga nanti."
Tetapi, pemilik kebun itu tidak langsung merespon tawaran yang diberikan Rasulullah SAW, ia masih mempertimbangkannya. Karena ragu dia kembali bertanya, "Apakah benar sebatang pohon kurma sebanding dengan surga? Aku tak percaya ya Rasulullah, aku tak menginginkannya."
Rasul SAW pun kaget mendengar pemilik kebun tersebut, beliau tak membayangkan kekikiran yang dimiliki oleh seorang umatnya.
Di saat itu, datanglah seorang pria yang mendengar percakapan di antara Rasul SAW dengan pemilik kebun dan lelaki miskin. Pria itu berkata, "Wahai pemilik kebun! Apabila engkau enggan menerima tawaran surga dari Rasulullah, mengapa tidak kau jual saja pohon kurma yang lebat buahnya itu kepadaku?"
Tuan kebun menjawab, "Aku tidak akan menjual dengan harga yang murah, wahai saudaraku."
"Berapa yang kau minta untuk pohon itu?" balas pria itu.
"Aku akan tukar pohon kurmaku dengan 40 batang kurma. Apakah kau akan membelinya?" ucap pemilik kebun.
Mendengarkan tawaran harga yang tidak masuk akal itu, pria itu berpikir bahwa surga yang kelak akan didapatnya tak sebanding dengan mahalnya perkara dunia. Ia lalu menjawab, "Baik, akan aku beli pohon kurmamu yang lebat dengan 40 pohon kurma yang kumiliki."
Pohon kurma yang lebat buahnya pun terjual, dan pemilik kebun mendapatkan keuntungan berlipat darinya. Karena sifat kikir dari pemilik kebun itu, dia menyia-nyiakan surga yang dikatakan oleh Rasul SAW.
Terkait peristiwa ini dijelaskan menjadi sebab utama diturunkannya Surat Al-Lail ayat 5-11 yang berbunyi:
فَاَمَّا مَنْ اَعْطٰى وَاتَّقٰىۙ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنٰىۙ فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰىۗ وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰىۙ فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰىۗ وَمَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهٗٓ اِذَا تَرَدّٰىٓۙ
Latin: Fa ammā man a'ṭā wattaqā. Wa ṣaddaqa bil-ḥusnā. Fa sanuyassiruhū lil-yusrā. Wa ammā man bakhila wastagnā. Wa każżaba bil-ḥusnā. Fa sanuyassiruhū lil-'usrā. Wa mā yugnī 'anhu māluhū iżā taraddā.
Artinya: Siapa yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa serta membenarkan adanya (balasan) yang terbaik (surga), Kami akan melapangkan baginya jalan kemudahan (kebahagiaan). Adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah) serta mendustakan (balasan) yang terbaik, Kami akan memudahkannya menuju jalan kesengsaraan. Hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa.
Demikian riwayat yang menjadi asbabun nuzul Surat Al-Lail.
(alk/alk)