Mantan Komisioner KPK Laode M Syarif mengkritik Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto yang menyebut banjir terjadi karena air laut pasang dan tingginya curah hujan. Alumni Universitas Hasanuddin (Unhas) itu lantas mengungkap delapan hal kritikan terkait banjir Makassar.
Laode awalnya menyampaikan kritikannya terkait banjir Makassar itu melalui akun twitternya. Dia mengaku tak sepakat dengan pernyataan Danny yang menyebut banjir karena air laut pasang dan curah hujan tinggi.
"Jangan salahkan curah hujan dan air pasang karena dari dulu sudah seperti itu," ujar Laode melalui akun Twitternya, dikutip Selasa (14/2/2023). Laode memberikan izin cuitannya itu dikutip dan ejaannya telah disempurnakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat dimintai konfirmasi lebih lanjut, Laode mengungkap 8 poin kritikannya terkait banjir Makassar. Pertama, dia mengkritik reklamasi menjadi penyebab banjir di Makassar.
"Saya kebetulan dulu ikut kajian waktu saya di Pusat Studi Lingkungannya Unhas ya, saya ikut salah satu tim kajian tentang Sungai Jeneberang yang mengalir ke Pantai Losari. Terus waktu itu, awal proyek reklamasi ke arah sana itu kan yang sekarang jadi perumahan itu kan, itu kajiannya tidak merekomendasikan itu karena berbahaya," kata Laode kepada detikSulsel.
"Itu sudah disampaikan jauh sebelum saya di KPK. Jadi pasti jangka panjang akan menyebabkan salah satunya banjir di Kota Makassar dan itu sudah terjadi. Itu banjirnya sebelum ada reklamasi tidak pernah separah ini sekarang," imbuhnya.
Kedua, Laode menyinggung rawa-rawa di Makassar kini telah beralih fungsi menjadi area perkantoran, pusat usaha dan perumahan. Dia menegaskan kondisi ini menjadi masalah serius.
"Pokoknya semua lahan basah dulu daerah resapan berubah jadi perumahan, pusat usaha, perkantoran," katanya.
Sementara yang ketiga adalah soal drainase yang juga perlu lebih diperhatikan. Laode menganggap drainase di Makassar belum mengalami perubahan signifikan.
"Kalau lihat drainase dan gorong-gorong yang dibangun sama Belanda, sekarang ada nggak perubahan signifikan gorong-gorong. Yang agak besar itu yang ada di depan kantor Gubernur tetapi tidak besar (amat)," katanya.
Untuk yang keempat, Laode juga menilai drainase di Makassar tersumbat karena kualitasnya kurang baik. Dia lalu menyinggung kurangnya perawatan drainase sebagai penyebabnya.
"Kualitas gorong-gorong selokan kita di Makassar tersumbat, rusak semuanya. Tidak dirawat. Bandingkan dengan di Jakarta itu ada pasukan oranye yang dibikin Ahok yang dilanjutkan sama Pak Anies itu setiap mau menjelang hujan itu gorong-gorong selalu dibersihkan supaya cepat mengalir air," katanya.
Kemudian yang kelima, Laode menganggap banjir juga disebabkan sungai-sungai yang semakin dangkal. Laode lantas menyinggung Sungai Tallo hingga Sungai Jeneberang tidak pernah dikeruk.
"Banyak sekali terjadi pendangkalan Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, sehingga itu tidak pernah diperdalam, dikeruk, akhirnya apa meluber keluar menjadi banjir karena dia tidak bisa lagi menampung air, debit sungainya menjadi kurang karena terjadi pendangkalan," katanya.
Sementara yang keenam adalah Laode menilai ruang terbuka hijau di Makassar masih kurang memadai. Lalu untuk poin ketujuh, dia mengkritik kepatuhan RT RW di Makassar terhadap tata ruang.
"Ketujuh, kepatuhan RT RW tata ruang, ini perkantoran, ini untuk usaha ini daerah resapan air. Itu RT RW mananya ya, setelah itu apakah diikuti atau tidak," ujarnya.
Kemudian untuk yang kedelapan, Laode menyinggung Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar belum memiliki program jitu mengatasi banjir.
"Tanyakan apa program pemerintah baik itu Provinsi maupun Kota untuk mengatasi banjir. Ini apa programnya, kalau Jakarta kan perbaikan gorong-gorong, membuka sodetan sungai, mengeruk sungai, kalau kita di Makassar apa yang dibikin?" katanya.
Simak di halaman berikutnya Walkot Makassar jawab kritikan Laode...
Walkot Makassar Jawab Kritikan Laode
Walkot Makassar Danny Pomanto sendiri langsung menjawab kritik Laode. Danny menilai pernyataan soal reklamasi jadi penyebab banjir itu tidak tepat.
"Kalau masalah teknis itu kita tidak boleh berdebat narasi, kita harus berperang data. Reklamasi kebetulan saya yang desain dari awal itu adalah bagian daripada mitigasi dan itu sudah bagian daripada undang-undang," ujar Danny saat dimintai konfirmasi terpisah.
Danny menegaskan reklamasi justru dibutuhkan untuk melindungi pantai dari banjir rob atau naiknya air laut. Dia lalu mengungkapkan kenaikan air laut di Makassar bisa mencapai 114 Cm.
"Ya, itu ada namanya brown effect, kenaikan 1 Cm saja bisa berakibat 100 kali lipat di pesisir, apalagi kenaikan 114 Cm. Pada saat dia pasang tertinggi kita sampai 1,6 ditambah dengan gelombang tinggi bisa sampai 3 meter berarti sudah 4,6 (meter) itu bisa merusak, efeknya 100 kali lipat di pesisir jadi pusat kota kita tidak terlindungi itu sudah jelas," kata Danny.
"Sekarang kita lihat pesisir jawa hancur semua, itu gara-gara rob sudah masuk 60 Cm di Semarang, Pekalongan di sepanjang Pantura Jawa termasuk di Jakarta," kata dia lagi.
Dia menegaskan untuk itulah reklamasi berbasis mitigasi diperlukan untuk mempertahankan pesisir pantai di Makassar.
"Cara alaminya mangrove, secara buatan reklamasi berbasis mitigasi. Buktinya reklamasi di Dubai sukses, di Singapura sukses, reklamasi Hongkong yang begitu masif sekali," ujar Danny.
"Dan sekarang malah itu usaha yang paling murah untuk mendapatkan ruang kota. Kalau dia bilang penyebab banjir, itu sampai sekarang belum ada yang bisa buktikan hipotesis itu," sambung Danny.
Danny juga mengaku tidak sepakat dengan kritikan Laode soal drainase tersumbat. Bagi Danny, kritikan Laode soal drainase tersumbat itu tak seperti kenyataan saat ini.
"Komentar drainase tersumbat itu karena beliau tidak di lokasi jadi wajar ada komentar tidak seperti kenyataan seperti itu," kata Danny.
Namun Danny mengamini kritik Laode soal drainase di Kota Makassar kecil. Namun dia mengaku memiliki diksi sendiri soal drainase yang kecil tersebut.
"Kalau dianggap kecil drainase itu benar, makanya harus dikoreksi, bukan kecil sebenarnya, karena airnya yang membanyak, air turun itu yang jadi berlipat-lipat," ujar Danny.
Dia menjelaskan curah hujan pada Senin (13/2) kemarin mencapai 350 milimeter. Menurut Danny, normalnya curah hujan sebanyak itu turun dalam 90 hari.
"Kalau 350 mm turun dalam satu hari itu sama dengan 3 bulan hujan berturut-turut turun dalam 1 hari. Jadi kalaupun dibilang sekarang kecil, boleh, itu dalam bahasa yang lain. Kalau saya, drainase tidak bisa menampung air yang turun dari langit karena curah hujan itu diukur mm," kata Danny.