Hari Raya Galungan 4 Januari 2023, Ini Sejarah dan Rangkaian Perayaannya

Hari Raya Galungan 4 Januari 2023, Ini Sejarah dan Rangkaian Perayaannya

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Rabu, 04 Jan 2023 14:38 WIB
galungan di surabaya
Foto: Praditya Fauzi Rahman
Makassar -

Hari Raya Galungan merupakan perayaan yang dilakukan oleh umat Hindu setiap 6 bulan sekali dalam kalender Bali atau 210 hari. Berdasarkan perhitungan tersebut, hari Raya Galungan bertepatan dengan tanggal 4 Januari 2023.

Penetapan Hari Raya Galingan berdasarkan bulan Bali atau pawukon yaitu pada hari Rabu pancawara Kliwon, wuku Dungulan.

Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, di Hari Raya Galungan ini, umat Hindu memperingati terciptanya alam semesta jagad raya beserta seluruh isinya. Selain itu juga diperingati sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai bentuk ungkapan syukur, maka umat Hindu akan merayakan Hari Raya Galungan ini dengan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara (dengan segala manifestasinya). Saat peringatan hari raya ini, maka umat Hindu akan memasang Penjor di tepi jalan setiap rumahnya yang merupakan aturan ke hadapan Bhatara Mahadewa.

Arti galungan diambil dari bahasa Jawa Kuna yang artinya bertarung, galungan juga biasa disebut 'dungulan' yang artinya menang. Meski terdapat perbedaan penyebutan Wuku Galungan di Jawa maupun Wuku Dungulan di Bali, keduanya memiliki arti yang sama yaitu wuku yang kesebelas.

ADVERTISEMENT

Sejarah dan Asal Usul Galungan

Sejarah pertama kali dimulainya Hari Raya Galungan ini sebenarnya sulit dipastikan. Namun, mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, I Gusti Agung Gede Putra memperkirakan Hari Raya Galungan sudah dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia sebelum populer di Pulau Bali.

Sementara itu, dalam Lontar Purana Bali Dwipa disebutkan bahwa Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.

Lontar ini diibaratkan pustaka suci (yang disucikan) atau kitab pedoman dan disimpan oleh umat Hindu. Adapun Hari Raya Galungan yang disebutkan dalam lontar tersebut berbunyi:

"Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya."

Artinya:

"Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka."

Waktu Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan

Hari Raya Galungan dan Kuningan dirayakan dua kali dalam setahun kalender masehi. Perayaan Kuningan dilakukan 10 hari setelah Hari Raya Galungan.

Pelaksanaan dua hari raya tersebut didasarkan pada penanggalan kalender Bali. Galungan dilaksanakan setiap hari Rabu pada wuku Dungulan, sedangkan Kuningan dilaksanakan setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan.

Jika dikonversi ke penanggalan kalender Masehi, maka Hari Raya Galungan ini bertepatan dengan tanggal 4 Januari 2023. Sementara itu Hari Raya Kuningan yang dilaksanakan 10 hari setelah Galungan jatuh pada tanggal 14 Januari 2023.

Rangkaian Pelaksanaan Hari Raya Galungan

Hari Raya Galungan yang dilaksanakan umat Hindu ini terdiri dari rangkaian perayaan yang meliputi:

1. Tumpek Wariga

Tumpek wariga ini merupakan proses awal yang dilakukan dalam perayaan Hari Raya Galungan. Tumpek Wariga ini jatuh 25 hari sebelum Galungan, tepatnya pada Hari Sabtu Kliwon Wuku Wariga.

Adapun nama lain dari Tumpek Wariga yaitu Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah. Pada hari Tumpek Wariga Ista Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan.

2. Sugihan Jawa

Sugihan Jawa berasal dari 2 kata, yaitu 'Sugi' dan 'Jawa'. 'Sugi' memiliki arti 'bersih' atau 'suci' sedangkan 'Jawa' berasal dari kata 'jaba' yang artinya 'luar'.

Sugihan Jawa bermakna hari pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung). Pada hari Sugihan Jawa umat Hindu melaksanakan upacara yang disebut Mererebu atau Mererebon.

3. Sugihan Bali

Suguhan Bali memiliki makna penyucian/pembersihan diri. Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.

Tradisi ini dilakukan dengan cara mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong hari Galungan yang sudah semakin dekat.

4. Hari Penyekeban

Hari Penyekeban merupakan rangkaian Hari Raya Galungan yang dilaksanakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan. Hari Penyekeban memiliki makna filosofis untuk "nyekeb indriya" yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.

5. Hari Penyajan

Hari Penyajian dirayakan setiap Senin Pon wuku Dungulan. Penyajan sendiri berasal dari kata 'saja' yang dalam bahasa Bali artinya 'benar' atau 'serius'.

Hari Penyajan ini memiliki makna sebagai waktu untuk memantapkan diri untuk merayakan hari raya Galungan. Menurut kepercayaan, pada Penyajian umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji sejauh mana tingkat pengendalian diri umat Hindu untuk melangkah lebih dekat lagi menuju Galungan.

6. Hari Penampahan

Hari Penampahan jatuh pada pada hari Selasa Wage wuku Dungulan, tepatnya satu hari sebelum Galungan. Pada Hari Penampahan ini, umat Hindu akan disibukkan dengan pembuatan penjor sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah yang diterima selama ini.

Penjor sendiri merupakan hiasan yang dibuat dari batang bambu melengkung yang diisi hiasan sedemikian rupa. Selain membuat penjor, di Hari Penampahan ini umat Hindu juga menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara yang memiliki makna simbolis membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.

7. Hari Raya Galungan

Hari Raya Galungan jatuh pada hari Sabtu/Saniscara Pon Wuku Dungulan. Pada Hari Raya Galungan, seluruh umat Hindu akan melaksanakan persembahyangan di tempat-tempat suci seperti Pura, Candi, dan sebagainya sebagai wujud kebahagiaan telah melalui masa-masa godaan oleh sang Bhuta Dungulan.

8. Hari Umanis Galungan

Hari Umanis Galungan jatuh pada hari Kamis Umanis wuku Dungulan. Pada hari ini, umat Hindu akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi.

Semnetara itu, anak-anak akan melakukan tradisi ngelawang pada Hari Umanis Galungan ini. Ngelawang merupakan tradisi yang dilakukan anak-anak dengan menari barong disertai disertai gambelan dari pintu rumah penduduk satu ke yang lainnya, kemudian pemilik rumah kemudian akan keluar dari rumah sambil membawa canang dan sesari/uang.

Tarian yang dilakukan pada Hari Umanis Galungan ini dipercaya dapat mengusir segala aura negatif dan mendatangkan aura positif.

9. Hari Pemaridan Guru

Kata Pemaridan Guru berasal dari kata Marid dan Guru. 'Memarid' sama artinya dengan 'ngelungsur' atau 'nyurud' (memohon), sedangkan 'guru' bermakan 'Ida Sang Hyang Widhi Wasa'. Perayaan ini dilaksanakan pada pada Sabtu Pon wuku Galungan.

Hari Pemaridan Guru ini dimaknai sebagai hari untuk nyurud/ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru.

10. Ulihan

Ulihan memiliki arti 'pulang' atau 'kembali'. Hari Ulihan dirayakan pada Minggu Wage wuku Kuningan.

Hari Ulihan ini dimaknai sebagai hari kembalinya para dewata-dewati/leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah panjang umur.

11. Hari Pemacekan Agung

Kata 'pemacekan' berakar dari kata 'pacek' yang artinya 'tekek' (Bahasa Bali) atau 'tegar'. Hari Pemacekan Agung dirayakan pada Senin Kliwon wuku Kuningan.

Hari Pemacekan Agung merupakan simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan.

12. Hari Kuningan

Pada saat Hari Kuningan, umat Hindu akan merayakannya dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong. Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra, kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan endong adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur katika berperang melawan adharma.

Pada Hari Kuningan ini persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang (tengai tepet). Umat Hindu percaya persembahan dan persembahyangan yang dilakukan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.

Hal tersebut sebenarnya mengandung nilai disiplin waktu dan kemampuan untuk memanajemen waktu. Sementara itu, warna kuning yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna kebahagiaan,keberhasilan, dan kesejahteraan.

13. Hari Pegat Wakan

Pegat Wakan jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang, sebulan setelah galungan. Hari Pegat Wakan ini jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang dan menjadi runtutan terakhir dari perayaan Galungan dan Kuningan.

Pada Hari Pegat Wakan ini umat Hindu akan melakukan persembahyangan dan mencabut penjor yang telah dibuat pada hari Penampahan. Setelah dicabut, penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah.




(urw/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads