Puisi Hari Ibu bisa menjadi salah satu cara untuk mengungkapkan rasa sayang dari seorang anak kepada ibunya. Mengungkapkan rasa sayang kepada Ibu melalui puisi bisa menjadi cara yang cukup berkesan untuk memperingati momen Hari Ibu.
Hari Ibu merupakan bentuk perayaan untuk mengingat pentingnya peranan seorang Ibu. Momen spesial ini diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya.
Selain untuk memperingati peran ibu, Hari Ibu juga merupakan bentuk upaya bangsa Indonesia untuk mengenang perjuangan perempuan Indonesia yang berperan penting dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengingat pentingnya peran seorang ibu, tentunya peringatan Hari Ibu sangat sayang jika dilewatkan. Peringatan Hari Ibu ini bisa menjadi momentum bagi seorang anak untuk menyampaikan terima kasih dan menunjukkan kasih sayangnya kepada ibu.
Untuk merayakan Hari Ibu, ada berbagai cara yang bisa dilakukan, seperti memberikan hadiah, membuat masakan spesial, atau memberikan berbagai perlakukan khusus lainnya. Saat memberikan hadiah kepada sang ibu, jangan lupa menyelipkan puisi Hari Ibu sebagai bentuk ungkapan sayang.
Berikut ini kumpulan puisi Hari Ibu berkesan dan menyentuh hati yang telah dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber:
Sajak Ibunda - oleh WS Rendra
Mengenangkan ibu adalah mengenangkan buah-buahan.
Istri adalah makanan utama.
Pacar adalah lauk-pauk.
Dan Ibu adalah pelengkap sempurna
kenduri besar kehidupan.
Wajahnya adalah langit senja kala.
Keagungan hari yang telah merampungkan tugasnya.
Suaranya menjadi gema dari bisikan hati nuraniku.
Mengingat ibu, aku melihat janji baik kehidupan.
Mendengar suara ibu, aku percaya akan kebaikan manusia.
Melihat foto ibu, aku mewarisi naluri kejadian alam semesta.
Berbicara dengan kamu, saudara-saudaraku,
aku pun ingat kamu juga punya ibu.
Aku jabat tanganmu,
aku peluk kamu di dalam persahabatan.
Kita tidak ingin saling menyakitkan hati,
agar kita tidak saling menghina ibu kita masing-masing
yang selalu, bagai bumi, air dan langit,
membela kita dengan kewajaran.
Maling juga punya ibu. Pembunuh punya ibu.
Demikian pula koruptor, tiran, fasis,
wartawan amplop, anggota parlemen yang dibeli,
mereka pun punya ibu.
Macam manakah ibu mereka?
Apakah ibu mereka bukan merpati di langit jiwa?
Apakah ibu mereka bukan pintu kepada alam?
Apakah sang anak akan berkata kepada ibunya:
"Ibu aku telah menjadi antek modal asing;
yang memproduksi barang-barang yang tidak mengatasi kemelaratan rakyat,
lalu aku membeli gunung negara dengan harga murah,
sementara orang desa yang tanpa tanah jumlahnya melimpah.
Kini aku kaya.
Dan lalu, ibu, untukmu aku beli juga gunung
bakal kuburanmu nanti."
Tidak. Ini bukan kalimat anak kepada ibunya.
Tetapi lalu bagaimana sang anak akan menerangkan kepada ibunya
tentang kedudukannya sebagai tiran, koruptor, hama hutan, dan tikus sawah?
Apakah sang tiran akan menyebut dirinya sebagai pemimpin revolusi?
Koruptor dan antek modal asing akan menamakan dirinya sebagai pahlawan pembangunan?
Dan hama hutan serta tikus sawah akan menganggap dirinya sebagai petani teladan?
Tetapi lalu bagaimana sinar pandang mata ibunya?
Mungkinkah seorang ibu akan berkata:
"Nak, jangan lupa bawa jaketmu.
Jagalah dadamu terhadap hawa malam.
Seorang wartawan memerlukan kekuatan badan.
O, ya, kalau nanti dapat amplop,
tolong belikan aku udang goreng."
Ibu, kini aku makin mengerti nilaimu.
Kamu adalah tugu kehidupanku,
yang tidak dibikin-bikin dan hambar seperti Monas dan Taman Mini.
Kamu adalah Indonesia Raya.
Kamu adalah hujan yang dilihat di desa.
Kamu adalah hutan di sekitar telaga.
Kamu adalah teratai kedamaian samadhi.
Kamu adalah kidung rakyat jelata.
Kamu adalah kiblat nurani di dalam kelakuanku.
Ibu - oleh Chairil Anwar
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
Ibu...
Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah
Ibu...
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
dan bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun...
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu...
Ibu...
Aku sayang padamu...
Tuhanku....
Aku bermohon pada-Mu
Sejahterakanlah dia
Selamanya...
Jendela - oleh Joko Pinurbo
Di jendela tercinta ia duduk-duduk
bersama anaknya yang sedang beranjak dewasa.
Mereka ayun-ayunkan kaki, berbincang, bernyanyi
dan setiap mereka ayunkan kaki
tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan dan kiri.
Mereka memandang takjub ke seberang,
melihat bulan menggelinding di gigir tebing,
meluncur ke jeram sungai yang dalam, byuuurrr....
Sesaat mereka membisu.
Gigil malam mencengkeram bahu.
"Rasanya pernah kudengar suara byuuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu."
"Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku,"
timpal si ibu sembari memungut sehelai angin
yang terselip di leher baju.
Di rumah itu mereka tinggal berdua.
Bertiga dengan waktu. Berempat dengan buku.
Berlima dengan televisi. Bersendiri dengan puisi.
"Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa bersama."
"Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma."
Selepas tengah malam mereka pulang ke ranjang
dan membiarkan jendela tetap terbuka.
Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,
menerangi tidur mereka yang bersahaja
seperti doa yang tak banyak meminta.
Ibu - oleh Sapardi Djoko Damono
Ibu masih tinggal di kampung itu, ia sudah tua. Ia adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi ayahku. Ayah sudah meninggal, ia dikuburkan di sebuah makam tua di kampung itu juga, beberapa langkah saja dari rumah kami. Dulu Ibu sering pergi sendirian ke makam, menyapu sampah, dan kadang-kadang, menebarkan beberapa kuntum bunga. "Ayahmu bukan pemimpi," katanya yakin meskipun tidak berapi-api, "ia tahu benar apa yang terjadi."
Kini di makam itu sudah berdiri sebuah sekolah, Ayah digusur ke sebuah makam agak jauh di sebelah utara kota. Kalau aku kebetulan pulang, Ibu suka mengingatkanku untuk menengok makam ayah, mengirim doa. Ibu sudah tua, tentu lebih mudah mengirim doa dari rumah saja. "Ayahmu dulu sangat sayang padamu, meskipun kau mungkin tak pernah mempercayai segala yang dikatakannya."
Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, sambil menengok ke luar jendela pesawat udara, sering kubayangkan Ibu berada di antara mega-mega. Aku berpikir, Ibu sebenarnya lebih pantas tinggal di sana, di antara bidadari-bidadari kecil yang dengan ringan terbang dari mega ke mega - dan tidak mondar-mandir dari dapur ke tempat tidur, memberi makan dan menyusui anak-anaknya. "Sungguh, dulu ayahmu sangat sayang padamu," kata Ibu selalu, "meskipun sering dikatakannya bahwa ia tak pernah bisa memahami igauan-igauanmu."
Ibu - oleh Kahlil Gibran
Ibu adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan
Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam kelemahan
Dialah sumber cinta, belas kasihan, simpati dan pengampunan
Manusia yang kehilangan ibunya berarti kehilangan jiwa sejati yang memberi berkat
dan menjaganya tanpa henti
Segala sesuatu di alam ini melukiskan tentang sosok Ibu
Matahari adalah ibu dari planet bumi yang memberikan makanannya dengan
pancaran panasnya
Matahari tak pernah meninggalkan alam semesta pada malam hari sampai matahari
meminta bumi untuk tidur sejenak di dalam nyanyian lautan dan siulan burung-
burung dan anak-anak sungai
Dan bumi adalah ibu dari pepohonan dan bunga-bungan menjadi ibu yang baik
bagi buah-buahan dan biji-bijian
Ibu sebagai pembentuk dasar dari seluruh kewujudan dan adalah roh kekal, penuh
dengan keindahan dan cinta
Saatku Menutup Mata - oleh Fahmi Mohd
Saat ku menutup mata bunda
Aku tak ingin mata itu melihat ku dengan penuh air
Saat ku menutup mata bunda
Aku tak ingin hati itu seakan tergores
Saat ku menutup mata bunda
Aku ingin bibir itu tersenyum
Aku tidak ingin engkau terluka
Bunda
Mungkin ini adalah lihatan yang sangat bagimu
Tapi aku tak ingin melihat dengan seakan tak sanggup melepaskanku
Bunda
Aku hanya ingin engkau merelakanku
Dan mengantarkan aku pulang ke rumahku dengan senyum
Saat ku menutup mata bunda
Aku ingin kau tau bahwaku
Menyayangimu
Bahwa aku
Mencintaimu
Aku bahagia bisa jadi anakmu
Ibu - oleh Mustofa Bisri
Kaulah gua teduh
Tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam
Mata air yang tak berhenti mengalir membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga di telapak kakimu
(Tuhan, aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amanat-Mu
menyampaikan kasih sayang-Mu
Maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi kekasih-kekasih-Mu
Amin)
Jasa Seorang Ibu - oleh Patma
Ibu...
kau membingbingku selama satu tahun
kau begitu baik padaku walaupun aku suka marah-marah
Ibu....
kau begitu ceria dan rajin berasal dari terhadap guru yang lain
ibu...
kau yang pintar,baik,ramah,cantik,dan sopan
Ibu...
kalau aku sebabkan keliru tolong maafkan aku
karena aku cuma kesal karna aku selalu diejek
Ibu...
kalau aku kembali sedih kau menghibur aku
kalau aku kembali kesal kau menghiburku
Ibu...
terimakasih atas jasa-jasamu jikalau aku
masih sempat bertemu bersama dengan ibu
aku amat inginkan memeluk ibu
Bidadari Dunia - oleh Faris DN
Adalah insan yang diidamkan kaum lawan
Adalah insan yang dihormati kaum alim
Adalah insan yang dirindui kaum bercahaya
Tanpanya...
Kau takkan mudah meraih yang kau pinta
Kau takkan mudah tangguh dalam berjuang
Kau kan mudah merasa lelah
Ingin sekali ku indahkan namanya
Ingin sekali u indahkan derajatnya
Ingin sekali ku persembahkan hadiah untuknya
Namun apa daya, aku hanya seorang lemah
Cintanya menghapus semua duka
Cintanya menghapus semua lelah
Cintanya membunuh semua kalah
Cintanya membuat diriku perkasa
Dia...
Akankah kucapai apa yang diimpikan?
Akankah kubahagiakan dengan hatinya?
Apakah aku akan terdiam dengan lemah?
Tidak! sekali lagi tidak! karena ku yakin
Ku dapat menaikkan derajatnya
Ku dapat menarik kedua tepi bibirnya dengan hati lapang
Ku dapat membawanya ke Surga
Namun, siapakah dia?
Mengapa dia sungguh digila-gilakan?
Biar kuperindah
Biar kucamkan
Biarlah kuucapkan
Dialah... Bidadari dunia
Muara Kasih - oleh Ida Ayu Sri Widiyartini
Kaulah muara kasihku..
Tempat ku berkeluh kesah, mencurahkan isi hatiku
Kau tempatku mengadu tatkala aku ketakutan
Kau bak sutra yang indah nan lembut
Membelaiku penuh cinta dan kasih
Kaulah pahlawan ku..
Menjagaku tanpa letih hingga ku terlelap
Lindungi aku tanpa henti entah siang ataupun malam
Bersamamu aku merasa damai
Kau dekap aku dengan ketulusan
Memelukku dengan sinar kasihmu
Membalut luka dan ketakutanku
Tak ada tempat sebaikmu..
Tiada makhluk semulia hatimu
Kau takkan terganti meski waktu berhenti berputar
Takkan pula luntur meski waktu dimakan zaman
Kaulah muara kasih terindah..
Cinta kasihmu takkan lekang oleh waktu
Meski bibirku tak mampu berucap
Percayalah Bunda..
Sarangheo, aku menyayangimu selalu
Sekarang, esok dan selamanya
Tangisan Air Mata Bunda - oleh Monika Sebentina
Dalam senyummu kau sembunyikan lelahmu
Derita siang dan malam menimpamu
tak sedetik pun menghentikan caramu
Untuk bisa memberi harapan baru bagiku
Seonggok cacian selalu menghampirimu
secerah hinaan tak perduli bagimu
selalu kau teruskan cara untuk masa depanku
mencari harapan baru kembali bagi anakmu
Bukan setumpuk Emas yang kau menginginkan di dalam kesuksesanku
bukan gulungan duit yang kau minta di dalam kesuksesanku
bukan juga sebatang perunggu di dalam kemenanganku
tapi permohonan hatimu membahagiakan aku
Dan yang selalu kau berkata terhadapku
Aku menyayangimu saat ini dan pas aku tak kembali bersama denganmu
aku menyayangimu anakku bersama dengan ketulusan hati ku
Kehebatanmu Ibu - oleh Rifka Nurul Aulia
Ketika ku tak bisa berjalan
Ketika ku tidak bisa berbicara
Manusia pertama kali yang menemanimu adalah ibu
Yang selalu tersedia saat kau Sedih, senang dan susah
Ketika anda mulai membesar
Kau bisa sadar hidup
Betapa sulitnya pernah pas ibumu melahirkanmu
Keringat bercucuran mulai jatuh
Dan saat ibumu melahirkanmu, ayahmu selalu menemani Ibu
Dan ayahmu berkata "Yang kuat "
Bayangkan dan bayangkan saat ini kau tumbuh menjadi makhluk normal
Masih banyak seorang ibu yang inginkan melahirkan anaknya normal
Tapi tersedia seorang ibu yang perlu mendapat kan ujian anak yang tidak normal
Sebagai manusia sosial kita perlu saling bantu dan tolong menolong
Maka,Kita perlu berterima kasih ke Ibu sebab 9 bulan dia mengandung
Tiada lelah yang dirasakannya
Maka saat ini kita perlu balas budi kepada ibu
Ibu I love you
You are my everything
because you're forever in my heart mother.
Thank you Allah and Thanks Mother
Selamanya kau selalu di hatiku
Untuk Ibuku Tercinta - oleh Agus Suarsono
Kuingin,
Menghirup hawa yang kau hirup.
Melangkah,
Di tempatmu melangkah.
Berteduh,
Di tempatmu berteduh.
Dan terlelap di atas pangkuanmu.
Ibu...
Ku cuma inginkan selalu bersamamu.
sepanjang waktuku...
Surat untuk Ibu - oleh Joko Pinurbo
Akhir tahun ini saya tak bisa pulang, Bu.
Saya lagi sibuk demo memperjuangkan nasib saya
yang keliru. Nantilah, jika pekerjaan demo
sudah kelar, saya sempatkan pulang sebentar.
Oh ya, Ibu masih ingat Bambang, 'kan?
Itu teman sekolah saya yang dulu sering numpang
makan dan tidur di rumah kita. Saya baru saja
bentrok dengannya gara-gara urusan politik
dan uang. Beginilah Jakarta, Bu, bisa mengubah
kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan.
Semoga Ibu selalu sehat bahagia bersama penyakit
yang menyayangi Ibu. Jangan khawatirkan
keadaan saya. Saya akan normal-normal saja.
Sudah beberapa kali saya mencoba meralat
nasib saya dan syukurlah saya masih dinaungi
kewarasan. Kalaupun saya dilanda sakit
atau bingung, saya tak akan memberi tahu Ibu.
Selamat Natal, Bu. Semoga hatimu yang merdu
berdentang nyaring dan malam damaimu
diberkati hujan. Sungkem buat Bapak di kuburan.
Tidak Akan Terganti - oleh Nurhalimah Lubis
Ketika kupandang lekat terhadap sudut matamu
Tersimpan derita yang begitu mendalam
Aku sadar disana banyak tersimpan air mata untuk kita anakmu
Air mata yang telah kita lakukan
Ibu
Kamu selalu berharap kita anakmu yang kan menjadi nomer satu
Namun seringkali kita melawan dan melalaikan perintahmu
Kami selalu membuatmu bersedih
Mulai saat ini aku bertekad untuk menghapus air matamu...
dan menggantinya bersama dengan canda dan tawa
Terima kasih Ibu
Kau takkan pernah tergantikan di di dalam hati kita anakmu
Tujuan Kita Satu Ibu - oleh Wiji Thukul
Kutundukkan kepalaku,
bersama rakyatmu yang berkabung
bagimu yang bertahan di hutan
dan terbunuh di gunung
di timur sana
di hati rakyatmu,
tersebut namamu selalu
di hatiku
aku penyair mendirikan tugu
meneruskan pekik salammu
"a luta continua."
Kutundukkan kepalaku
kepadamu kawan yang dijebloskan
ke penjara negara
hormatku untuk kalian
sangat dalam
karena kalian lolos dan lulus ujian
ujian pertama yang mengguncangkan
Kutundukkan kepalaku
kepadamu ibu-bu
hukum yang bisu
telah merampas hak anakmu
Tapi bukan hanya anakmu ibu
yang diburu dianiaya difitnah
dan diadili di pengadilan yang tidak adil ini
karena itu aku pun anakmu
karena aku ditindas
sama seperti anakmu
Kita tidak sendirian
kita satu jalan
tujuan kita satu ibu:pembebasan!
Kutundukkan kepalaku
kepada semua kalian para korban
sebab hanya kepadamu kepalaku tunduk
Kepada penindas
tak pernah aku membungkuk
aku selalu tegak.
Setetes Air Mata - oleh Hanim Fatmawati
Setetes air mata seorang ibu
gejolak hati yang seakan akan ingin menjerit
air mata terus mengalir
membasahi kedua pipinya
yang sangat lembut
Dimalam yang sunyi gelap gurita
kedinginan yang merada ditubuhnya
hati yang terluka terhanyut dalam kesedihan
seorang ibu terus
meneteskan air mata
dan ia mulai bertanya
kepada seorang anak
ia mulai mengucapkan
kata kata dengan lisan
mulutnya seakan akan ingin marah
penderitaan yang dirasakan
Ia mulai berbaring
dan meneteskan air mata
apa yang ia rasakan
dan mulai merenung dan diam
tanpa kata kata
Sajak Ibu - oleh Wiji Thukul
Ibu pernah mengusirku minggat dari rumah
Tetapi menangis ketika aku susah
Ibu tak bisa memejamkan mata
Bila adikku tak bisa tidur karena lapar
Ibu akan marah besar
Bila kami merebut jatah makan
yang bukan hak kami
Ibuku memberi pelajaran keadilan
dengan kasih sayang
Ketabahan ibuku
mengubah rasa sayur murah
jadi sedap
Ibu menangis ketika aku mendapat susah
Ibu menangis ketika aku bahagia
Ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
Ibu menangis ketika adikku keluar penjara
Ibu adalah hati yang rela menerima
Selalu disakiti oleh anak-anaknya
Penuh maaf dan ampun
Kasih sayang ibu
adalah kilau sinar kegaiban tuhan
membangkitkan haru insan
Dengan kebajikan
ibu mengenalkan aku kepada Tuhan
Bunga - oleh Erviandani
Aku pilih mati !
Jika bunga tetap menangis
Karena tiap-tiap tetesannya luka dalam jiwaku
Aku pilih mati !
Buratan benang kusam jalannya terlampau terbatas
Kala itu menghendaki aku bunuh sang waktu
Aku pilih mati !
Sebagai aku kupu-kupu yang tak bersayap
Bagi aku yang tak terbang cerahkan kelopaknya
Aku marah !
Jika keasingan merengut senyum bunga
Sangat teriris...
Aku tak pilih mati !
Sinar doa-doanya selimuti malamku
Begitu banyak harapan mimpi bunga padaku
Aku bakal berdiam diri
Dengarkan sepoi angin berasal dari dirinya
Menyongsong tajam sorot mata tuanya
Aku tak boleh mati !
Mendahului bunga
Itu pintanya
Ibu - oleh D. Zamawi Imron
Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering, daun pun gugur bersama reranting
Hanya mata air air matamu, ibu, yang tetap lancar mengalir
Bila aku merantau
Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
Di hati ada mayang siwalan memutikkan sarisari kerinduan
Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila kasihmu ibarat samudera
Sempit lautan teduh
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran aku tahu
Engkau ibu dan aku anakmu
Lauk dari Nenek - oleh Sri Rohmatiah Djalil
Ibu tak tampak kala aku terjaga dari mimpi
Hanya ada secarik kertas bertuliskan "Ibu ke rumah sakit, antenglah besama nenek"
Uang koin di atasnya
Nenek datang dengan sepiring nasi tampa lauk
Hanya ada hiasan serbuk hitam
Aku bertanya, ini apa? "Abon terasi," katanya
Aku menutup hidung tak tahan dengan aroma
Nenek berucap, "Makan saja, ibu tidak menitipkan uang"
Aku pun mengambil uang koin yang telah beralih ke saku celana
Nenek menutup tangan kecilku "Simpan untuk jajan!"
Ibu - oleh Agnes Aprilia
Ibuku sayang...
Sembilan bulan engkau mengandung
Siang dan malam engkau menjaga dan merawatku
Tanpa ada kata rasa lelah
Ibuku sayang...
Engkau menjalani hari-hari bersamaku
Mengajariku banyak hal yang tidak aku ketahui
Ketika aku bertanya tentang apa yang tak kutahu
Engkau menjawab dengan senyuman
Dan menjelaskannya
Dengan bahasa yang bisa aku pahami
Ibuku sayang...
Aku tidak bisa membalas semua yang telah engkau berikan kepadaku
Yang aku bisa hanya bisa mendoakanmu agar selalu sehat dan bahagia
Aku mengucapkan terima kasih atas pengorbananmu
Yang sungguh luar biasa ini
Ibuku sayang...
Aku selalu mencintaimu
Ibu - oleh Miranda Utari
Bunga Mawar harum nan cantik
Manis gulali meleleh lembut
Pancaran matahari terbenam mempesona
Pancaran aurora memanjakan mata
Sinar cahaya nebula yang menakjubkan
Emas intan permata menyilaukan mata
Wanita soleha dengan akhlak mulia
Bidadari dunia dan surga
Ibu... Ibu... Ibu... Ibu...
Ibu - oleh Nova Budi Aristin
Ibu, tangis malamku bagimu adalah lagu indahmu
Keluh kesahku bagimu adalah cerita mesramu
Kenakalanku bagimu adalah ujian untukmu
Ibu,
Kerut dahimu adalah bukti kesabaranmu
Hitam pelupuk matamu melambangkan keikhlasanmu
Senyum bibirmu menggambarkan ketulusanmu
Ibu,
Dalam nafasmu selalu ada aku
Dalam benakmu engkau hadirkan selalu diriku
Dalam hatimu terukir indah namaku
Ibu,
Tahukah engkau aku di sini karenamu
Aku bahagia karena jerih payahmu
Aku berhasil karena sujud malammu
Ibu..
Engkau adalah guruku
Engkau adalah sahabatku
Engkau adalah cintaku
Terima kasih Ibu
Aku selalu menyayangimu
Ibu - oleh KHA Mustofa Bisri (Gus Mus)
Kaulah gua teduh tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama Kaulah kawah dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi yang tergelar lembut
bagiku melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam
mata air yang tak berhenti mengalir membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan, aku bersaksi ibuku telah melaksanakan amanatMu
menyampaikan kasihsayangMu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi kekasih-kekasihMu Amin).
Ibuku Dehulu - oleh Amir Hamzah
Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata
akupun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi
matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak
mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku
Terus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga - biar cedera
Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikecupnya serta
dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu
Demikian engkau;
ibu, bapa, kekasih pula
berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.
Bundaku Sayang - oleh Nadilla Syahkina
Engkau selalu ada untukku
Menemaniku dalam suka dan duka
Menemani hari-hari ceriaku,
Bunda,
Engkau selalu membimbingku
Mengajariku untuk berakhlak mulia
Dalam keseharianku
Bunda,
Engkau bagai malaikat bagiku
Engkau juga sahabat bagiku
Ketulusan yang ada dalam dirimu
Membuat aku bangga pada dirimu
Bunda,
Aku selalu menyayangimu
Jasamu tak akan pernah bisa terbalas olehku
Namun aku akan berusaha menjadi anak kebanggaanmu
Kesunyian Ibu - oleh Denza Perdana
Dahinya adalah jejak sujud yang panjang
Perjalanan waktu membekas di pelupuk matanya
Derai air mata di pipinya telah mengering
Tanpa sisa, tanpa ada yang menduga
Ia memilih jalan sunyi untuk bertanya
Hiruk pikuk untuk tersenyum di beranda derita
Menjerit saat lelap berkuasa
Berdoa bukan untuk dirinya
Buda dalam Cahaya - oleh Romadona
Dia wanita bernama cahaya
Hatinya memancar
Tergurat dalam doa-doa
Tangan kecilnya mengantar kami di gerbang cahaya
Dia berjalan dengan cinta
Dia berjalan menerjang luka
Bahkan dia menempuh tanpa
Batas rasa
Dia lah ibu dari segala cahaya
Ibu dari semua luka kami
Ibu dari jejak yang terukir
Dalam tinta sejarah
Pergimu Tiada Kembali
Bila sepi malam seperti ini,
Rinduku padamu mengusik jiwa.
Teringat akan senyumanmu,
Yang meneduhkan, mendamaikan, dan menenangkan jiwaku.
Ibu,
Sedih ini kan terobati
Seandainya engkau ada di sini.
Galau ini akan terhapus,
Jika engkau masih bersama kami.
Kini hanya doa
Yang bisa kupanjatkan.
Moga engkau bahagia di alam sana.
Maafkan Aku, Ibu
Akulah sang pengukir mimpi
Yang menghendaki pergi berasal dari sunyi
Yang hanyut oleh gelisah
Dan ditelan rasa bersalah
Ibu, kaulah matahariku
Terang dalam gelapku
Kau tuntun aku di jalur berliku
Yang penuh oleh batu
Ucapanmu bagaikan kamus hidupku
Aku berteduh dalam naungan do'amu
Memohon ampunan darimu
Karena ridho Allah adalah ridhomu
Aku senang memilikimu Ibu
Karena engkau sinar hidupku
Kaulah kunci berasal dari kesuksesanku
Ibu, maafkan aku
Samudera Kasih Bunda
Ibu selalu memberi, memberi, memberi
Sedari kita kecil hingga dewasa
sampai dia pun tutup usia
Kasih sayangnya pancaran kasih sayang Tuhan
Tulis ikhlasnya pancaran tulus ikhlas Tuhan
Dia samudra amat dalam dan langit luas kehidupan
Dia seindah kerajaan burung-burung dan terumbu karang istana ikan
Yang menjanjikan kedamaian dan hidup bahagia
Dia benteng pelindung atas bencana menimpa
Meski tubuhnya sendiri renta
Ibulah cahaya-cahaya di kegelapan
Pandu penunjuk jalan lurus
Karena hati dan cintanya yang tulus
Pengorbananmu, Buda, ikhlas sumbangsihmu
Teladan bagi banyak hal yang bernama baik
Dengan akhlak dan cantik
Dari rahimmu kan lahir anak-anak salih-salihah
Di telapak kakimu tergelar surga
Karena selalu kau jaga langkahnya
Di hadapan ibu yang mulia
Terkaparlah anak-anak durhaka
Ialah mereka yang mengingkari dan mengkhianati
Tulus mendalam kasih sayangmu
Yang lalai dan lupa karena tipu daya dunia
Maka samudra ampunmu, Buda, kumohonkan sepenuh kalbu
Jika kami pernah bersalah, berdosa
Seringnya mengecewakan dan menyesakkan nafasmu
Adapun doa restumu, Bunda, panjatkan dan limpahkanlah
Untuk putra-putri yang mendambakanmu
Sebelum kami berangkat mengayun langkah
Membuka lahan-lahan kehidupan.
Pantaskah Aku
Ku duduk berdiam diri
Wanita yang mulai renta ku pandangi
Wanita yang selama ini mengasihi
Serta merawatku sepenuh hati
Seorang wanita yang tak kenal mengeluh
Yang tak peduli dipelipisnya berjuta peluh
Yang bekerja keras tak kenal waktu
Hanya demi kesuksesanku
Tapi pantaskah aku?
Masih dicintainya
Masih disayanginya
Masih menjadi kebanggaannya
Aku hanyalah anak tak tau diri
Yang hanya tidur dan pergi setiap hari
Yang membentaknya kala dinasihati
Yang manja dan mementingkan diri sendiri
Pantaskah aku, ibu?
Mendapat kasih sayangmu
Mendapat cinta tulusmu
Memanggilmu seorang ibu
Aku marah,
Aku benci,
Pada diri sendiri
Mengapa baru ku sadari?
Aku mengecewakannya
Aku beban hidupnya
Aku berdosa padanya
Pantaskah aku,
Mendapat surgamu ibu?
Puisi Seorang Anak untuk Ibu
Aku berangkat saat ini untuk membantai lawan..
Untuk berjuang di dalam pertempuran..
Aku berangkat, Bu, dengarlah aku pergi..
Doakanlah sehingga aku berhasil..
Sayapku telah tumbuh, aku inginkan terbang..
Merebut kemenangan di mana pun adanya..
Aku dapat pergi, Bu, janganlah menangis..
Biar kucari jalanku sendiri..
Aku inginkan melihat, menyentuh, dan mendengar..
Meskipun tersedia bahaya, tersedia rasa takut..
Aku dapat tersenyum dan menghapus air mata..
Biar kuutarakan pikiranku..
Aku pergi mencari duniaku, cita-citaku..
Memahat tempatku, menjahit kainku..
Ingatlah, pas aku melayari sungaiku..
Aku mencintaimu, di selama jalanku.
Mengingat Ibu
Dengan berselimut kesendirian
Kuterbangun menatap langit langit kamarku
Terlintas di benak sosok engkau
Yang selalu menemaniku menjemput pagi
Yang selalu menemaniku menikmati panasnya sinar matahari
Yang selalu menemaniku menyaksikan bulan dan bintang
Dan kembali mengantarku ke dalam tidur yang panjang
Semua itu kini tak dapat lagi kurasakan
Karena saat ini ku jauh darimu
Meskipun sebenarnya ku tak bisa
Namun ku yakin semua itu akan berakhir
Ibu...
Aku rindu dengan senyummu
Aku rindu dengan kasih sayangmu
Aku rindu dengan belai lembutmu
Aku rindu akan pelukmu
Ku ingin kau tahu itu
Ibu....
Kau selalu ada
Di setiap hembusan nafasku
Di setiap langkah kakiku
Di setiap apa yang ku gapai
Karena kau begitu berarti dalam hidupku
Cerita Kecilku
Andai sementara ku putar kembali
Ingatkah engkau bakal masa-masa lebih dari satu th. lalu?
Saat saya tetap dipangkuanmu
Saat saya tetap di dalam timanganmu
Kau suapi ku makan karena ku tak dapat melakukannya sendiri
Kau tuntun saya karena ku belum dapat berjalan sendiri
Terjatuh ku berulang dan menangis
Dengan penuh kasih sayang,kau usap air mata ku dan kau buat ku tersenyum kembali
Apakah kau tetap mengingatnya bu?
Aku rindu masa-masa indah ku dulu
Akankah ku dapat merasakannya kembali?
Menangis di dalam pelukmu dan tertawa bersamamu
(urw/hsr)